Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Beberapa Orang Yang Diduga Terlibat Pembakaran Gedung Grahadi dan Polsek Tegalsari Ditangkap

Satreskrim Polrestabes Surabaya menyebutkan sudah ada beberapa orang yang berhasil ditangkap karena diduga terlibat aksi pembakaran Gedung

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Ndaru Wijayanto
TRIBUNJATIM.COM/LUHUR PAMBUDI
GEDUNG GRAHADI DIBAKAR - Saat kobaran api melahap semua bangunan sisi barat Gedung Grahadi Surabaya, Sabtu (30/8/2025) malam 

Poin penting:

  • Satreskrim Polrestabes Surabaya mengonfirmasi telah menangkap beberapa orang yang diduga terlibat dalam aksi pembakaran Gedung Grahadi bagian barat dan Mapolsek Tegalsari.
  • Menurut LBH Surabaya, sebanyak 109 orang ditangkap selama aksi demonstrasi pada 29–31 Agustus 2025. Hingga 1 September, sekitar 81 orang telah dibebaskan, 2 masih menjalani pemeriksaan, dan 26 orang belum diketahui keberadaannya.
  • Sekitar 8 anak di bawah 17 tahun sempat ditahan, namun sudah dipulangkan.

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Satreskrim Polrestabes Surabaya menyebutkan sudah ada beberapa orang yang berhasil ditangkap karena diduga terlibat aksi pembakaran Gedung Sisi Barat Kantor Grahadi Jatim dan Mapolsek Tegalsari Polrestabes Surabaya, pada Sabtu (30/8/2025) malam. 

Hal tersebut disampaikan Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Edy Herwiyanto seusai memantau jalannya olan TKP di bekas bangunan Gedung Grahadi yang terbakar, sekitar pukul 19.30 WIB, pada Minggu (31/8/2025). 

Setelah rampung di bekas puing bangun Gedung Grahadi, proses olah TKP bersama Tim Inafis Polrestabes Surabaya kemudian berlanjut dilakukan di bekas puing Gedung Mapolsek Tegalsari. 

Tak spesifik jumlah pelaku yang diklaim sudah ditangkap oleh pihaknya. Hanya saja, Edy memastikan bahwa mereka sedang menjalani serangkaian penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut atas keterlibatan aksi pembakaran. 

"Alhamdulillah sudah ada beberapa pelaku yang melakukan pembakaran di beberapa tempat dan berhasil kami amankan, saat ini sedang dalam proses lidik," ujar mantan Kasubdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim itu. 

Berdasarkan hasil penyelidikan yang diperolehnya. Edy mengungkapkan, sumber api yang membakar bangunan Gedung Grahadi Surabaya dipicu karena lemparan Bom Molotov. 

Baca juga: BREAKING NEWS: Surabaya Mencekam, Gedung Grahadi Dibakar Massa

"Berkaitan dengan peristiwa tanggal 30 Agustus hari Sabtu di mana telah terjadi tindakan anarkis yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab sehingga saat itu mereka melakukan pelemparan bom molotov ke Gedung Negara Grahadi bagian barat," pungkasnya. 

Sementara itu, LBH Surabaya melansir jumlah orang yang ditangkap selama berlangsung demontrasi di beberapa lokasi Kota Surabaya sejak Jumat (29/8/2025) hingga Sabtu (30/8/2025).

Berdasarkan data yang dirilis Minggu (31/8/202), dari total 109 orang yang tertangkap hingga 31 Agustus 2025, sebanyak 80 orang terkonfirmasi ditahan di Polrestabes Surabaya. 

Dari jumlah tersebut, sekitar 55 orang telah dibebaskan, satu orang menjalani pemeriksaan lanjutan, dan sekitar 26 orang lainnya belum terkonfirmasi keberadaannya.

Di lain sisi, warga yang tertangkap di Polda Jatim tercatat 29 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 28 orang telah dibebaskan dan satu orang masih menjalani pemeriksaan lanjutan.

Baca juga: Momen Sedih Wagub Emil Lihat Ruang Kerjanya Hangus Terbakar Pasca Kericuhan di Grahadi Surabaya

Secara keseluruhan, hingga saat ini sekitar 81 orang telah dibebaskan oleh pihak kepolisian, sementara dua orang masih harus menjalani pemeriksaan lanjutan di Polrestabes Surabaya maupun Polda Jatim terkait dugaan tindak pidana yang ditemukan. 

"Adapun 26 orang lainnya masih belum terkonfirmasi keberadaannya," ujar Direkrut LBH Surabaya Habibus Shalihin, saat dikonfirmasi TribunJatim.com, pada Senin (1/9/2025). 

Kemudian, lanjut Habibus Shalihin, berdasarkan hasil observasi Tim Advokasi di kantor Polisi, kurang lebih ada sekitar delapan orang berusia di bawah 17 tahun yang ikut ditangkap dan diperiksa di Polrestabes Surabaya.

"Sampai dengan rilis ini dibuat, Unit PPA Polrestabes Surabaya telah memulangkan seluruh Anak yang ditangkap pada periode Aksi Demonstrasi 29 Agustus-31 Agustus 2025," ungkapnya. 

Menurut Habibus Shalihin, upaya pendampingan hukum terhadap 109 orang massa aksi yang tertangkap tidak dapat dilakukan secara maksimal. 

Tim Advokasi Surabaya sempat tertahan dan menunggu cukup lama di Pos Penjagaan sebelum akhirnya diperbolehkan masuk melacak data pengaduan dan memberikan pendampingan hukum.

Sejak pagi pukul 10.00 WIB di Polrestabes dan Polda Jatim menutup akses terhadap informasi dan layanan hukum. 

Data resmi baru bisa dikonfirmasi sekitar pukul 17.00 WIB, dan informasi yang lebih jelas baru terbuka menjelang malam, sekitar pukul 21.00 WIB, tak lama sebelum sebagian besar orang dibebaskan.

Akibatnya, orang-orang yang tertangkap itu diperiksa oleh Penyidik di Kantor Polisi tanpa didampingi oleh Pengacara. 

Tindakan kepolisian ini tidak hanya melanggar etika pelayanan publik, tetapi juga bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. 

Pasal 54-60 KUHAP secara tegas menjamin hak tersangka dan saksi untuk didampingi penasihat hukum sejak pemeriksaan dimulai. 

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum juga menjamin hak warga negara, khususnya kelompok rentan, untuk mendapatkan bantuan hukum tanpa diskriminasi. 

"Mereka, kehilangan akses pendampingan hukum yang memadai, dan hal ini dapat menimbulkan kerentanan lebih besar terhadap intimidasi maupun penyiksaan," kata Habibus Shalihin. 

Selain itu, lanjut Habibus Shalihin, upaya Polisi untuk menutup akses bantuan hukum ini juga berpotensi melanggar hak Tim Advokasi Surabaya yang terdiri dari Para Advokat untuk dapat menjalankan tugas dan profesinya sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. 

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin hak setiap orang untuk memperoleh perlindungan hukum yang adil dan akses yang sama di depan hukum, sedangkan Perkap No. 8 Tahun 2009 secara eksplisit melarang polisi menghalangi penasihat hukum dalam mendampingi klien. 

Tidak hanya itu, tindakan ini juga bertentangan dengan Pasal 14 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005, serta prinsip konstitusi Indonesia di UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) yang menjamin persamaan semua warga di depan hukum.

Berdasarkan temuan tersebut, Tim Advokasi Surabaya menilai tindakan aparat kepolisian itu telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan berpotensi melanggar ketentuan hukum yang berlaku. 

Tidak hanya itu, Pihak Kepolisian juga berpotensi merusak prinsip dasar negara hukum dengan menutup akses keadilan terhadap warga negara yang sedang berhadapan dengan hukum. 

Oleh karenanya, pihak LBH Surabaya mendesak agar pihak kepolisian segera membuka informasi secara penuh terkait status seluruh warga yang ditangkap, memberikan akses seluas-luasnya kepada layanan bantuan hukum, dan memastikan setiap warga negara diperlakukan sesuai prosedur hukum tanpa intimidasi dan kekerasan.

"Aparat kepolisian wajib tunduk pada hukum, bukan sewenang-wenang menutupinya. Penanganan setiap perkara harus berbasis pada penghormatan hak asasi manusia, bukan pada tindakan represif yang justru melanggengkan ketidakadilan," pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved