Polemik Proyek Surabaya Waterfront Land
Warga Tolak Reklamasi, Eri Cahyadi Pastikan SWL Tak Masuk RTRW Kota Surabaya
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, memastikan mendengarkan aspirasi masyarakat pesisir yang menolak proyek reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL).
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Dwi Prastika
Poin Penting:
- Masyarakat pesisir menolak proyek reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL).
- Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, memastikan mendengarkan aspirasi mereka.
- RTRW Kota Surabaya tahun 2025-2045 baru saja disahkan pada 17 April 2025 lalu.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, memastikan mendengarkan aspirasi masyarakat pesisir yang menolak proyek reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL).
Satu di antara kepastian tersebut, Wali Kota Eri tidak memasukkan rencana proyek reklamasi ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
RTRW mengatur peruntukan ruang, kebijakan pemanfaatan ruang dan arah pengembangan wilayah, termasuk kendali pemanfaatan ruang.
"Yang pasti di RTRW Kota Surabaya, tidak ada pembangunan ini," kata Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi ketika dikonfirmasi di Surabaya, Sabtu (27/9/2025).
RTRW berlaku untuk jangka waktu 20 tahun dengan peninjauan kembali setiap 5 tahun.
RTRW Kota Surabaya tahun 2025-2045 baru saja disahkan pada 17 April 2025 lalu.
Pada RTRW tersebut, Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) justru masuk dalam pengembangan kawasan strategis kota.
Tujuan pengelolaan Pamurbaya untuk mewujudkan perlindungan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir Kota Surabaya, serta sebagai bagian dari upaya pengendalian banjir dengan tetap memperhatikan kearifan lokal.
Baca juga: Masyarakat Pesisir Surabaya Resah Lanjutan Proyek SWL, Khawatir Dilanda Bencana Banjir
Sekalipun demikian, Wali Kota Eri kembali menegaskan, perizinan reklamasi tidak hanya berada di pemerintah kota saja. Namun, lebih banyak menjadi kewenangan pusat.
"Seperti kita ketahui bahwa wilayah pantai mulai titik nol itu kewenangannya adalah provinsi untuk mengeluarkan izinnya termasuk amdal-amdal dan lain-lainnya. Setelah itu wilayah berapa kilo itu adalah wilayah pusat. Jadi Surabaya bukan memiliki itu," kata mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini.
Pemkot berperan aktif untuk menyampaikan keluhan nelayan kepada pemerintah pusat.
Sebelumnya, pemkot turut menyampaikan surat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Ketika ada yang menyampaikan itu, kami pun sudah menyampaikan keberatan. Maka tidak mungkin kami melakukan hal yang lainnya," kata Wali Kota Surabaya dua periode ini.
"Maka, keberatan kami yang sudah saya lakukan itu adalah (menyampaikan) dampak-dampak yang kita rasakan, kita sampaikan kepada pemerintah pusat. Kedua, ketika ada teman-teman yang menyampaikan surat, maka kita akan mengirimkan surat itu seperti tahun lalu ke presiden," kata Politisi PDI Perjuangan ini.
Forum Masyarakat Madani Maritim (FM3) berharap pemerintah kota lebih berani untuk bersuara.
Apalagi, Presiden Prabowo Subianto tidak memasukkan SWL ke dalam 77 daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) 2025-2029.
"Namun, ini belum mampu menjadi jawaban atas kegelisahan kami. Meskipun Surabaya Waterfront Land tidak termasuk dalam 77 daftar PSN, nyatanya pengembang masih melanjutkan berbagai tahapan pra operasional," kata Koordinator Umum Forum Masyarakat Madani Maritim (FM3), Ramadhani Jaka Samudra dikonfirmasi terpisah.
Karenanya, pada Senin (22/9/2025), ribuan masyarakat maritim yang berada di naungan FM3 menggelar unjuk rasa di Balai Kota Surabaya dengan membawa 3 tuntutan. Di antaranya meminta Wali Kota Eri Cahyadi memberikan nota permohonan pencabutan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang sebelumnya dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kemudian, menghentikan proses penerbitan izin lingkungan (Amdal) yang saat ini berproses di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Serta, meminta wali kota bersama jajaran Pemkot Surabaya untuk membersamai perjuangan penolakan Surabaya Waterfront Land.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.