Kaum Perempuan Mendesak Pemerintan Turunkan Tarif Dasar Listrik
Sejumlah komunitas perempuan di Jabodetabek, meminta agar pemerintah menjaga stabilitas Tarif Dasar Listrik bahkan segera diturunkan.
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - Sejumlah komunitas perempuan di Jabodetabek, meminta agar pemerintah menjaga stabilitas Tarif Dasar Listrik bahkan segera diturunkan.
Sebab, kenaikan TDL akan berdampak siginifikan terhadap biaya hidup masyarakat di tengah daya beli yang kian merosot.
Hal ini menjadi kesimpulan dari tema Obrolan dengan topik “Perempuan dan Energi” yang dihadiri dihadiri oleh Mutia Sari Syamsul sebagai pendiri HCAUS (Human Capital for Us) Community dan perwakilan kaum perempuan Rusilowati Efendi yang saat ini menjabat sebagai Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Himpaudi).
Dalam kesempatan diskusi yang digelar di Jakarta, hadir pula perwakilan dari para ibu rumah tangga, Ketua Yayasan Al Mukhlisin Bintara Jaya, Nunung Nur Kurniawati dan Sri Mulyani selaku penggerak PKK di Kelurahan Bintara Jaya, Bekasi Barat.
Founder Human Capital for Us (HCAUS) Mutia Sari Syamsul mengatakan, saat ini listrik sudah menjadi kebutuhan pokok yang sama pentingnya dengan membeli pulsa telepon atau bahan pangan.
Sementara saat tarif listrik naik, sontak diikuti peningkatan biaya seluruh kebutuhan lain seperti bahan pangan, transportasi, dan pendidikan.
“Beban hidup yang semakin berat akan mendorong aksi-aksi kriminalitas di tengah masyarakat. Jika dibiarkan, hal itu akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Negeri tercinta ini. Sebab, tidak sedikit pejabat negara terpaksa korupsi, lantaran terpaut kebutuhan hidup yang lebih tinggi dibanding kemampuannya,” ungkap Mutia Sari Syamsul, melalui rilis yang dikirim ke Tribujatim.com, Minggu (11/2/2018).
Merujuk pada pertimbangan masih rendahnya daya beli, Mutia mempertanyakan potensi pemerintah untuk tetap menjaga tarif listrik di level yang sama seperti saat ini.
Pasalnya, kata Mutia, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 seperti yang dilansir Badan Pusat Statistik hanya mencapai 5,07%, masih di bawah target sebesar 5,1% - 5,2%. Walaupun pemerintah memproyeksikan pertumbuhan lebih tinggi di tahun ini, di angka 5,4%, di tengah kondisi politik yang 'menghangat' karena akan diwarnai oleh Pilkada serentak. “Bagaimana situasi (tarif dasar listrik) di bulan April 2018 dan seterusnya?,” ujarnya.
Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Himpaudi) Kota Bekasi, Jawa Barat Rusilowati Efendi berharap agar tanggung jawab berat ibu rumah tangga mendidik anak-anak ditambah lagi dengan beban kenaikan TDL dari pemerintah.
“Kalau tarif listrik nanti naik, pasti kebutuhan lain akan ikut meningkat, seperti harga seragam sekolah, buku pelajaran, dan alat tulis,” ucapnya.
Sementara itu wakil ibu rumah tangga yang hadir, Nunung Nur Kurniawati mengungkapkan, kenaikan biaya hidup yang dipicu oleh kenaikan tarif dasar listrik berpotensi mengganggu 'stabilitas' dan kedamaian rumah tangga.
“Para suami, nantinya pasti bingung, karena harus kerja lebih keras, agar pendapatannya bisa mengikuti kenaikan harga listrik dan tarif-tarif lain yang mengikutinya. Buntut-buntutnya, setiap hari di rumah, kerja kami hanya ribut melulu karena uang yang ada tidak bisa mengimbangi kebutuhan hidup yang terus melangit,” ujarnya.
Ia pun menyatakan harapannya agar terjadi situasi ekonomi yang stabil, dengan tarif dasar listrik yang sama tanpa kenaikan.
“Syukur-syukur kalau pemerintah lebih memperhatikan kami, dengan menurunkan tarif listrik untuk rumah tangga,” imbuhnya.
Sedikit gambaran, saat ini pemerintah sedang menyusun formula baru untuk menentukan Tarif Dasar Listrik (TDL). Selama ini komponen untuk susun TDL adalah inflasi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price - ICP), dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.