Banyak Rumah Makan di Lamongan Belum Bayar Pajak, Anggota Dewan Geram
pemilik rumah makan yang belum mau menjadi warga negara yang baik, yakni taat pajak membuat geram kalangan dewan Lamongan.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Banyaknya pemilik rumah makan yang belum mau menjadi warga negara yang baik, yakni taat pajak membuat geram kalangan dewan Lamongan.
Sumber potensi pendapatan daerahpun belum sesuai ekspektasi. Untuk menyamakan persepsi dalam upaya meningkatkan PAD, para pengusaha rumah makan dipaksa hadir ke Gedung Dewan, Selasa (13/3/2018).
Mereka juga dihadapkan Kepala Dinas Pendapatan. Meski yang datang baru 10, dari 25 udangan yang dikirimkan kata Saifudin Zuhri ketua Komisi B DPRD Lamongan, sebagai langkah awal untuk menertibkan para pemilik usaha rumah makan, agar taat pajak, karena pajak yang dipungut itu dari pembeli, bukan dari pemilik usaha.
"Pajak itu menjadi hak negara, dalam hal ini pemerintah daerah yang dipungut dari yang makan dan dititipkan sementara ke pemilik rumah makan, dan pajak 10 persen itu harus disetor," kata Saifudin di depan pengusaha rumah makan.
Baca: Perselingkuhan Makin Marak, Pengaduan Kasus KDRT Paling Banyak
Agar terasa tidak berat dan menilai pajaknya besar, maka solusinya, pajak itu seharusnya disetor setiap hari, atau berapa hari sekali.
Hal itu nanti bisa dikomunikasikan dengan pihak Dinas Pendapatan, agar semua nya bisa berjalan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda).
"Saya minta ibu-ibu bapak-bapak untuk jujur, " katanya.
Kalau dapatnya 1 juta bilang dapat 1 juta, terus disisihkan 10 persen atau sebesar Rp 100 ribu, karena duit itu bukan milik bapak ibu, tapi milik pemerintah.
Okta Rosadinata wakil ketua komisi B juga menambahkan, kalau hak pemerintah berupa pajak tidak diberikan, hal itu akan menambah tidak baik bagi kelangsungan usaha, bahkan terancam ditutup, dan berpotensi akan diperiksa oleh BPK.
"Aturannya seperti itu, ya harus ditaati, kalau melanggar aturan, tentu efeknya adalah penutupan usaha, kalau bandel saya minta Satpol PP bertindak tegas untuk menutupnya," pinta Politisi Gerindra.
Pemilik rumah makan, Dinas Pendapatan dan dewan ini lanjut Okta, sama-sama berupaya menaikan pajak daerah, memastikan usaha bapak bagaimana bisa ramai dan aman.
Kalau ada PKL di sepanjang Lamongrejo dianggap menjadi pemicu pemilik rumah makan enggan menyetorkan pajak 10 persennya, ini juga harus dicarikan solusi, bila perlu PKL itu ditertibkan.
Kalau para pemilik rumah makan bisa taat membayar pajak kata Okta, maka hal itu bisa disinergikan dengan instansi pemerintahan, kalau ada kegiatan bisa diarahkan ke rumah makan yang dimaksud.
"Ayo sinergi bareng-bareng, kalau ada instansi ada acara bisa makan di rumah makan yang komitmen membayar pajak," katanya.