Tari Tayub dari Tuban, Suguhkan Tarian yang Memanggul Konten Rohani
Tari Tayub digelar pada acara Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah Jakarta
TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - Tari sebagai cara menghiasi dan memperkaya kehidupan itu penting. Di dunia kaum sufi ada tari sebagai bentuk ritual suci. Tari menjadi semacam pernyataan puji syukur tanpa kata-kata.
Setidaknya inilah makna yang tergambarkan ketika menyaksikan ‘Tari Tayub’ yang digelar pada acara Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Minggu (29/04/2018).
Kesenian ‘Tayub’, adalah tari yang memanggul konten rohani; ekspresi ketulusan dan kejujuran. Tayub ; “Ditata kanti guyub” (ditata hingga menyatu, selaras, serasi, seimbang).
Artinya, melalui seni tari ini ada upaya pemberdayaan agar masyarakat makin bersatu dalam kebersamaan. Gerak tidak hanya diberi arti dari sudut estetikanya, melainkan menemukan filsafatnya.
Baca: Arek Mojokerto Kids Zaman Now yang Menghidupkan Kesenian Ludruk Agar Mendunia
Sebuah tarian pergaulan yang disajikan dalam rangka menjalin hubungan sosial masyarakat dalam kesetaraan.
Pergelaran bertajuk ‘Langen Tayub dan Musik Campursari’ ini dibawakan oleh rombongan kesenian daerah dari Tuban, Jawa Timur.
Kesenian ‘Tayuban’ asal Tuban ini memang relatif populer, ketimbang kesenian serupa dari kota-kota lainnya, misalnya Tayub Blora, Tayub Tulungagung, Tayub Bojonegoro, Tayub Malang, Tayub Surabaya dan lain-lain.
Tayub Tuban memiliki ciri khas tersendiri.
Dari busana penarinya, gending atau lagu, tempo musik yang lebih pelan, dan masih banyak kekhasan lainya,” terang Ariesman, SE, salah satu seniman yang bertindak sebagai Penata Musik, Penata Tari, Penata Panggung, dan penyutradaraan ini.
Tayub di daerah Tuban, lanjut Ariesman, masih banyak diminati, terutama oleh masyarakat pedesaan. Masyarakat Tuban kerap memeriahkan pesta pernikahan dan sunatan, dengan mengundang kelompok Tayub sebagai hiburan.
Bahkan secara eksklusif, masyarakat kerap memesan Waranggono (Sinden), yang digemari jauh sebelum acara.
“Karena larisnya kadang masyarakat bisa nunggu setahun baru dapat jadwal pentas Waranggono yang disukainya. Bahkan yang punya hajat sampai menyesuaikan jadwal pentasnya Waranggono,” ujarnya.
Kesenian Tayub sudah ada sejak zaman Kerajaan Singosari, sekitar tahun 1200 M. Kemudian Tayub berkembang di Kerajaan Kediri dan Majapahit.
Baca: Ustaz Abdul Somad Sebut 2 Orang Ini Tak Akan Diampuni Dosanya Saat Nisfu Sya’ban, Jangan Kaget