Gara-gara Psikotes Bacaleg, PDIP Ancam Gugat Class Action RSUD Abdoer Rachem Situbondo
PDIP mengancam class action gugat RSUD Abdoer Rachem Situbondo gara-gara hasil psikotes bacaleg.
Penulis: Izi Hartono | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, SITUBONDO - DPC PDIP Kabupaten Situbondo menyatakan akan melayangkan gugatan class action ke RSUD Abdoer Rechem Situbondo.
Ancaman tersebut disampaikan, karena rumah sakit pelat merah tersebut dituding tidak profesional dan diduga melakukan mal praktik dalam melakukan tes psikotes.
Ketua DPC PDIP Situbondo Narwiyoto mengatakan, rencana menggugat class action RSUD Abdoer Rechem tersebut bermula dari pencalonan sebagai bakal calon legislatif (Bacaleg) DPRD, baik untuk pusat, provinsi, maupun kabupaten. Dimana salah satunya syaratnya, caleg harus sehat jasmani dan rohani.
Sehingga, semua bacaleg harus melengkapi persyaratan tersebut. Namun, dirinya melihat dalam pelaksanaan pemeriksaan bacaleg di Situbondo ini, khususnya di RSUD Abdoer Rachem Situbondo ternyata saat pelaksanaan psikotes atau mengetes kejiwaan seseorang dinilainya sangat tidak profesional.
"Kami berpendapat bahwa RSUD Abdoer Rachem itu kami duga melakukan mal praktik," tegas Narwiyoto, kepada sejumlah wartawan di kantor DPC PDIP, Rabu (25/7/2018).
• Terpilih Jadi Gubernur Jatim, Khofifah Ungkap Pesan Jokowi yang Diberikan Langsung Kepadanya
• M Qodari: Cawapres Pendamping Jokowi Mengerucut pada Nama 3 M ini
Narwiyoto menyatakan ada mal pratik, karena pelaksanaannya sungguh tidak profesional, baik saat dimulainya tes maupun ketika proses pengambilan hasil surat hasil tesnya, waktunya terlalu lama.
'Hasil tes itu baru bisa diambil setelah empat atau lima hari. Namun ketika akan mengambilnya petugas rumah sakit menyatakan bapak atau ibu harus mengulang. Bahkan setelah mengulang kita harus menunggu lagi lima atau enam hari," beber politisi asal Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Situbondo ini.
Tak hanya itu, setelah mengambil hasil kedua ternyata tidak sesuai harapan. Padahal sesuai aturan Undang Undang, apakah sesorang itu ditemukan adanya tanda tanda gangguan kejiwaan atau tidak, berdasarkan hasil tes tersebut.
"Tapi di Situbondo, hasil psikotes masih dilakukan observasi tambahan dan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan lebih lanjut tidak dipahami oleh seluruh pemohon, karena itu tidak pernah disampaikan oleh pihak rumah sakit, dokter atau petugasnya," sergahnya.
• Kisah Pilu Bayi yang Lahir dan Dibesarkan di Penjara Tuban Karena Perbuatan Tercela Ibunya
Dengan tidak adanya penjelasan lanjutan terkait hasil, sehingga harus dilakukan observasi tambahan tersebut. Padahal bacaleg dari partai manapun, termasuk PDIP harus melampirkan hasil psikotes itu sebagai lampiran persyaratan pendaftaran ke KPU.
"Nah, saat menerima hasil verifikasi tanggal 21, ternyata dinyatan hasil pemeriksaan kejiwaannya belum memenuhi syarat," katanya.
Atas kejadian itu, dirnya mendatangi dan mempertanyakan apa yang dimaksud memerlukan pemeriksaan lanjutan dan observasi tambahan itu sakit jiwa.
"Tadi kata Pak Tony selaku Direktur RSUD itu bukan termasuk sakit jiwa," imbuh Narwiyoto.
• Tanam Ganja di Dapur Kontrakan, Tiga Mahasiswa Tingkat Akhir PTN Ternama di Malang Ditangkap Polisi
Jika memang rumah sakit tidak mampu, maka tidak perlu mengadakan pemeriksaan kejiwaan. Bahkan, kata Narwiyoto, rumah sakit hanya mencari keuntungan semata dari pendaftaran sebesar Rp 180 ribu tersebut.
"Kami mengajak kepada siapapun yang mengurus surat untuk dasar pencalegkan tentang observasi psikologi jiwanya, untuk menggugat class action rumah sakit. Baik material dan immaterial," tegasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi hal itu, Direktur RSUD Abdoer Rachem Situbondo, Dr Tony Wahyudi saat dihubungi dan dikirim pesan melalui whatsapp tidak menjawab. (Surya/ izi hartono)