Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Dituntut Warga Soal Penutupan Dolly Surabaya Rp 270 Miliar, Wali Kota Risma: Bunuh Saya Saja

Wali Kota Surabaya Tri Rismahari ini digugat oleh warga terkait penutupan Dolly. Risma pun geram, dan minta dibunuh saja

Penulis: Januar AS | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM/NURUL AINI
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini 

Wali Kota Surabaya Tri Rismahari ini digugat oleh warga terkait penutupan Dolly. Risma pun geram, dan minta dibunuh saja

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya geram terhadap tindakan sekelompok orang yang menggugat (class action) Pemerintah Kota Surabaya sebanyak Rp 270 Miliar, atas dasar penutupan dolly sejak 2015 silam.

Mereka beralasan tidak memiliki pekerjaan setelah penutupan eks lokalisasi itu.

Tindakan gugatan ini memicu Wali Kota Surabaya  Risma angkat bicara lagi, dia mengaku rela dibunuh.

"Saya wes gak apa-apa sudah, kalau mau itu (lanjut permasalahan) bunuh saya, bunuh saya ya, biar selesai gak apa-apa. Tapi saya gak ikhlas kalau anak-anak Surabaya hancur," kata Wali Kota Risma geram dengan segelintir warga yang berulah, Jumat (7/9) usai mengisi kuliah umum di kampus UBAYA.

Irfan Jaya Merapat ke Timnas, Ini Wejangan Djanur

Risma menjelaskan alasannya merubah lokasi prostitusi terbesar di Jatim itu menjadi ramah seperti saat ini, adalah untuk masa depan anak-anak serta generasi penerus.

"Saya berharap sekali lagi, ini bukan untuk saya. Saya nggak perlu di tulis itu (di dalam berita) 'Risma apa...' saya nggak butuh terkenal. Ini untuk anak-anak, bukan anak-anak di dolly saja tapi juga anak-anak Surabaya," tegasnya.

Risma melanjutkan andai saja semua orang tahu bagaimana mirisnya kehidupan anak-anak di sana.

"Kalau tahu ceritanya itu mengerikan sekali, tapi saya nggak pingin cerita itulah yang sudah-sudah. Ayo kita mulai, yang bermasalah ayo kita selesaikan. Tapi kita harus tahu bahwa ada yang harus kita selamatkan kerena masa depan bangsa di tangan anak-anak itu kota putus pengaruh buruk itu," tambah Risma.

Cerita Anak Para Jenderal Korban G30S/PKI, Putri Ahmad Yani Sekarang Berteman dengan Anak DN Aidit

Dia berharap dengan putusnya rantai pengaruh buruk, anak-anak Surabaya tak lagi punya masalah. Sehingga tetap bisa bersaing dengan anak-anak bangsa lain.

"Kalau ada yang bilang 'wah ini Risma saja', untuk apa aku? Kalau untuk Risma aja ngapain sampai patah tanganku. Ini untuk warga surabaya, karena anak-anak Dolly itu sekolah di tempat lain dia akan mempengaruhi anak di san. Nah kalau ini kita putus, kalau kita lanjut kita lost generation itu," tutupnya tegas.

Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menolak gugatan Class Action yang diajukan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independen (KOPI).

Mereka diketahui menuntut kesejahteraan ekonomi warga Jarak-Dolly pada Pemerintah Kota Surabaya.

Awalnya Tak Digubris, Ucapan Soeharto ke Soekarno Sebelum Tumbang Terbukti Saat G30S/PKI Terjadi

Putusan ditolaknya gugatan senilai Rp 270 miliar tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis, Dwi Winarko, di Ruang Cakra, PN Surabaya, Senin (3/9/2018) lalu.

“Menimbang setelah diteliti, gugatan tersebut tidak memuat unsur terkait mekanisme gugatan Class Action sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1. Seharusnya gugatan ini diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” kata ketua majelis, Dwi Winarko saat bacakan putusan.

Usai sidang, kuasa hukum penggugat, Nain Suryono mengatakan, pertimbangan majelis hakim dengan menolak gugatan itu tidak sesuai dengan peraturan.

“Syarat class action diatur dalam pasal 2 dan pasal 3. Seharusnya gugatan kami sudah memenuhi syarat,” kata Nain.

BCL Tampil Flawless dengan Makeup Tipis, Penampilannya Dipuji Mirip Wanita Korea, Begini Potretnya!

Dilanjutkan Nain, di dalam posita (alasan) gugatan itu sudah dicantumkan tentang legal standing atau kelompok dari warga Jarak-Dolly yang terdampak dari kebijakan Pemkot Surabaya.

“Seharusnya majelis hakim mempelajari hak ekonomi yang dilakukan pemerintah itu tidak mengena kepada penggugat, karena mereka berhak menerima hak-hak ekonominya,” imbuhnya.

Nain mengatakan, pihaknya tidak keberatan terkait penutupan lokalisasi Dolly, namun ia mengingatkan soal kesejahteraan ekonomi warga yang terdampak.

“Sebenarnya biarkan lah mereka yang membuka warung, parkir. Sebetulnya pemkot mendorong hal itu, tapi faktanya seluruhnya ditutup,” tandasnya.

DPC Partai Gerindra Targetkan Prabowo Subianto Menang Telak di Bangkalan

Terpisah, kuasa hukum tergugat dari pihak Pemkot Surabaya, M Fajar, mengaku bersyukur atas ditolaknya gugatan itu.

Ia menilai gugatan tersebut sudah sepatutnya ditolak lantaran sudah tidak sesuai dengan persyaratan Mahkamah Agung (MA) yakni pasal 53 ayat 1 UU no. 5 tahun 1986.

"Kami siap apabila gugatan ini dilanjutkan ke PTUN,” pungkasnya.

Jokowi Minta Akses Gratis Bagi Penyandang Disabilitas yang Ingin Menonton Asian Para Games 2018

Tanggapan pengamat

Soenarno Edi Wibowo, pengamat hukum di Surabaya, menanggapi penolakan majelis hakim atas gugatan class cction yang dilayangkan warga Jarak-Dolly yakni Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independent (KOPI).

Soenarno mengatakan gugatan class action bukanlah hal yang mudah.

Warga yang tergabung dari FPL diketahui menuntut kesejahteraan dan menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya senilai Rp 270 miliar.

Pasca lokalisasi Dolly ditutup, FPL menyebut 300 warga kehilangan mata pencaharian.

“Jadi class action ini perwakilan kebersamaan yang mempunyai satu tujuan serta memiliki misi. Ini diatur dalam peraturan mahkamah agung nomor 1 tahun 2002,” jelas Soenarno yang jufa dosen di Universitas Narotama, Surabaya Selasa (4/9/2018) lalu.

Pimpin Latihan Hari Ketiga Persebaya, Djadjang Nurdjaman Fokus pada Streght dan Taktikal Pemain

Dikatakan Soenarno, ada tiga hal dalam class action yang perlu diperhatikan.

Yakni perlindungan konsumen, lingkungan hidup dan utang.

“Tiga hal tersebut bisa dijadikan class action, namun ketika ditolak ya bisa mengajukan banding atau kasasi, karena itu peraturan mahkamah agung, putusan mahkamah agung, bukan di PN atau di PT,” jelas Soenarno.

Artinya, kata Soenarno, yang menentukan gugatan itu adalah mahkamah agung, dan bila diterima baru diadili.

Namanya Masuk Daftar Kandidat, Najwa Shihab Tolak Jadi Ketua Tim Sukses Jokowi-Maruf, Ini Alasannya

Adapun pengajuan banding atau kasasi durasinya pun selama 14 hari.

Menurut Soenarno, yang menjadi titik berat dari penolakan dari majelis hakim terkait ihwal warga Dolly yakni adanya masalah dari formasi forum wilayahnya.

“Namun nanti yang menguji bermasalah atau tidaknya tetap mahkamah agung, meskipun pengadilan negeri bukan hanya menentukan perihal kalah menang, tetapi sebelumnya juga melakukan penelitian, kajian, dan pemahaman tentang class action,” terang Soenarno.

“Tetapi harus diingat bahwa class action itu produknya peraturan mahkamah agung nomor 1 tahun 2002, karena begitu dahsyatnya efek dari gugatan ini maka penting diuji tentang kelas perwakilan,” lanjutnya.

Reaksi Ali Ngabalin Saat Dituding Dalang Penolakan Neno Warisman di Riau, Sampai Lepas Tutup Kepala!

Soenarno menuturkan, gugatan yang diajukan oleh warga eks lokalisasi Dolly Surabaya itu sudah sesuai, namun yang menguji tetap mahkamah agung.

Tapi dengan catatan, perwakilan yang tercatat dalam gugatan class action harus siap memulai dari awal persidangan apabila mahkamah agung mengabulkan gugatan.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved