Saat RPKAD Serbu Padepokan Simpatisan PKI Mbah Suro yang Dikenal Sakti, Terpaksa Pakai Kekerasan
Cara kekerasan terpaksa dilakukan oleh tentara, salah satunya ada RPKAD untuk menyerbu padepokan Mbah Suro yang terkenal sakti
Penulis: Januar AS | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM - Meletusnya peristiwa G30S/PKI yang menculik para jenderal pada 30 September 1965, memang berbuntut panjang.
Satu di antaranya adalah perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota, maupun simpatisan PKI.
Perburuan, dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah yang ada di Indonesia.
Tidak terkecuali di daerah Cepu dan Ngawi.
• Saat Benny Moerdani Lempar Baret Kopassus, Sintong Panjaitan Sampai Tersinggung, Bermula dari Janji
Dalam buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando", karya Hendro Subroto disebutkan pada tahun 1967 perburuan terhadap simpatisan, dan anggota PKI juga dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi.
Tepatnya, di Desa Ninggil.
Nama asli Mbah Suro adalah Mulyono Surodihadjo.
Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebaskan dari tugasnya akibat kesalahan sendiri.
• Ucapan Kwik Kian Gie ke Jokowi Soal Ahok yang Tak akan Bertahan Lama Jadi Pemimpin: Semuanya Benar
Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai dukun yang mengobati orang sakit.
Namun, belakangan sebutan dukun tersebut berkembang menjadi dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro ataua Pendito Gunung Kendheng.
Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilan.
Satu di antaranya adalah memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.
• Pengakuan Dokter yang Otopsi Jasad Korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Tak Seperti yang Diberitakan
Dalam buku itu, Mbah Suro melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.
Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.
Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam, dan senjata api.