Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sambut Festival Bulan, Warga Buat Syair Kaligrafi dan Makan Kue Bulan di Grand City Surabaya

sela-sela upacara festival bertajuk ‘Merajut budaya dan spiritual Zhong Qiu yang sudah lama hilang' di Grand City Mal Surabaya, Senin (24/9/2018)

Penulis: Sudarma Adi | Editor: Yoni Iskandar
sudarma adi/surya
Beberapa orang tampak serius mencelupkan kuas tulis ke dalam tinta bak. Lalu, mereka menggoreskan kuas ke atas kertas tulis. Dari goresan kuas itu, tulisan Han Zi (huruf Mandarin) di Grand City Surabaya 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Beberapa orang tampak serius mencelupkan kuas tulis ke dalam tinta bak. Lalu, mereka menggoreskan kuas ke atas kertas tulis.

Dari goresan kuas itu, tulisan Han Zi (huruf Mandarin) berderet membujur ke bawah membentuk syair ‘Dan yuan ren chang jiu, qian li gong can juan’.

Syair pada kaligrafi itu berarti ‘Meski jauh, tetap dikenang. Semoga sehat dan panjang usia saat bersama melihat bulan’.

Itu adalah bagian dari perayaan Festival Bulan atau Festival Tengah Musim Gugur di Tiongkok yang jatuh pada tanggal 15 bulan 8 Imlek.

Wanita di Surabaya Edarkan Pil Koplo Demi Hidupi 2 Anaknya, Jual Seharga Rp 650 Ribu Per Bungkus

Bagi penganut kepercayaan Tao, festival ini dilakukan bertepatan dengan bulan purnama.

“Festival ini dilakukan tiap tahun karena bulan purnama saat ini berada paling dekat dengan bumi,” terang Wu Mao Fu Dao Zhang, pendeta Tao, di sela-sela upacara festival bertajuk ‘Merajut budaya dan spiritual Zhong Qiu yang sudah lama hilang' di Grand City Mal Surabaya, Senin (24/9/2018).

Pendeta Tao yang punya nama Stanley Prayogo ini menguraikan, Festival Bulan ini adalah tradisi penghormatan pada bulan karena jaraknya paling dekat dengan bumi.

Ini membuat gaya tarik dari bulan sangat kuat, sehingga air laut jadi pasang.

Dari sana, muncul pemikiran orang Tionghoa yang percaya berkah datang saat terang dan air pasang.

“Ini menghormati jasa dari benda langit ini pada masyarakat bumi,” ujarnya.

Festival ini juga mentradisi, dipicu dari penyair Dinasti Tang ternama, Shu Dong Po yang menulis syair berpisah menghantar temannya saat tengah musim gugur.

Polisi Ungkap Cara Oknum Bobotoh Ketahui Identitas Haringga Sirla

Ditambah dengan cerita legenda tentang naiknya Dewi Chang’e bersama kelinci gioknya ke bulan, menjadikan ini berkembang sebagai tradisi Festival Bulan.

“Banyak kegiatan yang dilakukan selama festival dan puncaknya dengan sembahyang di kelenteng pada malam nanti,” kata pendeta Tao termuda di Asia Tenggara ini.

Kegiatan yang dimaksud adalah menulis kaligrafi syair, memakan kue bulan atau yuebing, minum teh dan memasang lentera atau lampion di depan rumah.

Menulis syair lalu menyimpan di rumah, adalah bagian dari harapan hingga setahun ke depan.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved