9 Fakta Ilmiah Gempa Donggala & Tsunami Palu, Akibat Sesar Palu Koro hingga Mental Trauma Korban
9 fakta ilmiah yang harus diketahui tentang gempa yang melanda Donggala serta tsunami yang menyerang kota Palu. Yuk disimak!
Penulis: Ignatia | Editor: Adi Sasono
9 fakta ilmiah yang harus diketahui tentang Gempa Donggala serta Tsunami yang menyerang Kota Palu. Yuk disimak!
TRIBUNJATIM.COM - Gempa kembali melanda pulau bagian di Indonesia yakni, Sulawesi.
Gempa mengguncang Kota Palu dan Kabupaten Donggala pada Jumat (28/9/2018) tepat pukul 17.02.
Setelah getaran terbesar dengan frekuensi amplitudo 7,4, sejumlah gempa susulan terus-terusan terjadi sampai Jumat malam.
• Beredar Video Jusuf Kalla Joget Tik Tok Bareng Cucu, JK Beri Pengakuan Seusai Viral: Oh Itu Spontan
Dikutip dari Kompas.com tercatat, setidaknya ada 13 gempa dengan kekuatan di atas magnitudo 5 sejak pukul 14.00 WIB hingga 21.26 WIB.
Berikut kami hadirkan fakta ilmiah yang dirangkum dari ahli dan BMKG yang perlu untuk anda ketahui.
Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik yang besar di dunia.
Ada lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasifik.
Itulah mengapa sebabnya Indonesia masuk dalam kategori negara yang harus mawas dengan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami.
Di titik pertemuan Lempeng Indo-Australia, akumulasi energi tabrakan terjadi dan lapisan bumi bergeser, itulah awal mula dikenalnya Sesar.

BMKG menyebut bahwa gempa kemarin diakibatkan oleh sesar Palu Koro.
Sesar itu memanjang di wilayah Sulawesi Tengah dan sepertiganya menjorok ke lautan.
"Disebabkan oleh sesar Palu Koro yang berada di sekitar Selat Makassar," kata Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG dikutip dari Kompas.com, Jumat (28/9/2018).
• Viral Video Ala Keluarga Khong Guan Bahas Capaian Jokowi Penyebab Ayah Tak Tampak, Benarkah Datanya?
2. Magnitudo Gempa yang Berubah-ubah
BMKG pun sempat mengeluarkan beberapa kali revisi Magnitudo gempa yang berubah.
Mulanya bermagnitudo 7,7 tetapi akhirnya merevisi menjadi 7,4.
Gempa itu adalah gempa utama. Gempa sebelumnya yang bermagnitudo kurang dari itu disebut sebagai foreshock.
• Gempa Donggala & Tsunami Palu, Bagaimana Kabar Pasha Ungu dan Keluarga? Istrinya Sempat Unggah ini
3. Berjenis Sesar Geser
Ahli kegempaan Sulawesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dina Sarsito mengungkapkan, sebabnya bisa jadi bukan bagian utama dari sesar itu tetapi sesar sekunder di dekatnya.
"Kejadian beberapa tahun lalu, pola strike slip tapi bukan bersumber dari sesar Palu Koro tetapi dari sumber yang hampir berdekatan. Baru terlihat saat identifikasi lapangan," ucapnya dikutip dari Kompas.com, Sabtu (29/9/2018).
Gempa yang dialami di kawasan Donggala ini menyebabkan adanya sesar yang memiliki mekanisme bergeser.
Dikutip dari Kompas.com (Grup TribunJatim.com) jenis sesar geser ini sebesar apapun magnitudonya biasanya tidak akan memicu tsunami besar, kecuali jika diikuti dengan longsoran yang cukup besar akibat getaran gempanya.

4. Mekanisme Sesar Geser
Mengutip National Geographic, sesar geser punya mekanisme sedikit berbeda dari sesar lainnya.
Gerakan dipicu dari adanya dua lempengan yang berdekatan dan gerakannya mendatar satu sama lain.
Berbeda dengan sesar naik di mana ada salah satu yang bergerak vertikal relatif dengan yang lain.
• Viral Video Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi Akhiri Wawancara Dikecam Politisi PDIP Masinton Pasaribu
5. Perbedaan Jenis Gempa (Palu, Aceh, Yogyakarta, Lombok)
Gempa yang ada di Palu agak berbeda dengan gempa besar yang sempat menimpa bagian Indonesia lain seperti Aceh (2004), Yogyakarta (2006), dan Lombok (2018).
Gempa aceh memiliki magnitudo yang besar sekitar 9,1-9,3 SR saat itu langsung menyerang episentrum lepas pantai sehingga menimbulkan tsunami besar.
Gempa di Yogyakarta dan Lombok adalah gempa bumi tektonik yang menyebabkan bagian pulau terguncang tanpa adanya potensi tsunami.

Sementara gempa di Palu ini disebabkan karena sesar Palu Koro yang berada sepertiganya di lautan.
Sehingga ketika gelombang gempa menjalar sepanjang sesar itu maka akan ada bagian yang bergetar dan memicu tsunami kecil.
Tsunami besar bisa terjadi ketika dipengaruhi longsoran bawah laut dengan mekanisme sesar geser.
Tetapi, dikutip dari Kompas.com terkait longsoran Ahli tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko menganggap hal itu masih spekulasi dan diperlukan studi batimetri sesudahnya untuk mengonfirmasi.

6. Dampak Perununan Tanah
Peneliti Badan Pengakjian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengungkap lewat pemodelan cepat yang dilakukannya Kamis (28/9/2018) bahwa gempa Donggala memicu penurunan tanah.
"Pantai di 5 kecamatan mengalamai penurunan tanah sementara 1 kecamatan mengalami kenaikan," katanya dikutip dari Kompas.com, Sabtu, (29/9/2018).
7. Penjelasan Ilmiah Penyebab Utama Tsunami Palu dan Gempa Donggala
Dikutip dari Kompas.com ada dua penyebab utama menurut analisis sementara para ahli tsunami ITB, LIPI, BPPT, dan BNPB.
Pertama, di bagian Teluk Palu, tsunami disebabkan adanya longsoran sedimen dasar laut di kedalaman 200-300 meter.
Sedimen dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palu belum terkonsolidasi kuat sehingga runtuh dan longsor saat gempa, dan memicu terjadinya tsunami.
"Hal ini terindikasi dari naik turunnya gelombang tsunami dan keruhnya air tsunami," kata Sutopo, Kepala Pusat Data BNPB, seperti dilansir dari Kompas.com, Sabtu (29/9/2018).
• 12 Fakta Gempa Donggala-Tsunami Palu, Jenazah di Pantai hingga Karakter Gempa Beda dari Lombok
Kedua karena adanya gempa lokal, di bagian luar dari Teluk Palu, tsunami disebabkan oleh gempa lokal.
Pada tsunami di bagian luar Teluk Palu itu, gelombang tidak setinggi tsunami yang disebabkan longsoran sedimen dasar laut.
"Tsunami di bagian luar Teluk Palu airnya lebih jernih," ujar Sutopo.
• Cemas Hingga Tak Bisa Tidur, Begini Curahan Hati Sekjen PKB soal Keluarganya usai Gempa di Donggala
8. Fenomena Korban Trauma dan Gangguan Mental
Melansir Intisari (Grup TribunJatim.com), trauma dan gangguan mental masih merasuki para korban gempa Donggala.
Hal ini wajar, karena gempa datang tanpa otak manusia bisa mempersiapkan diri dan mental lebih dulu.
Sebuah penelitian yang dilakukan psikolog di University of Canterbury menunjukkan sebuah efek buruk dari gempa bagi otak manusia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa rata-rata mengalami penurunan kognitif dalam tugas yang sama setelah mereka menghadapi gempa bumi.

Ini menjadi bukti bahwa setiap bencana dapat menurunkan kompetensi mental para korban.
Dilansir dari ABCNews, sebagian besar penelitian tentang gangguan kesehatan mental pasca-bencana menunjukkan hasil yang sama.
Berdasarkan penelitian ini, korban gempa tak hanya perlu diberi bantuan secara materi dan infrastruktur, tapi juga didampingi oleh orang-orang yang mampu menenangkan mereka.
9. Hewan Sebagai Penanda Terjadi Gempa, Benarkah?
Ada beberapa jenis hewan yang memiliki kehebatan karena kemampuan khususnya beradaptasi dengan alam yang ekstrim.
Dikutip dari Intisari, peneliti dari 10 Universitas di Australia menyebut bahwa belum ada mekanisme masuk akal hewan mungkin mendeteksi gempa bumi.
Gelombang gempa bergerak lebih cepat daripada suara, jadi tidak ada cara nyata hewan bisa mendengar mereka.
Tetapi ada hewan-hewan yang bisa mendeteksi getaran lemah yang sudah pasti terdeteksi oleh seismograf.
