Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kampus di Surabaya

ITS Kembangkan Sisa Makanan di Perut Sapi Jadi Penawar Limbah B3 Tanah Bekas Tambang

Saat sapi disembelih, biasanya terdapat sisa makanan sapi yang belum terurai sepenuhnya di organ perut besar, alias Rumen.

Penulis: Samsul Arifin | Editor: Anugrah Fitra Nurani
Istimewa
Salah satu tim melakukan komposting tanah tercemar Crude Oil di Laboratorium Departemen Lingkungan ITS, Senin, (8/10/2018). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Saat sapi disembelih, biasanya terdapat sisa makanan sapi yang belum terurai sepenuhnya di organ perut besar, alias Rumen.

Kota Surabaya sendiri memiliki banyak sekali rumah potong sapi.

Biasanya, sisa makanan ini dari hasil pemotongan sapi langsung saja dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

(Tanggul Lapindo Ambles dan Berpotensi Jadi Bencana Besar, Anggota DPR RI Langsung Gelar Sidak)

(Manfaat Mandi Air Dingin di Pagi Hari, dari Menghilangkan Depresi hingga Menurunkan Berat Badan!)

Hal inilah yang dimanfaatkan kembali oleh Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), Prof Yulinah Trihadiningrum bersama beberapa mahasiswanya.

Mereka berhasil memanfaatkan limbah sisa makanan sapi menjadi obat penawar limbah B3 dari tanah bekas pertambangan.

Guru besar dari Departemen Teknik Lingkungan ITS tersebut menjelaskan, sisa makanan sapi yang telah dikomposting memiliki kandungan Fosfor (P) dan Nitrogen (N2) yang cukup tinggi.

Bila digabung dengan sampah kebun, akan sangat efektif untuk memberi makan bakteri yang bertugas menguraikan tanah pada daerah bekas pertambangan yang beracun.

Menurut Yulinah, bakteri yang sudah ada dalam tanah tersebut, bila dapat kebutuhannya terpenuhi, bisa menghasilkan biosurfaktan.

(Air PDAM di Kota Blitar Macet Sepekan Terakhir, Kebocoran dan Penyumbatan Pipa Jadi Penyebabnya)

(Manfaat Mandi Air Dingin di Pagi Hari, dari Menghilangkan Depresi hingga Menurunkan Berat Badan!)

“Selain itu, biaya untuk pembuatan surfaktan tersebut masih bisa dikatakan sangat murah,” papar lulusan doktor bidang Manajemen Kualitas Air dari University of Antwerp, Antwerpen, Belgia ini, Senin, (8/10/2018).

Hematnya, biosurfaktan merupakan senyawa yang bisa menggabungkan antara molekul air dengan molekul minyak.

Biosurfaktan tersebut selain merupakan senyawa alamiah, juga tidak berbahaya sama sekali bagi lingkungan hidup.

Yulinah mengatakan sebenarnya biosurfaktan secara komersial sudah ada, namun masih berbasis dengan reaksi-reaksi kimia.

Sehingga setelah pemakaian ‘deterjen’ komersial tersebut, akan terdapat sisa-sisa zat kimia yang masih ada di dalam tanah.

Zat kimia tersebut juga dianggap belum sepenuhnya aman.

“Di samping itu semua, ‘deterjen’ komersial juga dinilai cukup mahal ketimbang ‘deterjen’ dari rumen sapi,” ujarnya.

(Tanggul Lapindo Ambles dan Berpotensi Jadi Bencana Besar, Anggota DPR RI Langsung Gelar Sidak)

(Berikut Update Klasemen F1 2018 usai Lewis Hamilton Menangi F1 GP Jepang)

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved