Kasus Prostitusi, Ideologi Patriarkis Dominan dan Penyewa Jasa Tak Diekspos, Ini Ungkap Dosen Unair
Kasus Prostitusi, Ideologi Patriarkis Dominan dan Penyewa Jasa Tak Diekspos, Ini Ungkap Dosen Unair.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Berita mengenai artis yang terjerat prostitusi online masih terus bergulir.
Namun, sampai saat ini laki-laki yang diduga sebagai pemakai jasa prostitusi tersebut belum secara jelas dipublikasikan.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi berbagi pendapat.
• Robby Abbas Sebut Artis Mantan Anak Buahnya Ada yang Hamil 14 Minggu Saat Terjun Prostitusi Online
Sampai saat ini, tutur Bagong Suyanto, publik belum mendapat informasi yang jelas terkait orang yang diduga menjadi pemakai jasa prostitusi online.
"Fotonya kita tidak tahu, siapa dia tidak tahu, dan inisialnnya juga berubah-ubah," tutur Bagong Suyanto ketika ditemui di ruang Jurusan Sosiologi Unair, Senin(14/1/2019).
Mengapa demikian?
Hal tersebut, tutur Bagong Suyanto, merefleksikan bahwa cara pandang masyarakat masih bias ideologi patriarkis.
• Vanessa Angel Difasilitasi 6 Muncikari di Kasus Prostitusi Artis, Terungkap dari Digital Forensik
"Menempatkan perempuan sebagai pihak yang disalah-salahkan dan hal ini sering terjadi," jelasnya.
Seperti, tutur Bagong Suyanto, kasus Baiq Nuril.
"Baiq Nuril misalnya, dia yang disudutkan. Mengapa bukan kepala sekolahnya? Mengapa tidak mengekspos kehidupan kepala sekolahnya? Mengapa hanya Baiq Nuril?," ungkapnya.
Hal tersebut, jelas Bagong Suyanto, karena dominasi ideologi patriarkis yang membuat cara pandang menjadi bias.
"Menyalahkan perempuan. Hal tersebut tidak kita sadari karena sudah terkonstruksi sejak dahulu," tuturnya.
Hal tersebut juga berlaku pada kasus prostitusi online yang menyeret sederet artis Indonesia.
"Wajah mereka diekspos. Kehidupan mereka diekspos. Keluarga mereka juga diekspos. Tidak adil karena user atau penyewa jasa prostisusi itu sama sekali tidak diekspos," ungkap Bagong Suyanto.
Budaya populer, tuturnya, juga merefleksikan ideologi patriarkis.
Dalam sinetron, banyak adegan yang menyudutkan perempuan misalnya ungkapan "Dasar perebut suami orang!" atau ungkapan lain.
Dalam hal ini, tutur Bagong Suyanto, masyarakat harus membangun cara pandang baru terhadap perempuan.
"Kalau tidak dibenarkan, akan terus seperti ini," jelasnya.