Dewan Desak Normalisasi Sungai di Sidoarjo Dikerjakan Swakelola
Normalisasi atau pengerukan sungai merupakan upaya penting untuk mengantisipasi banjir di Sidoarjo. Karenanya, program ini harus dilaksanakan secara
Penulis: M Taufik | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Normalisasi atau pengerukan sungai merupakan upaya penting untuk mengantisipasi banjir di Sidoarjo. Karenanya, program ini harus dilaksanakan secara maksimal.
Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan berharap program normalisasi sungai bisa dikerjakan secara swakelola oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBMSDA).
"Agar beckho atau alat berat bisa terus bekerja sejak 1 Januari hingga 31 Desember. Tidak perlu menunggu lelang dan sebagainya seperti selama ini," kata Wawan, Panggilan Sullamul Hadi Nurmawan, Rabu (23/1/2019).
Ya, dari evaluasi tahun 2018 kemarin ada beberapa program normalisasi yang tidak bisa maksimal. Seperti normalisasi sungai Sidokare yang batal dikerjakan karena gagal lelang, kurang maksimalnya normalisasi Kali Buntung, dan sebagainya.
Selain itu, upaya mendesak lain yang perlu dilakukan adalah memperbanyak rumah pompa serta pompa portable untuk menyedot air yang menggenang secara cepat.
"Keterlibatan masyarakat untuk bergotong-royong bersih-bersih sungai, tidak membuang sampah sembarangan, dan tidak membangun bangunan sembarangan dan sebagainya juga penting," sambung pria asal Sukodono ini kepada Tribunjatim.com.
• Banjir Setinggi 30 cm Menggenangi Kawasan Sidoarjo Kota
• Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Sebut Masterplan Penanganan Banjir Belum Terealisasi Maksimal
• Jalur Pendakian Gunung Penanggungan di TRawas Mojokerto Ditutup Sementara
• Asyik, Liburan ke Malaysia-Banyuwangi Hanya Rp 250.000
Seperti diketahui, banyak sungai di Sidoarjo tertutup sampah. Dan di beberapa lokasi, upaya pengerukan sungai juga kerap terhalang bangunan di bibir sungai.
Program penanganan banjir, kata Wawan, selalu menjadi salah satu prioritas dewan dan Pemkab Sidoarjo. Disebut dia, Sidoarjo juga sudah punya masterplan penanganan banjir sejak tahun 2015.
"Masterplan itu terus dijalankan secara bertahap. Tapi melihat banjir yang terus terjadi setiap tahun, langkah-langkah strategis yang cepat untuk penanganan darurat juga sangat dibutuhkan," lanjutnya kepada Tribunjatim.com.
Terpisah, Ketua Fraksi PDIP Sidoarjo Tarkit Erdianto menilai bahwa penanganan banjir di Sidoarjo kurang maksimal. Selain langkah konkrit di lapangan, dari sektor anggaran disebutnya juga terkesan tidak serius.
Tahun 2018 lalu, anggaran Rp 80 miliar yang dialokasikan tidak semua terserap. Diantaranya ada proyek normalisasi Kali Sidokare senilai Rp 10 M yang gagal, serta normalisasi Kali Buntung yang juga tidak tuntas.
"Tahun 2019 ini, anggarannya malah lebih sedikit. Hanya Rp 65 miliar. Padahal kebutuhannya mencapai sekitar Rp 175 miliar," sebut politisi yang juga sebagai anggota Badan Anggaran DPRD Sidoarjo tersebut kepada Tribunjatim.com.
Tentang ide pengelolaan program normalisasi secara swadaya Dinas PUBMSDA, Tarkit menyebut bisa jadi langkah maju. Seperti dalam hal penanganan jalan rusak, selama ini untuk menambal kerusakan yang kecil-kecil, biasa dilaksanakan secara swakelola.
"Bisa saja seperti itu. Yang terpenting adalah komitmen dari Pemkab Sidoarjo. Program harus benar-benar dilaksanakan maksimal, agar hasilnya juga dirasa oleh masyarakat," tandasnya.
Sementara menurut Kabid Irigasi dan Pematusan Dinas PUBMSDA Bambang Tjatur, selama ini normalisasi dikerjakan dengan dua skema. Yaitu kontraktual atau lelang dan swakelola. Tapi mayoritas proyek normalisasi dikerjakan lewat lelang.