Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kisruh Pemangkasan Gaji Pegawai Honorer Sidoarjo Belum Ada Titik Temu

Pemangkasan gaji pegawai kontrak atau pegawai honorer Pemkab Sidoarjo dibahas dalam rapat yang digelar Komisi A DPRD Sidoarjo, Jumat (8/3/2019).

Penulis: M Taufik | Editor: Yoni Iskandar
M Taufik/Surya
Rapat yang digelar Komisi A DPRD Sidoarjo dan perwakilan Pemkab Sidoarjo rerkait pemangkasan gaji pegawai honorer, Jumat (8/3/2019). 

 TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Pemangkasan gaji pegawai kontrak atau pegawai honorer Pemkab Sidoarjo dibahas dalam rapat yang digelar Komisi A DPRD Sidoarjo, Jumat (8/3/2019).

Dalam hearing itu, dewan juga mengundang Asisten III, Asisten II, serta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pekan Sidoarjo. Tapi pembahasan persoalan ini tidak menemukan titik temu.

Dewan menilai kebijakan itu harus dibatalkan karena berdampak pada melemahnya kinerja pegawai honorer. Tapi Perwakilan Pemkab Sidoarjo malah menilai bahwa kebijakan ini sudah tepat.

Dalam pertemuan ini, dewan mengkritik habis pemotongan gaji pegawai honorer yang terkuat dengan pemberlakukan perbup 102 tahun 2018 tersebut.

Menurut Anggota Komisi A Silvester Ratu Lodo, penerapan regulasi itu sangat meresahkan. Dewan banyak menerima pengaduan dari tenaga non ASN, yang isinya meminta gaji kembali dinaikkan.

"Sebelumnya para pegawai itu bisa terima Rp 2,4 juta perbulan. Sekarang dipotong jadi Rp 1,7 juta perbulan. Angka yang dikeluhkan karena tidak cukup untuk biaya hidup selama satu bulan," katanya kepada Tribunjatim.com.

Soal Pemangkasan Gaji Honorer Jadi Rp 1,7 Juta, Dewan Panggil Pemkab Sidoarjo

Video Viral Penyelamatan Satu Keluarga Korban Banjir di Tol Ngawi-Kertosono, Begini Kronologinya

Aktif Blusukan ke Masyarakat, Bambang Haryo Raih Award Parlemen Aspiratif

Hal senada disampaikan Kusnan, juga Anggota Komisi A. Dia menilai kebijakan itu sangat tidak manusiawi.

"Idealnya gaji pekerja itu naik. Ini Pemkab Sidoarjo malah menurunkan gaji pegawainya," tukasnya kepada Tribunjatim.com.

Karenanya, Kusman meminta kebijakan itu direvisi. Jika tidak diubah, pihaknya bakal mengirim surat ke pemkab yang isinya meminta agar pemkab merevisi perbup.

Sementara menurut Choirul Hidayat, anggota dewan dari PDIP, ada pihak yang diuntungkan dari penerapan aturan itu. Namun ada juga yang dirugikan.

Misalnya dulu tenaga kontrak lulusan SD menerima gaji Rp 2,4 juta. Kini berkurang. Dia meminta pemkab lebih bijak membuat regulasi.

"Harus sama-sama diuntungkan," harapnya.

Dalam pertemuan itu, Asisten III Sri Witarsih menyebut bahwa aturan itu justru bertujuan baik. Karena selama ini tidak ada standar gaji tenaga non ASN, tenaga kontrak lulusan SD dan SMA bisa menerima besaran gaji yang setara. Tergantung dinasnya masing-masing.

Dan menurutnya, pengaturan itu juga sudah berlandaskan aturan. Yaitu Gaji PNS. Dia mencontohkan gaji ASN golongan II C (lulusan SMP) yang bekerja selama 15 tahun. Pendapatan yang diterima besarnya Rp 2.038.100.

Menurut Sri, tenaga non ASN dibutuhkan pemkab untuk mengisi PNS karena pemkab kekurangan pegawai akibat kebijakan moratorium.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved