Gelar Kirab Pusaka Reog Asli Ponorogo di Jember, Dapat Apresiasi Luar Biasa
Gelar Kirab Pusaka Reog Asli Ponorogo di Jember, Dapat Apresiasi Luar Biasa
TRIBUNJATIM.COM, JEMBER - Sejumlah pihak hingga kini masih memberikan apresiasi yang tinggi terhadap komunitas seniman dan warga Ponorogo yang hidup di Jember atas keberhasilan menggelar Kirab Pusaka Reoq untuk kali pertama sebagai proses penggalian kembali nilai-nilai tradisi seputar kesenian reog.
Miftakhul Rahman, seorang budayawan asal Jember mengungkapkan, gelar budaya reog dan kirab pusaka reog asli Ponorogo ini tidak lepas dari tangan dingin sosok mantan Pj Bupati Jember, periode 2010-2011, Zarkasih.
"Saya menganggap inisiasi ini sebagai upaya mengungkap nilai-nilai kultural adiluhung yang tersirat dalam kepribadian bangsa Indonesia," ungkap Mas Memet, panggilan Miftakhul Rahman, Sabtu, (23/3/2019), sebagaimana siaran tertulis ke Tribunjatim.com.
Meski diwarnai hujan deras sejak sore hari, setelah reda sejenak, acara Kirab Pusaka asli Ponorogo berupa Kepala Barong Dadak Merak yang berumur ratusan tahun itu, berhasil dilakukan dengan long march sejauh kurang lebih 2 km ke lokasi acara di pusat Kecamatan Balung, Jember.
Barisan Kirab Pusaka yang dipertunjukkan untuk kali pertama ke publik itu diawali para pendekar dan pesilat Cimande, para seniman reog Ponorogo beserta warok dan pembarong serta grup jaranan dan pusaka Reog dan ditutup oleh barisan grup Reog dari perwakilan 25 Grup Reog yang ada di wilayah selatan Jember.
Suharto, Dosen Fakultas Ilmu Budaya dan Bahasa Universitas Jember menyatakan, ertunjukan seni budaya reog di Jember ini sudah mengakar cukup lamat.
Ini terbukti dengan keberadaan 25 grup reog di wilayah Jember selatan yang menunjukkan eksistensi sub kultur ponoragan- warga masyarakat Jember bagian selatan.
"Dengan adanya kirab pusaka reog serta kehadiran para seniman reog beserta para warog asli Ponorogo ke Jember ini sangat menggembirakan sekali. Faktanya tanggapan publik saat acara itu digelar meski sempat hujan sangat antusias hingga jalanan di Balung macet. Silaturahmi seniman ini mesti berlanjut terus," kata Suharto, yang biasa dipanggil Mak Endon atau Mas Gendon, Sabtu (23/3/2019).
Disisi lain, Setyo Hadi, sejarawan yang saat ini getol meneliti dan menulis sejarah Sadeng-Jember juga memberikan tanggapan positif dengan rangkaian agenda seni warga Panoragan dan seniman reog asal Ponorogo khususnya keberadaan Kirab Pusaka Reog yang baru pertama kali terjadi itu.
"Saya sungguh sangat menyesal tidak bisa hadir karena ada acara di Malang, padahal peristiwa ini [Kirab Pusaka Reog asli Ponorogo] merupakan peristiwa langka, bahkan di Ponorogo saja belum pernah dilakukan. Sungguh peristiwa civil over yang menajubkan dengan dibingkai silaturahim," ucap Setyo Hadi, Alumnus Universitas Indonesia ini.
Pimpinan rombongan seniman reog Ponorogo, Langgeng Dwi mengaku pihaknya awalnya terkejut dengan adanya undangan dari warga ponorogo yang ada di jember.
"Alhamdulillah dari Ponorogo ada 17 orang yag hadir ke Balung, terdiri atas beberapa warok dan seniman pembarong khususnya maestro pembarong Kembar Mbah Suwandi-Suwondo serta seniman yang tergabung dalam yayasan reog Indonesia," katanya.
Menurut Langgeng, sebenarnya sejumlah warok sepuh awalnya berkenan ingin ikut ke Jember seperti Mbah Bikang, Mbah Gani yang merupakan warok sepuh angkatannya alm Mbah Wo Kucing.
"Saat kami nyuwon restu untuk berangkat ke Jember sekaligus mengundang beliau-beliau [Mbah Bikang dan Mbah Gani] untuk ikut, beliau-beliau sangat antusias dan ingin ikut tetapi karena kondisi kesehatan saja yang menghalangi niat untuk turut ke Jember itu. Bahkan ada ungkapan menarik Kok Jember ya yang punya ide Kirab Pusaka Reog ini," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Zarkasih yang nampak menyertai tamu, para warok dan pembarong asli Ponorogo itu mengungkapkan, bahwa pihaknya sangat memahami hubungan kultural masyarakat Jember dengan masyarakat Ponorogo.