1 Tahun Serangan Bom Surabaya
Romo Kurdo: Tanggal 13 Menjadi Kekuatan untuk Bersatu dalam Doa
Romo yang kini sudah tidak bertugas lagi di Paroki SMTB itu meyakinkan bahwa setelah kejadian itu, para umat lebih teguh dalam beriman.
Penulis: Samsul Arifin | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Samsul Arifin
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Jumat (10/5/2019) siang itu Romo Kurdo menyapa reporter TribunJatim.com dengan hangat, seperti yang selalu ia lakukan ketika bertemu umat Katolik di gereja.
Mengenakan kemeja putih bergaris-garis, pria yang bernama lengkap Alexius Kurdo Irianto itu melayani permintaan wawancara kami.
Pria asal Rembang itu pun tidak menolak ketika kami 'mengajak' kembali ke peristiwa serangan bom 13 Mei 2018 silam.
Romo Kurdo, begitu ia akrab dipanggil, punya peran penting dalam menenangkan umat Katolik, khususnya di lingkungan Paroki Santa Maria Tak Bercela (SMTB) Ngagel Surabaya ketika terjadi serangan bom pada 13 Mei 2018.
• Detik-detik Penemuan Pabrik Bom di Sri Lanka, Sempat Terjadi Baku Tembak sampai Ledakan Bom Susulan
Tentu saja, karena ketika tragedi itu terjadi, Romo Kurdo menjabat Romo Kepala Paroki SMTB, dan itu membuat tanggung jawabnya sangat besar.
"Sudah tidak ada ketakutan lagi. Peribadatan berlangsung seperti sebelum terjadi peristiwa 13 Mei 2018. Hitungan saya, setelah peristiwa itu, tiga sampai empat bulanan memang terasa ada suasana hati yang berbeda," kata Romo Kurdo, Jumat (10/5/2019).
Romo yang kini sudah tidak bertugas lagi di Paroki SMTB itu meyakinkan bahwa setelah kejadian itu, para umat lebih teguh dalam beriman.
"Iman tidak akan pernah dapat dihancurkan oleh kebencian dan ketakutan. Justru sebaliknya, iman akan dimurnikan dalam situasi hidup yang tidak mudah," kata Romo Kurdo.
• Fakta Baru Serangan Bom Srilanka, Pelaku Tersenyum dan Bercanda, Masuk Restoran Lalu Meledakkan Diri
"Dari peristiwa itu, kami merefleksikan bahwa sejarah perjalanan iman gereja selama 2000 tahun lebih justru tumbuh dan dimurnikan dalam penganiayaan, pengejaran dan penghancuran," bebernya.
Tak hanya diam, Romo Kurdo juga berperan menghilangkan trauma para umat, antara lain dengan mengadakan pendampingan.
Setidaknya ada 20 psikolog yang ia ajak untuk mendampingi para keluarga korban dan umat yang mengalami trauma psikis.
Romo Kurdo mengajak umat Katolik untuk merefleksikan peristiwa tragedi, penganiayaan dan penghancuran itu dalam iman.
• Perayaan Natal di Gereja Santa Maria Tak Bercela: Dulu Dibom Kebencian, Kini Membalas dengan Kasih
Selama rentang waktu tiga sampai empat bulan itu, Romo Kurdo mengajak umat Paroki SMTB berikut 64 lingkungan di bawahnya untuk tekun dalam Doa Rosario pada tanggal 13 di setiap bulannya.
"Maka tanggal 13 menjadi kekuatan bersama untuk bersatu dalam doa. Setiap tanggal 13 pula di sore harinya diselenggarakan kegiatan di halaman dan balai paroki bersama-sama saudara-saudari berkeyakinan lain untuk berdialog soal-soal kemasyarakatan, kemanusiaan, pluralisme, nasionalisme, persaudaraan sejati," lanjutnya.
Hingga kini, kata Romo Kurdo, sudah tidak ada lagi yang memerlukan pendampingan, seluruh umat sudah memaafkan kejadian tersebut.
Romo yang lahir pada tanggal 17 Juli 1963 tersebut meyakini kekerasan dan kebencian akan berhenti dengan mencintai.
• Polda Jatim Tangkap 49 Terduga Teroris Pasca Bom Jatim 2018, 4 di Antaranya Ditembak Mati
"Salah satu aspek mendasar dari cinta adalah pengampunan atau memberikan maaf. Tidak ada cinta tanpa pengampunan. Karena pengampunan adalah menyembuhkan diri sendiri dari luka. Betapa menderitanya orang yang tidak mau dan tidak bisa mengampuni atau memaafkan," ucap Romo Kurdo.