Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Inilah Satu-satunya Persewaan Komik Yang Masih Tersisa di Tulungagung

Ribuan buku tersusun rapi di rak yang menjulang sekitar 2,5 meter, di kios berukuran sekutar 3x4 meter di Jalan Pangeran Antasari Tulungagung.

Penulis: David Yohanes | Editor: Yoni Iskandar
Surya/David Yohanes
Mudjito memamerkan salah satu buku legendaris di kiosnya, Api di Bukit Menoreh karya SH Mintardja. 

“Kalau tahun-tahun kejayaannya, sehari saya bisa melayani 200 peminjam. Ketika itu minat masyarakat memang luar biasa,” kenangnya.

Namun ketika muncul teknologi telepon genggam, persewaan komik perlahan mengalami kemunduran. Bahkan penulis komik pun mengeluh, karena semakin sulit menjual produknya. Bersamaan dengan itu masuk komik-komik asal Jepang.

Bahkan mendiang Kho Phing Hoo datang ke Tulungagung untuk bertemu dengan Mudjito. Keduanya sempat membahas soal kemunduran komik Indonesia. Mudjito mengungkapkan, saat itu Kho Phing Hoo sampai pada kesimpulan, masanya kejayaan komik memang sudah habis.

“Kho Phing Hoo menyimpulkan, kondisi ini memang sudah tidak bisa dilawan. Sudah saatnya komik dan novel Indonesia kalah oleh kemajuan zaman,” ucap Mudjito.

Persewaan komik dan novel benar-benar ditinggalkan. Generasi selanjutnya lebih asik dengan gawainya masing-masing. Namun Mudjito tidak mau menyerah begitu saja.

Ribuan buku koleksinya masih disewakan. Satu buku dikenakan tarif Rp 2000. Jangka waktu pengembaliannya pun sangat fleksibel.

“Dulu peminjam jalau telat sehari saja mereka dikenakan denda. Dan mereka tidak ada yang protes. Tapi kalau sekarang, pinjam mengembalikan seenaknya,” tuturnya.

Baca: Cak Nun : Kota Batu Harus Punya Ciri Khas Agama, Budaya, dan Musik

Peminjam buku di kios Mudjito adalah pelanggan-pelanggan lama. Mereka yang ingin bernostalgia, kembali menemui Mudjito dan mencari bacaan favorit mereka. Namun belum tentu dalam satu minggu ada peminjam.

Kini Mudjito juga menjual buku koleksinya. Lagi-lagi pembeli adalah bekas pelanggannya era 80-an. Mereka membeli buku dari Mudjito, semata-mata untuk mendapatkan waktu baca yang lebih panjang.

Nantinya buku tersebut dijual kembali kepada Mudjito, dengan setengah harga beli.

“Misalnya dulu saya jual ke pelanggan Rp 5000. Kalau dia jual lagi, saya beli Rp 2.500. Jadi sampai sekarang koleksi saya masih utuh,” tandas Mudjito. (Surya/David Yohanes)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved