Sidang Kasus Pungli PT Akara Multi Karya, Eks Dirut PT Pelindo III: Penentuan Tarif dari Asosiasi
Sidang lanjutan kasus pemerasan oleh terdakwa Dirut PT Akara Multi Karya kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (13/6/2017).
Penulis: Aqwamit Torik | Editor: Alga W
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Aqwamit Torik
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sidang lanjutan kasus pemerasan oleh terdakwa Dirut PT Akara Multi Karya digelar di ruang sidang Garuda Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (13/6/2017).
Dalam agenda pemeriksaan saksi kali ini, dihadirkan empat saksi.
Dari keempat saksi itu, ada mantan Dirut PT Pelindo III, Djarwo Suryanto, dan Kepala Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Candra Irawan.
Baca: Sidang Kasus Pungli PT Pelindo III Periksa Saksi, Importir Malah Senang Ada PT Akara Multi Karya
Saksi Djarwo Suryanto ditanya mengenai, apakah saat PT Akara Multi Karya dan PT TPS bekerja sama, diketahui oleh PT Pelindo III?
Ia menjawab tidak perlu.
"Karena PT TPS mempunyai domain sendiri ketika melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, jadi tidak perlu persetujuan dari RUPS juga," ungkap Djarwo di depan Majelis Hakim.
Baca: Ada Aksi Saling Serobot Saat Penukaran Uang di Lapangan Kodam Surabaya, Ini yang Akan BI Lakukan
Selain itu, saat ditanyai soal penentuan tarif yang ditetapkan oleh Depo di PT TPS, Djarwo menjawab, tarif tersebut ditentukan oleh Depo itu sendiri, dalam hal ini adalah PT Akara Multi Karya.
"Itu adalah kegiatan yang dikategorikan Depo peti kemas, dan mereka punya asosiasi, dan mereka mempunyai kesepakatan tarif," imbuhnya.
Ia menjelaskan, jadi asosiasi Depo tersebutlah yang mematok tarif.
Djarwo juga mengatakan, sampai saat ini belum ada komplain terkait besaran tarif PT Akara tersebut.
Baca: Ibu Muda Selingkuh Sama Suami Teman Baiknya, Reaksi Tetangga yang Pergoki Aksi Mereka Bikin Malu
Dalam dakwaannya sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum, Catherine mengatakan, terdakwa Djarwo selaku Dirut PT Pelindo 3 bersama Agusto Hutapea, Rahmat Satria, Firdiat Firman, dan David Hutapea.
Pada tanggal 8 Oktober 2013 - Oktober 2016 memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya memberikan sesuatu barang terhadap pengguna jasa importir.
Korban juga harus membayar supaya bisa keluar dari blok W karantina area Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS).
Baca: Idap Kelainan Seksual, Pacar Cowok Ini Sampai Bunuh Diri, Curhatan Orangtuanya Memilukan
Caranya agar bisa keluar, para importir harus memberikan uang pembayaran tarif handing, on chasis, plugging dan monitoring, penumpukan, dan stripping dari tahun 2014 sampai tahun 2016.
Pembayaran ini melalui PT Akara Multi Karya sebesar Rp 84 sampai Rp 141,6 miliar, yaitu milik CV Chelsea Pratama dan CV Cherry Fruit.
"Mereka terbukti bersama-sama melakukan kejahatan pemerasan," ujar Catherine saat membacakan dakwaan.
Pemerasan tersebut bertempat di Jalan Perak Timur No 6-10, Surabaya, di blok W karantina area TPS.
Baca: Maunya Ibadah, Dua Turis Ini Malah Masuk ke Sini, Perlakuan Pengurus Masjid Selanjutnya Tak Terduga