Karena Pertimbangkan Tiga Poin Ini, Dewan Pendidikan Jatim Keberatan Soal Penerapan Full Day School
Terkait konsep full day school yang digagas Mendikbud, Dewan Pendidikan Jatim merasa keberatan.
Penulis: Adeng Septi Irawan | Editor: Alga W
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Adeng Septi Irawan
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Diketahui Mendikbud RI, Muhadjir Effendy hendak menerapkan sistem full day school bagi para siswa di seluruh Indonesia.
Terkait konsep full day school yang digagas Mendikbud tersebut, Dewan Pendidikan Jatim merasa keberatan.
"Karena melihat adanya karakter khusus pendidikan di wilayah Jawa Timur ini," kata Pengurus Dewan Pendidikan Jatim, Daniel Rohi, Senin (19/6/2017).
Daniel menjelaskan, sistem full day school tersebut bisa berefek luar biasa bagi pendidikan di wilayah tertentu Jatim.
Baca: Dinas Pendidikan Jatim Dukung Kebijakan 5 Hari Sekolah, Begini Alasannya
"Saya pikir Pemerintah perlu mengkaji ulang terkait kekurangan dan kelebihan konsep full day itu," ungkapnya.
Ia menyarankan agar Pemerintah tidak terburu-buru untuk langsung menerapkan konsep tersebut.
Penerapan full day school menurutnya, paling tidak ada harus mempertimbangkan tiga poin ini.
Yakni kondisi sosial budaya masyarakat, penyesuaian daerah, dan jenjang pendidikan.
"Jadi kebiasaaan tertentu pada suatu daerah harus juga dipertimbangkan, mendukung konsep full day school atau tidak," tandasnya.
Baca: Lebih Pilih Naik Motor Klasik daripada Mobil, Anggota Dewan DPRD Jatim Ini Sampai Koleksi Beberapa
Kemudian di poin kedua, lanjutnya, juga harus diperhatikan.
Konsep full day school lebih pas diterapkan di wilayah kota daripada desa.
Diketahui aktivitas siswa di perkotaan cenderung lebih bebas daripada di desa.
Khusus wilayah pedesaan biasanya, para siswa setelah pulang sekolah memiliki aktivitas di luar membantu orangtua.
Lagi pula, ada beberapa daerah yang menerapkan kegiatan mengaji bagi para siswa di sore hari setelah pulang sekolah.
"Kalau di desa paling para siswa setelah pulang sekolah ke sawah bantu orang tua, tapi kalau di kota kan tidak, banyak siswa yang malah main ke mall-mall usai pulang sekolah, ini yang berbahaya kan," jelasnya.
Baca: Di-PHK dari Pabriknya Bekerja Dulu, Pria Tua Ini Kini Jualan Pesawat Kayu Lawan Panasnya Surabaya
Ketiga adalah jenjang pendidikan, jangan sampai disamaratakan.
Menurutnya, penerapan full day school lebih tepat bagi kalangan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sementara jenjang lainnya, seperti SD dan SMP, belum tepat sasaran.
"Wajarlah kalau SMA atau sederajat pulang sore, hampir sebagian besar daerah di Jatim menerapkan hal tersebut," ujar Daniel yang juga Dosen Universitas Petra Surabaya ini.
Baca: Risih Tak Mau Satu Antrian Bareng Driver Ojek Online di Restoran, Status Akun Ini Bikin Netter Geram
"Saya pikir tidak masalah untuk SMA, tapi untuk jenjang SD dan SMP itu yang perlu dikaji ulang karena sistem tersebut tidak wajar," tambahnya.
Dirinya berharap, semua pihak terkait, utamanya tim pengusul, untuk mengkaji ulang konsep full day school sebelum benar-benar diterapkan di dunia pendidikan wilayah Jatim.
Baca: Meski Perawatan Wajahnya Ekstrim, Gaya Foto Roro Fitria Ini Malah Bikin Jijik Netter: Lancip Semua