Belajar Otodidak, Mantan TKI di Korea ini Produksi Snare Drum Berharga Jutaan
Inspiratif! Usaha dan kerja keras dengan penuh semangat membuat sesuatu yang beda sellau membuahkan hasil manis.
Penulis: Mohammad Romadoni | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Suara gesekan kertas amplas terdengar nyaring bertalu-talu. Seorang pria berkaus hitam terlihat sibuk memegang sebuah kayu berbentuk bundar.
Kedua tangannya dipenuhi serbuk kayu. Sesekali ia tampak membersihkan bagian kayu yang telah diamplas tersebut.
Nanang Agus Fatihin merupakan pengerajin snare drum. Pengrajin tinggal di Desa Tunglur Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri ini selalu sibuk dengan pekerjaan mengampelas bahan baku snare drum dari kayu itu untuk diolah menjadi sebuah alat musik.
Keahlian Agus sapaan akrab Nanang Agus Fatihin membuat snare drum didapatnya secara ototidak. Butuh usaha keras untuk belajar membuat snare drum berkualitas baik.
Baca: Kepincut Kopi Arabika Jawa, Pengusaha Cantik Asal Italia Rela Blusukan di Kebun Kolonial ini
Hanya bermodal dengkul, ia nekat membuat produk snare drum custom yang sudah dilakoninya pada pertengahan 2016.
Setidaknya butuh waktu sekitar dua minggu untuk membuat snare drum sampai selesai.
Terdapat tiga jenis ukuran snare drum yang dibuatnya. Mulai dari ukuran 12,13 dan 14 inchi.
Ada tiga jenis snare drum yaitu solid, ply dan stave block.
Untuk snare jenis solid dibuat dari bahan baku kayu utuh yang dibentuk memakai mesin bubut menjadi snare drum.
Baca: Inilah Usaha Sukses Puluhan Mantan TKI usai Mengais Modal Dolar di Negeri Orang
Kemudian, pada snare jenis ply terbuat dari bahan kayu yang sudah ditipiskan sekitar tiga milimeter lalu disusun melingkar.
Sedangkan, produk snare drum bikinan Agus adalah jenis stave block yakni berbahan dari susunan kayu yang telah di potong-potong. Lalu direkatkan dengan lem khusus.
Agus memanfaatkan kayu asal Indonesia untuk dipakai menjadi bahan membuat snare drum yakni berasal dari kayu sonokeling (rosewood) dan kayu waru (Hibiscus Tiliaceus).
Kendati demikian, ada beberapa hal yang paling susah untuk membuat snare drum custom ini. Mulai dari soal presisi kayu pada saat pemotongan awal. Kesulitannya itu karena ia masih memakai alat potong manual.
Snare drum buatan Agus berharga paling murah Rp 1,8 juta hingga yang paling mahal Rp 3,5 juta.
Baca: Berkat Pokdarwis, Pantai Dlodo yang Hancur Kembali Diserbu Wisatawan Lagi
Home industri snare drum ini berawal setelah dia membuka usaha studio musik yang dibangun pada 2013.
Agus yang pernah bekerja di Korea selama sepuluh tahun, mulai 2005 sampai 2015 itu lebih memilih menekuni pembuatan snare drum ketimbang berbisnis yang lain.
"Bisnis musik adalah hobi yang menguntungkan. Menurut saya kerja adalah kepuasan batin, jadi lebih nyaman kerja sendiri dari pada ikut orang," ujar Agus kepada SURYA.
Dikatakannya, snare drum hasil sentuhan tangannya itu telah mempunyai banyak pelanggan hingga ke seluruh pelosok nusantara.
Terbaru, ia mengirim snare drum ke pembeli yang berdomisili di Banda Aceh.
Saat ini ia mengaku masih menyelesaikan pesanan dari sejumlah pembeli yang berasal dari Samarinda Kalimantan Timur.
"Ini masih proses pengerjaan. Waktu untuk membuat snare drum ini lebih lama karena proses semuanya manual," ungkap pria penggemar musik rock ini.
Apa yang dilakukan Nanang Agus Fatihin merupakan wujud dari kecintaan pada dunia musik.
Sehingga dia memutuskan berkecimpung di bidang pembuatan alat musik snare drum yang tidak kalah dengan buatan luar negeri. (Surya/Mohammad Romadoni)