Nasib Tragis Para Anak Haram TKW, Malu Diolok-olok Warga, Sang Buah Hati Akhirnya 'Dibuang' di sini
Sudah jatuh tertimpa tangga. Inilah nasib para TKW yang pulang dengan membawa anak hasil hubungan di luar nikah saat bekerja di luar negeri.
Penulis: David Yohanes | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung tengah mendampingi anak-anak bawaan dari para Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Sebab selama ini mereka tidak mendapatkan hak kependudukan secara penuh.
Edy Subhkan dari LPA Tulungagung mengungkapkan, sebelumnya anak-anak TKW ini tidak mendapatkan akte kelahiran.
Namun kondisi soal anak bawaan TKW disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kemendagri kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 9 than 2016, tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran.
“Anak bawaan TKW bisa mendapatkan akta kelahiran, dengan menybut anak dari seorang ibu. Meski demikian kami masih terus melakukan pendampingan,” ujar Edy, Senin (25/9/2017).
(Ortu Jadi TKI di Malaysia, Siswi SMP ini Ditelpon Orang Tak Dikenal, Malah Keperawanan yang Hilang)
Sebab menurut Edy, ada keluhan masyarakat bahwa akta “anak seorang ibu” masih belum bisa diterima sepenuhnya. Misalnya, untuk mendaftar sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Akademi Militer (Akmil).
“Kami masih cek kebenarannya, karena aduan yang masuk ke kami seperti itu. Seharusnya akta apapun bisa mendapatkan layanan pemerintah sepenuhnya,” tegasnya.
Selama ini TKW yang banyak membawa pulang anak di luar pernikahan atau anak haram, kebanyakan dari timur tengah, Malaysia, Pakistan dan Banglades.
(Pengamat Intelijen: Hati-hati Operasi Asing Sengaja Adu Domba Panglima TNI, Kapolri dan Kepala BIN)
Namun LPA tidak ada data pasti jumlah mereka. “Kami masih terus melakukan penyisiran bersama Dispendukcapil. Tujuannya untuk sinkronisasi akta kelahiran dan hak anak lainnya,” tandas Edy.
Koordinator Pekerja Sosial, Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT-PSAI)
Tulungagung, Sunarto menambahkan, jumlah anak bawaan TKW ini belum terupdate. Namun dari tahun 2010 hingga sekarang, jumlahnya ratusan.
Sebagai langkah awal, mereka harus dibantu agar punya akta kelahiran lebih dulu. Sebab tanpa akta kelahiran, mereka akan kehilangan hak pengakuan warga negara.
“Anak-anak ini memang butuh pendampingan khusus, agar mereka tidak down dengan kondisinya yang tanpa ayah,” ujar Sunarto.
ULT PSAI juga melakukan penguatan keluarga dan anak. Jangan sampai terjadi kasus penelantaran anak, karena ibunya malu mempunyai anak tanpa suami.
Jika anak bawaan TKW ini terlantar, maka alternatif terakhir akan dititipkan ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
Koordinator Migrant Centre Tulungagung, Widi Harianto mengungkapkan, selama ini anak bawaan TKW sudah mendapat layanan akta.
Sejauh ini layanan ini sudah berjalan baik dan tidak ada kendala. “Sudah ada Pokja khusus yang menangani. LPA salah satu anggota Pokja,” ujar Hari, panggilan akrabnya.
(Ketemu Presiden Jokowi, Arsy Putri Ashanty Minta Sepeda, Reaksinya Bikin Gemes Saat Dilarang Anang)
Namun yang menjadi kendala, anak bawaan TKW ini kerap menjadi masalah sosial.
Anak bawaan ini menjadi bahan olok-olok warga sekitar. Karena itu banyak TKW yang menitipkan anak bawaan di Surabaya atau di Jakarta.
Jika mental mereka sudah siap, anak bawaan ini akan diadopsi dan dibawa pulang. Namun bagi TKW yang siap mental, mereka tidak mempedulikan omongan lingkungan.
“Ada pula yang langsung membawa pulang anaknya, mereka sudah tidak peduli dengan segala resiko,” pungkasnya. (Surya/David Yohanes)