Pilkada Bangkalan
Cabup Bangkalan Diduga Lakukan Money Politics ke Kades, Bawaslu Pusat Langsung Turun, Hasilnya
Bawaslu Pusat langsung bergerak cepat menelisik kasus dugaan money politics pertama di Indonesia yang terjadi di Pilkada Bangkalan.
Penulis: Ahmad Faisol | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, BANGKALAN - Kasus dugaan politik uang atau money politics yang terjadi menjelang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Bangkalan mendapat perhatian serius dari Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI Abhan.
Ia bersama rombongan melakukan supervisi ke Kantor Panitia Pengawasan Pemilu (Pawaslu) Bangkalan, Jalan Pemuda Kaffa, Selasa (20/2/2018) sekitar pukul 23.00 WIB.
"Karena kami mendengar ada beberapa laporan. Kami berharap bisa dilanjutkan hingga proses penyidikan," ungkap Ketua Bawaslu RI Abhan.
Ia menegaskan, Bawaslu RI akan mem-back up agar kasus laporan dugaan money politics bisa terus diproses sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang ada.
"Ini proses masih di Panwaslu Bangkalan. Masih ada waktu untuk menggali bukti-bukti dan klarifikasi ke pihak-pihak terkait," tegasnya.
Mantan Ketua Bawaslu Propinsi Jawa Tengah itu menjelaskan, hasil dari proses pengumpulan data dari keterangan para saksi pelapor ataupun terlapor nantinya akan dibawa ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
"Apakah sudah memenuhi unsur praktik money politics atau tidak, diketahui dari hasil rapat pleno bersama Gakkumdu," jelasnya.
Kasus dugaan money politics di Kabupaten Bangkalan ini merupakan laporan pertama dalam sejarah pilkada serentak di Indonesia.
"Jika sudah masuk ke tahapan penyidikan, itu menjadi ranah pihak kepolisian. Sesuai aturan, masa kampanye penyidikan selama 14 hari," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Desa (Kades) Pesanggrahan, Kecamatan Kwanyar bersama kuasa hukumnya, M Soleh melaporkan Cabup Farid Alfauzi atas dugaan praktik money politics ke Panwaslu Kabupaten Bangkalan, Minggu (18/2/2018).
Di hadapan awak media, Soleh menuturkan praktik dugaan money politics dilakukan Cabup Farid dengan memberikan uang kepada sekitar 30 kades. Setiap kades disebutkan Soleh, diberi uang senilai Rp 10 juta.
"Uang senilai itu merupakan bentuk downpayment (DP) atau uang muka. Diberikan di rumah Cabup Farid di Galaxy Bumi Permai Surabaya, Jumat (16/2/2018) malam," tutur Soleh kala itu.
Tanpa diduga, pelapor Kades Pesanggrahan tiba-tiba mencabut laporan tersebut pada Selasa (20/2/2018). Pencabutan laporan disampaikan melalui surat yang diantar oleh perangkat desa ke Kantor Panwaslu Kabupaten Bangkalan.
Ketua Panwaslu Kabupaten Bangkalan Mustain Saleh menyatakan, kendati pelapor telah mencabut laporannya, proses klarifikasi tambahan tetap dilanjutkan. Termasuk terus menggali bukti-bukti dan memperdalam keterangan para saksi.
"Karena ini bukan delik aduan. Jika telah memenuhi dua alat bukti, maka kami akan limpahkan ke pihak kepolisian. Masih ada waktu hingga besok (Kamis)," kata Mustain.
Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan pelapor mencabut laporannya. Itu dikarenakan pihaknya tidak bertemu langsung dengan pihak pelapor saat mencabut laporannya.
Selain pencabutan laporan, Panwas Kabupaten Bangkalan kembali menerima seorang pelapor yang membawa tiga saksi dari Kecamatan Tanah Merah, Selasa (20/2/2018).
Mustain menyebutkan, satu dari tiga orang saksi itu adalah kades. Sementara dua saksi lainnya yakni warga biasa.
"Ada LSM melapor, materi dan objek laporannya sama. Dua saksi itu mengaku berada di rumah terlapor (Cabup Farid). Hari ini kami periksa mereka," tegas Mustain.
Terstruktur, Sistematis, dan Masif
Disinggung terkait pernyataan Kuasa Hukum M Soleh bahwa praktik money politics yang dilakukan Cabup Farid termasuk kategori masif, Mustain belum bisa memastikan sebelum proses klarifikasi berjalan tuntas.
"Kami tidak punya kuasa untuk memanggil paksa para saksi. Seperti kemaren (Senin) kami panggil 22 saksi tapi tak seorangpun hadir," katanya.
Menurutnya, sesuai Peraturan Bawaslu Nomor 13 Tahun 2017, maksud pelanggaran administrasi Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) apabila praktik money politics terjadi minimal 50 persen dari jumlah kecamatan di kabupaten yang menggelar pilkada.
Mustain mencontohkan, terjadi money politics di 9 kecamatan di Kabupaten Bangkalan yang memiliki 18 kecamatan.
"Atau terjadi di 50 persen dari jumlah desa di satu kecamatan. Misal di Kecamatan Kwanyar dengan jumlah 18 desa, ada 9 kades menerima uang. Itu baru disebut TSM," paparnya.
Ia menambahkan, kehadiran Bawaslu RI ke Kabupaten Bangkalan menjadi sebuah shock theraphy bagi daerah lain. Bahwa praktik money politics sangat berbahaya.
"Sudah jelas bisa dipidana. Bahkan bisa berujung pada diskualifikasi calon," pungkasnya. (Surya/Ahmad Faisol)