21 Mei 20 Tahun Lalu - Suasana Mencekam di Jakarta, Lengsernya Soeharto, hingga Pidato Terakhirnya
Hari ini tepat 20 tahun silam, 21 Mei 1998, tercatat sebagai salah satu momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Penulis: Ani Susanti | Editor: Agustina Widyastuti
TRIBUNJATIMCOM - Hari ini tepat 20 tahun silam, 21 Mei 1998, tercatat sebagai salah satu momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebab, pada Kamis pagi itu, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Tanggal 21 Mei merupakan peringatan reformasi.
Peluang Investasi Besar, Kadin Jatim Minta Pemda Terbuka Soal Perizinan
Dilansir dari Banjarmasin Post, reformasi 1998 adalah peristiwa bergantinya kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun di bawah pimpinan Presiden Soeharto dan berlanjut dengam Orde Reformasi hingga sekarang.
Suasana di Jakarta terasa mencekam pada 20 Mei 1998.
Dikutip dari buku Dari Gestapu ke Reformasi: Serangkaian Kesaksian (2013) yang ditulis wartawan senior Salim Said, ini bermula saat Amien Rais mengajak masyarakat memadati lapangan Monumen Nasional untuk menuntut mundurnya Soeharto.
Namun, permintaan Amien Rais itu mendapat penentangan dari ABRI.
Terjadi Ledakan Keras Seperti Bom Saat Kebakaran Dahsyat di Ngoro Mojokerto
Dilansir dari Kompas.com, kekhawatiran petinggi militer memang beralasan.
Sebab, jika massa gagal dikendalikan, dikhawatirkan massa akan merangsek ke sejumlah obyek vital.
Seperti Istana Kepresidenan, Mabes TNI AD, Studio RRI, hingga kantor kementerian lain.
Petinggi ABRI tak ingin mengambil risiko.
Libur Panjang Hari Waisak Akhir Mei, Penumpang di Terminal Purabaya Surabaya Diprediksi Naik Segini
Sejumlah tentara lengkap dengan kendaraan tempur pun diturunkan.
Kawasan Monas ditutup dari segala penjuru.
Barikade kawat berduri dipasang.
Jakarta memang mencekam.
Melihat kondisi tersebut, Amien Rais pun membatalkan pengumpulan aksi massa di Monas pada 20 Mei 1998.
Amien tidak ingin people power berubah menjadi tragedi berdarah.
Masuki Bulan Ramadan, Penumpang Kereta Api Turun Drastis hingga 20 Persen
Meski tak ada pengumpulan massa, Soeharto tetap terpojok.
Sebab, 14 menteri di bawah koordinasi Menteri Koordinasi Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita membuat langkah mengejutkan.
Ginandjar bersama 13 menteri menolak permintaan Soeharto untuk bergabung dalam Komite Reformasi.
Dalam surat yang disampaikan, ke-14 menteri itu bahkan meminta Soeharto mundur.
Rencana Soeharto untuk membentuk Komite Reformasi dan terjadinya transisi kepemimpinan hingga pemilu mendatang gagal.
Didakwa Sebar Info SARA, Anggota FPI ini Kena Pasal Berlapis
Setelah 32 tahun berkuasa, Jenderal Besar yang menyandang lima bintang di pundak itu memilih mundur.
Pidato Terakhir Soeharto
Presiden Soeharto menyatakan mundur setelah berkuasa selama 32 tahun, terhitung sejak dia mendapat "mandat" Surat Perintah 11 Maret 1966.
Pidato pengunduran diri Soeharto dibacakan di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB.
Jauh dari Keluarga, Begini Cara Pemain Arema FC Dalmiansyah Matutu Obati Rindu Rumah Saat Puasa

Presiden Soeharto mengumumkan mundur dari jabatannya di Istana Merdeka, pada 21 Mei 1998.
Pidato Presiden Soeharto itu menjadi sangat fenomenal dan bersejarah karena menjadi tonggak perubahan kekuasaan Indonesia.
Dikutip dari Kompas.com edisi Kamis 21 Mei 2016, pada Kamis, 21 Mei 1998 sekitar pukul 09.00, Soeharto sudah mengenakan safari warna gelap dan berpeci.
Ada Dewi Perssik sampai Raisa, 5 Artis Bersuara Merdu ini Ternyata Jago Ngaji, No 4 Nggak Nyangka!
Dengan langkah tenang, dia meninggalkan Ruang Jepara yang ada di Istana Negara menuju Ruang Credentials.
Dia kemudian berdiri di depan mikrofon.
Dengan nada suara yang datar, tanpa emosi, Soeharto mengucapkan:
"Assalamual’aikum warahmatullahi wabarakatuh
Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut, dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi tersebut perlu dilaksanakan secara tertib, damai dan konstitusional demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII.
Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara yang sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik.
Oleh karena itu dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945, dan setelah dengan sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, kamis 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia, saya sampaikan di hadapan Saudara-saudara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang juga adalah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(selanjutnya pidato Soeharto membacakan tulisan tangannya)
Sesuai dengan Pasal 8 UUD ’45, maka Wakil Presiden Republik Indonesia Prof. H. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden Mandataris MPR 1998-2003.
Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini, saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangannya. Semoga Bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 45-nya.
Mulai ini hari Kabinet Pembangunan ke VII demisioner dan pada para menteri saya ucapkan terima kasih.
Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya Saudara Wakil Presiden sekarang juga agar melaksanakan pengucapan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung Republik Indonesia,"
Dengan demikian, Soeharto pun menyerahkan kekuasaannya kepada Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
Setelah Bekraf, Giliran Kemenkop UMKM Garap Ekonomi Kreatif Banyuwangi
Yuk subscribe Channel TribunJatim.com lainnya:
YouTube:
Instagram: