Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Tewas di Kamar Kos, Siswi 16 Tahun Tulis 4 Surat Wasiat, Informasi Penting Soal Korban Terkuak

Gadis cantik itu ditemukan tewas mengerikan di kamar kosnya. Empat lembar surat wasiat ditemukan. Isinya bikin merinding

Penulis: Samsul Hadi | Editor: Januar
TribunJatim.com/ Samsul Hadi
Lokasi tewasnya EPA dan surat wasiat 

Tubuh Mariani langsung lemas begitu melihat anak asuhnya meninggal dengan cara tragis.

Mariani merupakan pengasuh EPA sejak kecil. Mariani ikut tinggal di tempat kos bersama EPA.

Sedangkan rumah orang tua EPA berada di Kelurahan/Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Setelah lulus SD, EPA melanjutkan di salah satu SMP negeri di Kota Blitar.

Lalu, EPA tinggal di tempat kos di Jl A Yani bersama pengasuhnya, Mariani.

Mariani tidak tahu persis apa motif yang membuat anak asuhnya nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.

Tetapi, belakangan, EPA memang agak kecewa karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA negeri favorit di Kota Blitar.

Sebab, sistem penerimaan siswa baru SMA di Kota Blitar menggunakan sistem zonasi.

Sistem zonasi ini memang memprioritaskan anak yang berdomisili di Kota Blitar.

Sedangkan domisili EPA masih ikut orang tuanya di Kelurahan/Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.

"Soal itu, orang tuanya sudah berusaha menenangkannya.

Orang tuanya meminta EPA agar melanjutkan SMA di Srengat," ujar Mariani.

Tinggalkan surat wasiat

Remaja 16 tahun, EPA, sempat menulis surat wasiat sebelum ditemukan tewas gantung diri di kamar kos. I

si salah satu surat wasiat itu meminta keluarga segera mengkremasi jenazahnya dan tidak usah memasang bendera putih di rumah.

"Kami sudah tanyakan ke keluarga itu memang tulisan tangan korban. Surat wasiatnya sudah kami amankan," kata Kasat Reskrim Polres Blitar Kota, AKP Heri Sugiono, Rabu (30/5/2018).

Ada empat surat ditulis tangan yang ditinggalkan EPA di kamar kos sebelum mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.

Satu surat berisikan tentang biodata EPA.

Dalam surat itu EPA juga meminta maaf ke keluarga.

EPA juga mengucapkan terima kasih kepada ibunya yang telah kerja siang malam untuk dirinya.

Dia juga mengucapkan terima kasih kepada kakak-kakaknya yang telah mendukungnya selama ini.

Lalu ada surat wasiat yang ditujukan ke ibunya.

Dalam surat itu, EPA meminta keluarga agar segera mengkremasi jenazahnya.

EPA juga meminta keluarga agar tidak memasang bendera putih di rumah.

Dia juga meminta ibunya tidak buka praktik sampai Lebaran.

Dia juga meminta maaf ke keluarga pemilik tempat kos karena sudah melakukan bunuh diri di lokasi.

"Jangan tunjukkan ke orang banyak bahwa aku telah menyerah," tulis EPA.

Surat berikutnya ditujukan ke pengasuhnya, Mariani.

Dalam surat itu, EPA memanggil Mariani dengan sebutan Maklek.

Dia mengucapkan terima kasih ke Maklek yang sudah merawatnya sejak kecil.

Dia juga meminta maaf ke pengasuhnya itu.

Surat terakhir, juga ditujukan ke pengasuhnya.

Dia meminta pengasuhnya agar tidak teriak memanggil orang di sekitar lokasi.

Dia meminta Maklek untuk menghubungi nomor telepon RSUD Mardi Waluyo.

Di surat itu, dia mencantumkan nomor telepon RSUD Mardi Waluyo.

Dia juga bilang ke Maklek kalau kartu BPJS sudah disiapkan di dalam amplop.

"Kami masih mendalami motif bunuh diri yang dilakukan korban," ujar AKP Heri Sugiono.

Menurut Heri, hasil keterangan dari kakak korban, korban nekat bunuh diri karena ada masalah keluarga.

Soal kabar EPA bunuh diri karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar, Heri belum tahu.

"Keterangan kakaknya, korban sedang ada masalah keluarga. Sekarang belum waktunya pendaftaran SMA," kata Heri.

Sebelumnya, EPA (16) ditemukan tewas bunuh diri di kamar kos, Jl A Yani, Kelurahan/Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Selasa (29/5/2018).

Siswi yang baru lulus SMP tahun ini ditemukan tewas dengan cara menggantung di pintu kamar kos.

Jasad EPA pertama kali ditemukan menggantung di kusen pintu kamar oleh Mariani.

Tubuh Mariani langsung lemas begitu melihat anak asuhnya meninggal dengan cara tragis.

Mariani merupakan pengasuh EPA sejak kecil.

Mariani ikut tinggal di tempat kos bersama EPA.

Sedangkan rumah orang tua EPA berada di Kelurahan/Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.

Setelah lulus SD, EPA melanjutkan di salah satu SMP negeri di Kota Blitar. Lalu, EPA tinggal di tempat kos di Jl A Yani bersama pengasuhnya, Mariani.

Mariani tidak tahu persis apa motif yang membuat anak asuhnya nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.

Tetapi, belakangan, EPA memang agak kecewa karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA negeri favorit di Kota Blitar.

Sebab, sistem penerimaan siswa baru SMA di Kota Blitar menggunakan sistem zonasi.

Sistem zonasi ini memang memprioritaskan anak yang berdomisili di Kota Blitar.

Sedangkan domisili EPA masih ikut orang tuanya di Kelurahan/Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.

"Soal itu, orang tuanya sudah berusaha menenangkannya. Orang tuanya meminta EPA agar melanjutkan SMA di Srengat," ujar Mariani. (Sha)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved