Tambak Garam Tahan Cuaca dan Berteknologi Canggih Dibangun di Pamekasan
Menristekdikti meresmikan pembukaan tambak garam canggih dan tahan cuaca yang dikembangkan Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Penulis: Muchsin Rasjid | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM, PAMEKASAN - Menteri Riset,Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, meresmikan pembukaan tambak garam laboratorium lapang Pusat Unggulan Iptek (PUI) Garam, yang dikembangkan Universitas Trunojoyo Madura (UTM) di Desa Padellegan, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, Senin (11/6/2018) petang.
Pada saat yang sama, di desa itu juga, Menrisetdikti menyaksikan penguatan kelembagaan dan penandatangan kerja sama yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bakti Bangsa (STIBA) dengan Politeknik Negeri Madura, Universitas Madura (Unira), Universitas Islam Madura (UIM) dan Pusat Riset Kelautan BRSDM KP di Lembaga Riset kelautan UPT Sumber Daya Air Laut KKP RI Pamekasan.
Usai acara, Mohamad Nasir, kepada Tribunjatim.com, mengatakan, untuk meningkatkan produksi garam yang lebih baik, maka proses pembuatan garam di Madura, harus menggunakan teknologi yang tidak tergantung cuaca panas, bagaimana di musim hujan bisa memproduksi garam.
Baca: Kalah Sidang Rebutan Aset SDN Tertua di Surabaya, Risma Sebut Aneh: Padahal Tak Ada Satupun Saksi
Sebab selama ini tingkat produksi garam non teknologi, untuk setiap hectare lahan menghasilkan garam sebanyak 130 ton per tahun.
Namun jika menggunakan teknologi yang kini dikembangkan oleh perguruan tinggi, hasilnya bisa meningkat. Setiap hektare lahan menjadi 390 ton per tahun.
Namun, kalau teknologi garam dari Jepang ini hanya dibangun di Madura, untuk memenuhi kebutuhan garam nasional sebanyak 4,4 juta ton per tahun tidak cukup.
Sedangkan produksi garam secara nasional antar 1,2 – 1,6 juta ton pertahun. Itupun kalau cuacana panasnya tinggi.
“Untuk menutupi kekurangan ini, maka kita harus impor. Nah, kalau kita impor garam, problemanya nengara kita akan menderita kerugian cukup besar, terutama industri yang merasakan dampaknya. Dengan kondisi ini, produksi harus kita tingkatkan yang lebih baik,” ujar Nasir.
Baca: Jelang Lebaran, Risma Bagi-bagi Puluhan Motor Trail, Inilah Lembaga yang Ketiban Pulung
Menurut Mohammad Nasir, teknologi garam yang dimaksud, yakni bagaimana mendapatkan air laut dan dalam proses penuaan lebih cepat.
Begitu juga ketika air laut itu ditebar ke lahan garam untuk dikristalisasi, selama ini membutuhkan waktu antara 8 – 10 hari, dengan teknologi baru ini, waktunya bisa 3 – 4 hari saja.
Bila teknologi ini sudah dikembangkan, tentu bagaimana masyarakat bisa menikmatai teknologi ini. Caranya, pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk teknologi agar garam bisa diproduksi sebaik-baiknya.
“Kami targetkan nanti, untuk teknologi garam ini, selain dikembangkankan di pantura Jawa, juga di Cibuntu Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur,” papar Mohammad Nasir.
Baca: Ritual Pemakaman Raja Viking Paling Mengerikan, ke Alam Baka Ditemani Wanita Berbalut Budaya Sperma
Direktur PUI Garam UTM, Mahfudh, saat mendampingi Wakil Rektor II, Bidang Administrasi dan Keuangan, UTM, Abdul Azis Jakfar, mengatakan, teknologi yang akan dikembangkan di atas lahan seluas 4 hektare ini, lebih difokuskan kepada garam sehat pangan kaya mineral.
Proses kerja teknologi garam ini, air laut yang bersih dimasukkan lalu diputar secara vertical, sehingga menghasilkan bome yang lebih tinggi untuk diendapkan menjadi garam lebih cepat, menggunakan pendekatan memaparkan air laut ke udara dan panas matahari dengan harapan baunya mudah lepas.
Teknologi ini harus dikombinasikan dengan teknologi salt house (teknologi rumah garam). “Kalau air lau tua yang kita hasilkan, maka ada dua system. Yakni di kala musim kemarau air laut diendapkan di meja garam seperti biasanya, sedang di kala musim penghujan, air laut diendapkan di rumah garam, sehingga prose pembuatan garam ini tidak terganggu oleh musim,” kata Mahfudh.
Baca: Rumah Mewahnya Digeledah KPK, Anak Wali Kota Blitar Ungkap Hal Penting tentang Bapaknya