Awalnya Dikira Kelelahan Biasa Usai Main, Arya Koma 14 Hari, Fakta Penyakitnya Diungkap Sang Ayah
Arya sudah koma selama 14 hari. Awalnya hanya dikira kelelahan usai main sama temannya. Namun, sang ayah ungkap fakta sebenarnya
"Padahal biasanya, dua kali plasmapheresis orang yang terkena GBS akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik, tapi ini belum. Dokter juga bilang semoga ada keajaiban dari Allah," ujar Apit dengan nada suara pelan.
Kemudian, selama ini, pengobatan Arya menggunakan jalur umum.
Pasalnya, awalnya Arya tidak memiliki BPJS.
"Setelah Arya dirawat, saya segera mengurus pembuatan BPJS. BPJS keluar pada hari setelah lebaran, tapi karena saat awal masuk Arya lewat jalur umum, maka BPJS tersebut tidak bisa digunakan," kata Apit menjelaskan.
Saat pendaftaran awal, dia juga sudah melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan akan mendapatkan bantuan dana 5 juta.
Tapi, karena ada kendala administrasi, Arya belum mendapatkan bantuan dana tersebut.
Di ruangan PICU, alat bantu pernafasan dan alat medis lainnya terpaksa harus menempel di tubuh mungil bocah berusia enam tahun itu.
Matanya terpejam, kepalanya tampak terbaring di atas bantal berwarna kuning.
Sementara, guling kecil berwarna merah muda terlihat ditempatkan di samping bocah asal Kampung Campaka, Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung,
Apit tampak duduk setia menunggu bersama istrinya, Yani, di kursi tunggu yang tak jauh dari ruang PICU.
Saat berbincang, sesekali dia mencoba melempar senyum seolah sedang menyembunyikan kesedihan yang begitu mendalam.
Ketika bercerita, tak jarang Apit dan Yani saling bertatapan.
Saat ini, mereka sedang mengalami kendala biaya selama di rumah sakit.
Apit mengatakan, jika ditotalkan dari hari pertama masuk hingga saat ini, dia harus membayar lebih dari Rp 100 juta untuk pengobatan anaknya, di mana biaya Plasmapheresis sebesar Rp 50 juta, biaya obat-obatan dari depo sebesar Rp 50 juta, dan biaya ruang PICU selama 25 hari kurang lebih sebesar Rp 62 juta.
Padahal, Apit sehari-hari bekerja sebagai guru honorer SMP MTS di Bandung dan Yani adalah seorang ibu rumah tangga.