Prabowo Subianto Baca Sajak di Kantong Prajurit, Bercerita Kematian 2 Pamannya Saat Lawan Jepang
Inilah kisah di balik sajak yang dibacakan oleh Prabowo Subianto di sela-sela berpidato
Penulis: Januar AS | Editor: Adi Sasono
"Betapa saat itu pemuda memiliki semangat membara untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Meraka yang masih berusia 16 tahun atau 17 tahun ikut mendaftar. Sujono, salah seorang taruna yang tewas di Lengkong, usianya masih 16 tahun," kata Rani, putri Letnan Sutrisno, salah satu perwira saat itu, dilansir dari Harian Kompas edisi 15 Agustus 2016.
Sementara sang kakak, Soebianto, juga gugur dalam peristiwa itu.
Pada saku baju yang dia pakai terdapat syair yang kemarin dipakai Prabowo dalam pidato kebangsaannya.
Dalam Harian Kompas, Julius Pour menulis bahwa syair itu merupakan penggalan puisi karya Henrietter Roland Holst yang tertulis dalam Bahasa Belanda.
Margono Djojohadikusumo, yang juga kakek Prabowo, meminta Rosihan Anwar untuk menggubahnya dalam Bahasa Indonesia.
Bunyi syair itu menjadi: "Kami bukan pembina candi/ kami hanya pengangkut batu/ kamilah angkatan yang pasti musnah/agar menjelma angkatan baru..." Untuk mengenang dua adiknya, Soemitro Djojohadikusumo kemudian memberikan dua nama itu kepada anaknya: Prabowo Soebianto dan Hashim Soejono.