Rumah Politik Jatim
Soal Pidato Prabowo Subianto, Agus Yudhoyono Ngaku Senang, Pakar Komunikasi Soroti Gaya Pidatonya
Beragam reaksi muncul pasca Prabowo Subianto sampaikan pidatonya. Agus Yudhoyono mengaku senang
Penulis: Januar AS | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat mengapresiasi program yang disampaikan Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto pada pidato politik di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Senin (14/1/2019) berjudul Indonesia Menang.
AHY menegaskan partainya mendukung penuh program tersebut.
"Beruntung saya bisa hadir dalam paparan sekaligus pidato politik dan visi misi Prabowo-Sandi yang sudah kita dengarkan bersama," kata AHY ketika ditemui seusai acara.
AHY sepakat dengan Prabowo.
• Prabowo Subianto Diprotes Pendukungnya Saat Bilang Akan Lanjutkan Program Jokowi
Ia menyebut gagasan Prabowo tersebut merupakan realita yang ada di masyarakat selama ini.
"Beliau mengutarakan apa yang dirasakan rakyat hari ini," katanya kepada Tribunjatim.com.
"Program-program beliau menjadi hasil dari diskusi dan dialog bersama elemen masyarakat di tanah air," kata pria pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2017 silam tersebut.
Ia menambahkan bahwa Demokrat mengapresiasi sikap Prabowo yang kembali menghidupkan program Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Umum Demokrat, yang juga mantan Presiden dua periode (2004-2009 dan 2009-2014).
"Saya sebagai perwakilan keluarga besar partai Demokrat tentunya merasa senang ketika program pro rakyat yang selama ini dijadikan policy kebijakan Pak SBY selama sepuluh tahun kembali digemakan oleh beliau andai kelak menjadi Presiden," kata AHY yang juga putra sulung SBY ini kepada Tribunjatim.com.
Menurutnya, program peningakatan ekonomi seperti halnya yang dilakukan SBY, seharusnya menjadi prioritas pemerintah. "Tentunya, program pro rakyat bisa difokuskan pada pengentasan kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan juga melawan ketidakadilan di negeri ini," kata AHY.
Melalui penyampaian program bertajuk "Indonesia Menang", ia menyebut menjadi semangat baru dalam menggalang pemenangan. "Mudah-mudahan dengan jargon baru, Indonesia Menang, mudah-mudahan Indonesia menang di negerinya sendiri," katanya.
"Jangan sampai kita yang seharusnya sudah semakin menikmati kemerdekaan, pembangunan, namun masih yang termaginalkan atau tersisihkan," katanya. (bob/TribunJatim.com).
Terlalu ofensif
Pidato politik calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto di Jakarta Convention Center, Senin (14/1/2019) mendapatkan sorotan dari pengamat komunikasi politik Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo.
Pidato yang dinamai Prabowo sebagai pidato Indonesia Menang itu menurut Suko Widodo justru lebih banyak memuat penyataan-pernyataan menyerang namun tidak diimbangi dengan tawaran gagasan baru.
Padahal seharusnya pidato ofensif sebaiknya juga diimbangi dengan gagasan, dan inovasi baru supaya pesan menbawa perubahan bisa tersampaikan.
"Dalam pidatonya, Prabowo lebih banyak ofensif ketimbang menawarkan gagasan baru," kata Suko Widodo usai menonton pidato Prabowo kepada Tribunjatim.com.
Sayangnya, pidato Prabowo yang ofensif alias menyerang itu juga tidak diimbangi dengan data statistik yang riil dan makro.
Hal tersebut menjadi poin kurang pas dalam pidato politik yang ditonton oleh masyarakat luas.
Tidak hanya itu, Suko Widodo juga mengkritisi cara dan gaya pidato Prabowo yang sangat lama durasinya.
Yaitu lebih dari satu jam yang menurutnya kurang efektif dan juga tidak begitu relevan dengan kondisi kebangsaan saat ini.
"Prabowo dalam pidatonya tadi saya menyimak dia menggunakan paradigma naratif, bercerita soal penderitaan orang-orang kecil, tidak menggunakan data statistik yang makro. Meski begitu narasinya tanggung, tidak cukup detail mengambil contoh, sepotong sepotong demi membentuk pesan utama," tambah Suko Widodo kepada Tribunjatim.com.
Dengan gaya pidato semacam itu, Suko Widodo menduga bahwa pidato itu tidak mengena pada publik. Khususnya di luar pendukung Prabowo.
"Dugaanku tidak berpengaruh pada orang di luar kelompok, lebih kuat pesannya untuk menguatkan soliditas internal karena secara substantif tidak kuat-kuat amat," jelasnya.
Meski begitu, dari pidato tersebut Suko Widodo mengambil satu kesimpulan yang merupakan keunggulan dari Prabowo. Yaitu Prabowo konsisten dari tone memyampaikan pesan dari awal hingga akhir. (Fatimatuz zahroh/TribunJatim.com).
Disebut kurang solutif
Pidato kebangsaan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto di Jakarta Convention Center (JCC) Senin (14/1/2019) malam, masih menuai komentar sejumlah pengamat politik.
Salah satunya adalah Surokim Abdussalam, dosen Komunikasi Politik dan Dekan FISIB Unibersitas Trunojoyo Madura.
Pada Surya, pria yang juga peneliti Surabaya Survey Center ini mengatakan bahwa kadar "fear" atau ketakutan kalah dalam pidato Prabowo lebih besar dibandingkan "hope" atau harapan dan "change" perubahan.
"Kadar fear ini memantik pesimisme dan respon emosional daripada critical thinkingnya. Biasanya dalam kultur masyarakat timur yang lebih tinggi context culturenya metode ini tidak efektif dan kurang daya persuasifnya. Apalagi dengan mengangkat negatif campaign. Semestinya kadar hopes and change spiritnya diperbanyak," kata Surokim, Selasa (15/1/2019).
Di sini, Surokim melanjutkan, fatsun dan mikul duwur mendem jeru masih dipegang teguh. Oposisi yang solutif biasanya bisa meraih dukungan pemilih. Tidak asal memukul tapi juga ada keterampilan mencubit.
"Menurut saya kontekstual itu yang harus diperbanyak paslon capres cawapres nomor urut 2," kata Surokim kepada Tribunjatim.com.
Selain itu, ia mengatakan intonasi naik turun dalam pidato juga perlu disesuaikan dengan konteks high context politics masyarakat timur.
Sehingga tidak membosankan untuk mematik perhatian struktur otak insani pemilih indonesia.
Serta menurut Surokim ada kandungan yang perlu ditambahkan bagi paslon capres 2 yakni menjadi oposisi bijaksana itu akan jauh lebih persuasif.
"Sebagai strategi penantang itu tidak salah hanya saja perlu diperkuat dgn daya persuasif yangg lebihh banyak menekankan pada hope dan change," kata Surokim kepada Tribunjatim.com.
Selain banyak menyampaikan fakta negatif juga harus dibalut dengan narasi-narasi optimisme dan kekuatan daya energi positif bangsa.
Agar punya daya persuasi yang tinggi di pemilih Indonesia khususnya swing dan undecided voters.
"Yang mengembirakan kita semua paslon 1 sudah memulai tradisi bagus untuk membuka diskursus medan wacana publik yang lebih terarah dan substantif. Itu patut diapresiasi," ucapnya kepada Tribunjatim.com.
Minimal bisa membuka diskusi publik untuk fokus pada hal yang strategis dan bukan perkara remeh temeh yang nihil kontribusi.
Di sisi lain menurut Surokim, pidato kebangsaan ini juga sebagai sebuah panggung depan Prabowo sebagai penantang sudah cukup progresif.
"Beliau sudah mencoba tampil ke publik dengan style strategi baru, nampak lebih enjoy fresh kendati kesan militernya masih terlihat kuat. Pilihan diksi kata2 nya juga masih nampak khas komando tidak dalam posisi kesetaraan. Namun, seabagai narasi penantang yang disampaikan ini bisa jadi cukup untuk menyentil incumbent apalagi disertai dengan ide ide alternatif ini menurut saya positif," ucapnya. (Fatimatuz zahroh/Bob/TribunJatim.com).