Puluhan Orang Sinau Agama Budha di Museum Mpu Purwa Malang, Pelajari Historis dan Arca Budha Gundul
Puluhan Orang Sinau Agama Budha di Museum Mpu Purwa Malang, Pelajari Historis dan Arca Budha Gundul.
TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Menjadi satu di antara agama tertua di Indonesia, agama Budha meninggalkan berbagai macam peninggalan bersejarah yang kental dengan beragam cerita.
Peninggalan seperti arca maupun candi bekas dari Kerajaan Budha di Indonesia menjadi bukti bahwa agama Budha pernah menjadi agama mayoritas di Nusantara.
Untuk itu, dalam melestarikan sejarah Budha, seorang ahli sejarah dan arkeolog, Dwi Cahyono membagikan ilmunya dalam acara sinau sejarah jejak Mahayana Buddhisme di Kota Malang, khususnya Malang bagian barat.
• Jeruk Jari Budha Tumbuh Subur di Kota Batu Malang, Dipercaya Bisa Sembuhkan Penyakit
Acara yang digelar di Museum Mpu Purwa, Kota Malang itu, dihadiri oleh 60 orang dari berbagai macam kalangan.
Di sana Dwi Cahyono menjelaskan mengenai perjalanan agama Budha sampai ke Kota Malang yang terkait dengan bukti berupa arca yang ada.
Diantaranya ialah arca Aksobhya yang berbentuk Budha Gundul yang kini menjadi koleksi Museum Mpu Purwa.
Melihat dari bukti yang disampaikan oleh Dwi Cahyono, arca tersebut merupakan arca budha yang mempunyai keistimewaan tersendiri.
• Hari Raya Waisak, Mbak Puti Silaturahmi dengan Umat Budha di Vihara Dharma Jaya, Blitar
Keistimewaan tersebut berasal dari nilai historis dan dari bentuk kepalanya yang gundul.
"Arca Budha Gundul ini termasuk langka, dan hanya ada tiga yang ditemukan di Indonesia, seperti yang ditempatkan di Joko Dholok dan Museum Nasional," ucapnya.
Tak hanya itu, di Kota Malang sendiri terdapat tiga koleksi arca yang berkaitan dengan agama Budha.
Selain di Museum Mpu Purwa, arca Budha juga dimiliki oleh Universitas Gajayana (Uniga) Malang.
"Ada saling keterkaitan antara arca yang satu dengan yang lain. Seperti arca yang di Uniga salah satunya," ujarnya.
Dwi Cahyono menyampaikan bahwa arca Aksobhya ini telah ditemukan sejak lama walaupun tidak ditemukan data pasti terkait penemuan arca tersebut.
Secara pasti arca ini telah banyak berpindah tempat dari tempat semula yang berada di dekat Gereja Ijen dan kini berpindah lagi menjadi koleksi Museum Mpu Purwa.
"Saya mendapati foto arca ini di awal tahun 1900 an, namun disitu tidak dijelaskan kapan arca ini dipindah dan ditemukan. Karena dalam arca ini tidak ditemukan juga tanggal pembuatan seperti yang terdapat pada arca Mahaksobhya yang ditemukan di Surabaya," ujarnya.
Melihat dari bentuknya yang hampir mirip dengan arca Mahaksobhya yang di Surabaya, Dwi Cahyono menganggap bahwa arca Aksobhya ini sezaman.
Pernyataan itu dibuktikan dengan tanggal yang tertera di arca Mahaksobya sezaman dengan Kerajaan Singosari saat dipimpin oleh Raja Kertanegara.
"Yang jelas ada keserupaaan di antara keduanya, mungkin ini ada kaitannya satu sama lain," ucapnya.
Tak hanya itu, dalam acara tersebut Dwi Cahyono berencana membedah koleksi arca yang ada di Museum Mpu Purwa.
Tujuannya ialah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat umum agar tidak hanya datang ke museum hanya untuk membaca dan melihat saja.
"Intinya ialah untuk lebih membedah setiap arca ataupun prasasti terkait rekonstruksi historis ataupun tafsir historis. Nanti setiap bulan di tahun 2019 ini akan kita gelar lagi sinau sejarah di Museum Mpu Purwa," ujarnya.
Hadir juga dalam kesempatan itu lima calon biksu muda yang turut mendengar apa yang disampaikan oleh Dwi Cahyono.
Mereka merupakan calon biksu dari padepokan Vihara Dhammadipa Arama yang terletak di Junrejo, Kota Batu.
Samanera Jayasaranu, satu di antara calon biksu yang hadir beranggapakan bahwa sinau mengenai ilmu sejarah Buddha ini sangat baik sekali terutama tentang perkembangan agama Budha itu sendiri.
Menurutnya, arca Aksobhya yang ada di Museum Mpu Purwa ini merupakan Budha Rupang.
"Dalam sudut pandang Buddhisme, itu adalah Budha Gautama dalam aliran Terawadha, jadi beliau adalah anak raja yang bapaknya adalah Suddhodana dan ibunya Dewi Mahayana. Beliau meninggalkan duniawi dan menjadi seorang bapak cita hingga mencapai penerangan sempurna," ujarnya.
Sementara itu, Wiwik Wiharti, Kasi Jarah Nitra di Museum Mpu Purwa mendukung setiap acara yang digelar di Museum Mpu Purwa.
Baginya, meseum adalah jendela informasi budaya dan ilmu pengetahuan.
"Harapan kami memang museum ini digunakan untuk proses belajar mengajar agar memberikan edukasi kepada masyarakat," tandasnya. RIFGKY EDGAR