Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Wawancara Eksklusif Pakde Karwo

10 Tahun Jadi Gubernur Jatim, Pengalaman Bareng Marsinah Ini yang Paling Berkesan Bagi Pakde Karwo

Selama 10 Tahun Jadi Gubernur Jatim, Pengalaman Bareng Marsinah Inilah yang Paling Berkesan Bagi Pakde Karwo.

Penulis: Mujib Anwar | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM/IST
Gubernur Jatim Soekarwo dan istri (Pakde Karwo dan Bude Karwo) saat pamitan kepada Bupati/Wali Kota dan pejabat Forkopimda Jatim, Senin (!2/2/2109) malam, di Gedung Negara Grahadi Surabaya. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Selama sepuluh tahun (2009-2019) memimpin Provinsi Jatim, Gubernur Jatim Soekarwo telah mengunjungi hampir semua pelosok wilayah yang ada di 38 kabupaten/kota.

Selain menyapa masyarakat, Pakde Karwo juga bertemu dengan tokoh masyarakat, Kiai, Ulama, dan para pejabat, mulai pejabat tingkat desa hinga di pemerintah pusat. 

Selama rentang satu dasawarsa tersebut, banyak pengalaman yang dirasakan Pakde Karwo, yang berkesan maupun yang terasa sulit.

Nah, di hari-hari terakhir pemerintahannya, Pakde Karwo mengungkapkan pengalaman dan 'perasaannya', dalam wawancara eksklusif dengan Mujib Anwar, Wartawan Harian SURYA (Tribunjatim.com Network), Senin (11/2/2019) siang, di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.

Dengarkan Suara yang Tak Terdengar, Tidak Ada Satupun Keputusan Politik yang Diambil Lewat Voting

Usai Jadi Gubernur, Pakde Karwo Lebih Memilih Jadi Dosen & Menulis Buku Paham Baru di Bidang Ekonomi

Berikut petikan wawancara lengkapnya:

Apa pengalaman yang paling berkesan selama 10 tahun memimpin Jatim?

Tiap Sabtu dan Mingu, saya dengan Bude Karwo keliling dari desa ke desa. Dari sinilah, saya kemudian menyadari bahwa cara berpikir dan solusi mencari silent mayority, mendengar suara yang tidak terdengar.

Ternyata mereka punya caranya sendiri, dan istri saya yang menangkap suara perasaan mereka.

Saya lihat istri saya merangkuli anak-anak dan merangkuli ibu-ibu. Dia kena penyakit yang luar biasa berat, yakni sepi di tempat ramai.

Asing di lingkungannya. Dia miskin dan tidak terdidik. Saya belajar betul tentang kehidupan dari mereka.

Suatu hari di Trenggalek, wilayah Pantai Selatan, saya bertemu Bu Marsinah, rumahnya gedeg dan sudah jebol semua. Kepada dia saya bertanya, Bu apa yang bisa saya bantu.

Ternyata jawabannya, saya kalau diberi kambing saya mau, tapi maunya kambing kacang bukan ettawa, karena dia buruh tani.

Dia tidak mau pekerjaannya sebagai buruh tani terganggu. Jadi bantuan harus yang disukai oleh orangnya.

Akhirnya benar, bahwa mendengarkan suara yang tidak terdengar itu betul. Tapi yang luar biasa adalah ketika dia didatangi.

Terlebih ketika masakan sederhana yang berupa nasi, sayur yang dihangatkan dengan lauk kerupuk yang ditawarkan ke saya dan istri habis dengan lahap kami makan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved