Kilas Balik
SBY Bandingkan 2 Wapresnya, Kondisi Hubungan dengan Jusuf Kalla yang Nyapres di 2009 Terbongkar
Siapakah yang lebih baik di antara Jusuf Kalla dan Boediono di mata SBY? Simak pengakuannya
Penulis: Januar AS | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM - Pada tahun 2004 hingga 2014, Indonesia dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY memimpin Indonesia selama dua periode.
Pada periode pertama, SBY memimpin Indonesia bersama Jusuf Kalla sebagai wakil presiden pada tahun 2004 hnigga 2009.
Lalu pada periode kedua, wapres yang mendampingi SBY adalah Boediono.
Vokalis Tampan yang Buat Luna Maya Terpesona, Sampai Dipanggil Hubby & Sexy, Bukan Faisal Nasimuddin
VIDEO VIRAL: Detik-detik Dramatis 1 Keluarga Selamatkan Korban Banjir di Ngawi yang Nyaris Tenggelam
• Pengakuan SBY Bongkar Negara yang Tak Mau Jual Tank ke Indonesia: Jangan Beli ke Negara yang Gaduh

• Reaksi SBY Saat Tahu Ada Negara yang Enggan Jual Tank ke Indonesia: Mereka Tidak Paham Indonesia
Terkait wakil presidennya, SBY pun buka suara.
Itu seperti yang ditulisnya dalam buku berjudul "SBY Selalu Ada Pilihan" terbitan Kompas tahun 2014 lalu.
Dalam buku itu, SBY mengungkapkan hubungannya dengan para wakil presidennya.
Menurutnya, hubungannya dengan para wakil presidennya adalah khas.
• Cerita SBY Soal Kelakuan Tokoh Muda Yang Tak Jadi Menterinya: Kalau Ada Maunya Baiknya Luar Biasa

• Pengakuan SBY Soal Sosok Sahabat yang Justru Menyerangnya, Ternyata Mengincar Posisi Wapres Boediono
SBY juga menyebut seorang wakil presiden bukanlah "ban serep".
Menurutnya, ada sejumlah tugas penting yang dilakukan oleh seorang wakil presiden.
"Ada konsultasi saya ketika saya menyusun kabinet. Termasuk setiap ada reshuffle. Untuk penetapan calon-calon jabatan eselon I di pemerintahan bahkan yang memimpin tim penilai akhir adalah wakil presiden," tulis SBY.
Mengenai karakter masing wapresnya, SBY menganggap setiap wapres pada eranya memiliki karakter yang berbeda-beda.
• Kekhawatiran SBY Saat Tahu Ramalan Soal Pilpres 2004, Sampai Berharap Kabar Itu Tidak Pernah Ada

• SBY Bocorkan SMS Kemarahan Orang yang Tak Dipilihnya Jadi Menteri, Ani Yudhoyono Ungkap Sebabnya
Termasuk antara Jusuf Kalla dan Boediono.
Menurutnya hal itu dipengaruhi oleh berbagai faktor.
"Mungkin juga bisa berangkat dari akar budaya, atau karakter pribadi, atau pula latar belakang profesi kami masing-masing," kata SBY.
Latar belakang dalam hal ini misalnya Jusuf Kalla yang merupakan seorang pengusaha, Boediono yang merupakan seorang teknokrat.
• Intip Mewahnya Kapal Pesiar Dream Cruise, Tempat Pernikahan Yuanita Christiani, Ada Lapangan Basket!

• Balasan Luna Maya untuk Komentar Maia Estianty di Fotonya Tanpa Senyum Disoroti, Dapat Like Ribuan!
SBY mengakui, dia juga sering berbeda pandangan dengan para wapresnya.
Meski demikian, menurutnya hal itu adalah sesuatu yang wajar.
SBY mengungkapkan, banyak pihak yang ingin mengetahui perihal hubungannya dengan Jusuf Kalla.
Sebab, saat itu Jusuf Kalla yang sedang menjadi wapres, pada akhirnya mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2009.
"Perlu diingat bahwa di samping sebagai Wakil Presiden, Pak Jusuf Kalla juga Ketua Umum Partai Golkar. Golkar adalah partai pemenang Pemilu 2004 dan partai terbesar di parlemen kita periode 2004-2009," ungkap SBY.
• Terkait Video Viral Penamparan Petugas Satpol PP Krembangan Utara, Polisi Akan Periksa Saksi Keenam

• Persebaya Vs Persib Bandung, Bermain dengan Tensi Tinggi, Skor Imbang 1-1 Akhiri Babak Pertama
Sehingga, hal itu kemudian membuat Jusuf Kalla juga memiliki tugas dan kewajiban politik di Golkar.
"Saya amat mengerti jika sewaktu menjadi Wapres beliau kerap mengeluarkan pernyataan politik terhadap isu-isu tertentu. Sementara saya sendiri tidak selalu mengeluarkan pernyataan-pernyataan itu. Kalau tidak Pak Jusuf Kalla lakukan tentu rakyat akan menilai bahwa Golkar tidak punya posisi dan pandangan politiknya. Sebagai partai politik terbesar tentu hal demikian tidak elok," jelas SBY.
Termasuk soal keputusan Jusuf Kalla yang maju dalam Pilpres 2009, SBY juga menganggap hal itu sepenuhnya hak yang bersangkutan.
Pengakuan SBY Bongkar Negara yang Tak Mau Jual Tank ke Indonesia: Jangan Beli ke Negara yang Gaduh
Indonesia pernah dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun.
Tepatnya, SBY memimpin Indonesia mulai dari tahun 2004 hingga tahun 2014.
Pada periode pertama, yaitu tahun 2004-2009, SBY didampingi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Lalu, pada periode kedua, yaitu tahun 2009-2014, SBY memilih Boediono sebagai wapres.
Selama 10 tahun di bawah kepemimpinan SBY, Indonesia tentunya juga banyak berhubungan dengan negara lain, atau dunia internasional.
SBY pun memiliki sejumlah cerita terkait interaksinya dengan negara lain.
Itu seperti yang disampaikannya dalam buku "SBY Punya Cerita" terbitan Kompas tahun 2014 lalu.
SBY memberikan pengakuan saat Indonesia akan membeli sejumlah kendaraan dari berbagai negara.
Satu di antaranya adalah Tank Leopard.
Menurut SBY, tujuan pembelian itu adalah untuk memodernisasi, dan menambah alutsista TNI.
Meski demikian, niatan Indonesia untuk membeli kendaraan tersebut justru diributkan di Eropa.
Khususnya, mereka yang meributkan adalah anggota parlemen, dan para simpatisan gerakan separatisme.
Hal itu diketahui SBY dari seorang pejabat di jajaran Kementerian Pertahanan dan TNI.
"Bapak, ada negara yang kelihatannya berat untuk menjual Tank Leopard," lapor Purnomo Yusgiantoro yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Mendapatkan laporan itu, SBY pun menanyakan alasannya kepada Purnomo Yusgiantoro.
"Ya, takut melanggar HAM. Tapi ada negara lain yang pada prinsipnya ok," jawab Purnomo Yusgiantoro.
SBY kemudian menanyakan negara mana saja yang mau menjual, dan negara mana yang tidak mau menjual.
"Belanda tidak mau jual Leopard. Jerman mau. Kemudian Amerika siap hibahkan F-16 dan jual helikopter serang Apache. Australia siap hibahkan pesawat C-130 Hercules," terang Purnomo Yusgiantoro.
Mengetahui jawaban Purnomo Yusgiantoro, SBY pun langsun bereaksi.
"Baik. Jangan beli ke negara yang gaduh. Masih banyak yang mengerti bahwa Indonesia tidak ada niat untuk menjadi negara pelanggar HAM. Mereka tidak paham Indonesia era kini. Kita pun, kalau di dalam negeri mampu bikin sendiri kita beli produksi dalam negeri. Itu kan uang kita," jawab SBY saat itu.