Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Rumah Politik Jatim

Swing Voters Pemilu 2019 Tinggi, Suko Widodo: Pilpres Bareng Pileg, Apa Efektif Untuk Demokrasi ?

Swing Voters Pemilu 2019 Tinggi, Suko Widodo: Pilpres Bareng Pileg, Apa Efektif Untuk Demokrasi ?

Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Sudarma Adi
TribunJatim/Bobby Koloway
Pengamat politik dari Universitas Negeri Airlangga Surabaya (Unair), Suko Widodo 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Masih tingginya angka swing voters untuk Pemilu 2019 turut menjadi perhatian pengamat dan pakar komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo

Terutama di survei Polmark yang baru saja dirilis pekan lalu, dimana swing voters untuk Pilpres 2019 masih berkisar di angka 48 persen. Hampir menyentuh angka 50 persen. 

Pilpres 2019 1,5 Bulan Lagi, Hampir 50 Persen Calon Pemilih Belum Menentukan Pilihan

KPU Kota Blitar Dapat Kiriman 290 Boks Surat Suara Pemilihan DPD dan Pilpres 2019

Padahal kampanye sendiri sudah dilangsungkan sejak bulan September dan kurang dari 50 hari lagi sudah coblosan.  

Suko Widodo mengatakan, ada banyak faktor yang membuat survei swing voters masih tinggi.

Yang pertama karena banyak orang yang tidak terlalu tertarik dengan politik.

Rocky Gerung : Masih Banyak Pemilih yang Belum Tentukan Pilihan di Pilpres

Amankan Pileg dan Pilpres 2019, Kapolda Jatim Lepas 318 Bintara Polri yang Baru Selesai Pendidikan

Politik masih dianggap sebagai hal yang negatif, sehingga doktrin alergi politik masih menjangkiti banyak masyarakat.

Tidak hanya itu, faktor yang juga menurutnya menjadi pengaruh adalah pelaksanaan pemilu legislatif yang saat ini bersamaan dengan pemilu presiden. 

Yang membuat politisi masih sibuk mengurusi elektabilitas diri sendiri.

Pengurus partai tingkat bawah lebih memilih untuk mengampanyekan partai untuk meningkatkan kursi di legislatif. 

"Ada tiga kemungkinan bagi swing voters. Yang pertama dia akan tetap ke pilihan utamanya, kedua dia akan berpindah, atau ketiga dia akan jadi golongan putih alias tidak menyalurkan hak pilih di 17 April nanti," kata Suko, Sabtu (9/3/2019).

Menurutnya, pemilu yang menjadikan satu pemilihan presiden dan pemilihan legislatif ini memang baru kali pertama.

Sehingga harus menjadi perhatian betul oleh pemerintah untuk dijadikan bahan evaluasi.

"Tujuan pileg dijadikan satu dengan pilpres, adalah untuk efisiensi. Namun yang perlu jadi catatan, apakah efisiensi ini efektif untuk bangunan demokrasi bangsa kita," kata Suko. 

Sebab ia khawatir dengan banyaknya kompetisi seperti ini masyarakat menjadi tidak fokus dan sehingga dampaknya merambah ke banyak sektor. 

Mulai swing voters masih tinggi, undecided voters, atau nantj yang dikhawatirkan adalah partisipasi pemilih menjadi turun drastis.

"Yang harus jadi pertimbangan tetap juga efektif nggak sistem ini terhadap demokrasi. Saat kompetisinya banyak, pemilih disodori dengan informasi yang begitu banyak, ini yang membuat orang jadi ragu, atau belum mantap, atau bahkan memutuskan apatis," tandas Suko. 

Tidak hanya itu, Suko juga mengatakan bahwa tingginya angka swing voters dalam pilpres 2019 juga dipengaruhi dengan oleh dinamika politik masa kampanye sejak september lalu.

Menurutnya dinamika politik yang banyak menyebarkan hoaks dan juga kampanye negatif menjadi pengaruh pada pemilih untuk memilih apatis ataupun ber stigma negatif pada proses politik itu sendiri.

"Black campaign itu menjadi salah satunya faktor. Kampanye itu harus efektif tidak perlu dengan ada black campaign ataupun penyebaran hoaks.

Saking banyaknya informasi yang diterima akhirnya tidak memenuhi kebutuhan substantif informasi pemilih terkait proses politik itu sendiri baik Pilpres maupun Pileg," tandas Suko. 

Di sisi lain terkait angka swing voters di Jawa Timur untuk Pilpres, menurut Suko tidak setinggi angka yang dirilis oleh Pomade.

Universitas Airlangga dikatakan Suko Widodo sempat menggelar survei terkait pilpres dan swing voters masih berkisar di angka 36,2 persen. 

"Saya rasa angka swing voters di Jawa Timur tidak setinggi itu dan lebih lagi di Jawa Timur ada kultur memilih berdasarkan rasa sungkan maupun pola-pola kultural yang lain," tegasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved