Toko Benang Rajut di Surabaya Dikenal Sampai Malaysia dan Hongkong
Sebuah toko benang rajut yang berbasis di Surabaya ini, umurnya sudah hampir sepuluh tahun, demikian disampaikan oleh Nurul Hawalaina, perempuan diba
Penulis: Hefty Suud | Editor: Yoni Iskandar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Hefty's Suud
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sebuah toko benang rajut yang berbasis di Kota Surabaya ini, umurnya sudah hampir sepuluh tahun, demikian disampaikan oleh Nurul Hawalaina, perempuan dibalik suksesnya toko benang rajut yang dinamainya dengan nama putri pertamanya. Ya, nama toko itu adalah Rima Rajut.
Tak sebatas kata-kata, kesuksesan Rima Rajut dapat dibuktikan secara nyata. Usaha jualan benang itu dimulainya sekitar tahun 2010 dengan modal sekitar Rp 100 ribu.
Dalam penjualan benangnya, ia mengambil keuntungan Rp 200 rupiah sampai Rp 500 rupiah per gulung dengan total penjualan perbulan kurang lebih 1 ton.
"Nominalnya silahkan dikira-kira sendiri, dengan keutungan yang sekian, jualan benang saya per bulan kurang lebih 1 ton. Pemesanannya mulai dari dalam negeri, hingga ada beberapa dari Malaysia dan Hongkong," ungkap Nurul.
Ungkapnya, ia sengaja mematok keuntungan bernominal kecil, sebagai bentuk tanggung jawab kepada orang-orang yang mebantunya mendirikan Rima Rajut.
• Inilah 8 Tim Melangkah ke Perempatfinal Liga Champions, Klub Inggris Terbanyak
• Penyebab Ributnya Syahrini dan Hotman Paris Terkuak, Tak Terima Disandingkan dengan Foto Luna Maya
• Terungkap Sosok Penyebar Isu Kiamat yang Bikin 52 Warga Jual Tanah dan Rumah Murah, Cuma Rp 20 Juta
Ia lebih memilih mematok keuntungan yang tak seberapa, asal pembeli selalu ada. Keberadaan pembeli, berarti ada rezeki yang bisa dirasakannya bersama keluarga dan pengrajut lain di belakangnya yang ikut membantunya mendirikan usaha.
Ia sendiri tak menyangka, usaha berjualan benang yang menurutnya lebih banyak bermodalkan nekat itu, kini bisa menjadi sumber penghasilan bagi keluarganya dan beberapa karyawannya. Berjualan benang yang tampaknya berbuah sangat manis itu, diceritakan Nurul punya perjalanan yang panjang.
Sedikit nostalgia ke belakang, katanya, merajut memang sudah menjadi hobi sejak kecil. Melihat ibunya sering merajut di rumah, secara tak langsung membuat Nurul tertarik untuk ikut melakukan hal yang sama.
Kebetulan, ketertarikannya itu didukung oleh sang ayah. Tak sekadar membelikan benang, ayahnya bahkan membelikan Nurul alat pemintal benang saat itu.
"Ayah saya sangat mendukung, beliau bilang, 'kalau suka merajut, jangan suka makai benangnya saja. Kamu harus tau cara membuatnya,' terus saya dibelikan alat kecil waktu itu untuk memilin benang," cerita perempuan kelahiran Sumenep, Madura, itu.
Kesukaannya merajut, mengantarnya bertemu pabrik benang rajut sekitar tahun 2010. Pabrik yang disebutnya ada di Sidoarjo itu, tak hanya menjual produknya dalam partai besar, tetapi juga dijual langsung ke para pengrajut dengan minimal pembelian 5 pak benang, setiap paknya berisi 10 gulung.
"Jadi waktu itu pabrik pun ngasih kelonggaran pembayaran, jadi saya bisa ambil barang sekarang, tapi bayarnya satu bulan kemudian. Nekat, saya ambil saya wes. Saya ambil 50 warna lengkap, masing-masing satu pak," ujar Nurul.
Setelah membeli, ia mengaku bingung, benang 5 pak dengan beragam warna yang dibelinya akan digunakan apa. Ia berinisiatif untuk membuat bros 24 model dan mencoba untuk menitip jualkan brosnya ke beberapa toko di Kapasan atau Pasar Atom.
"Bikinlah saya 24 model bros rajut, terus saya tawarkan ke toko-toko yang tampaknya ramai di sana. Dan ternyata usaha menitipkan bros ini jadi PR baru, beberapa toko yang saya datangi ada yang mau mencoba jualkan dengan catatan, masing-masing model ada satu gross. Sebanyak itu kan nggak mungkin saya kerjakan sendiri, waktu itu posisinya saya belum punya pengrajut lain yang kiranya bisa bantu, tapi lagi-lagi, saya nekat mengusahakan bisa memenuhi permintaan mereka," papar Nurul.