Rumah Politik Jatim
Kampanye Terbuka Jokowi dan Prabowo di Jatim, Hadirnya Kepala Daerah Bawa Bandwagon Effect
Surokim Abdussalam, dosen komunikasi politik dan dekan FISIB Universitas Trunojoyo Madura (UTM) mengatakan, kampanye terbuka ini bagian dari strategi
Penulis: Fatimatuz Zahroh | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kampanye terbuka yang dimulai pekan ini dijadikan kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden untuk berebut suara di Jawa Timur.
Jika awal pekan lalu calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo menggelar kampnye terbuka di tiga kabupaten yaitu di Banyuwangi, Jember dan Malang. Kini, hari ini, Minggu (31/3/2019) giliran pasangan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto bersama Sandiaga Uno.
Surokim Abdussalam, dosen komunikasi politik dan dekan FISIB Universitas Trunojoyo Madura (UTM) mengatakan, kampanye terbuka ini bagian dari strategi serangan darat untuk bisa mendapat insentif elektoral.
"Tepatnya guna melengkapi serangan udara (persepsi). Jadi kampanye terbuka biasanya bisa potensial menjadi penguat (reinforcement) dan afirmasi atas kesan yang dilihat melalui udara," kata Surokim pada Surya.co.id, Minggu (31/3/2019).
Menurutnya pengaruh kampanye terbuka cukup kuat dan efektif karena berkait dengan kepentingan penguatan suara masing-masing pasangan calon.
"Apalagi kalau mendapat pemberitaan udara yang besar dan masif maka kampanye langsung juga bisa memberi pengaruh terhadap swing voters atau ada efek bandwagon politik (cenderung memilih yang kuat) ," tutur pria yang juga peneliti di Surabaya Survey Center ini kepada Tribunjatim.com.
• Kumpulan Pernyataan Jokowi Hasil Debat Capres ke-4, Setelah Dicek Fakta Hasilnya Seperti Ini
• Bandar Narkoba Dibekuk di Jalan Tol Jombang-Mojokerto
• Kumpulan Pernyataan Jokowi Hasil Debat Capres ke-4, Setelah Dicek Fakta Hasilnya Seperti Ini
Lebih lanjut, yang cukup disorot adalah hadirnya banyak tokoh politik saat lampnye terbuka dikatakab Surokim juga menjadi penentu.
Pasalnya politik negara kita masih besar kebergantungannya pada patron tokoh. Sehingga cukup signifikan pengaruhnya menghadirkan tokoh-tokoh center di suatu wilayah. Baik public figur, maupun pejabat publik.
Di kampanye terbuka Jokowi misalnya. Sejumlah kepala daerah tampak turut meramaikan. Seperti Bupati Banyuwangi Azwar Anas saat kampanye di Banyuwangi, serta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang mendampingi Jokowi di tiga kabupaten yaitu Banyuwangi, Jember dan Malang saat kampanye di Jawa Timur.
"Jumlah pemilih anut grubyuk kita masih majority khususnya yang ada di wilayah rural. Jadi relasi tokoh dan juga tranfer device tokoh termasuk di Jatim masih cukup kuat memberi dampak insentif elektoral, mendatangkan bandwagon effect," tegasnya kepada Tribunjatim.com.
Memang seiring dengan menguatnya penggunaan medsos dampak langsung kampanye terbuka relatif berkurang. Namun efek bandwagon ketika kampanye terbuka itu diunggah di medsos juga cukup kuat.
Kampanye yang sepi dari massa tentu akan memberi efek psikologis bagi pemberitaan melalui media sosial dan mainstream demikian juga sebaliknya.
"Maka menurut saya kampanye terbuka masih bisa menjadi penguatan bagi pilihan para pemilih sekarang. Khususnya memberi pengaruh dan penguatan pada pemilih undecided dan pemilih swing voters," ucapnya.
Namun, ia mengingatkan untuk diingat bahwa keterlibatan pejabat publik yang kelewat vulgar juga bisa memberi dampak negatif bagi pemilih-pemilih rasional.
"Jadi keterlibatan pejabat publik dalam kampanye terbuka tetap harus proporsional dan hati-hati. Jika kelewat vulgar malah bisa jadi disinsentif pada pemilih rasional," ucap Surokim.
Di sisi lain, Surokim menyebut di balik rasionalnya pemilih menurutnya ada juga psikologi massa pemilih kita yang mellow. Yaitu selalu berpihak dan memberi dukungan secara diam kepada pihak yang dirasa dizhalimi.
Sehingga dukungan pejabat publik harus tetap proporsional, patut dan wajar jangan berlebihan karena bs berbalik di level psikologi publik pemilih diam (silent voters).
"Jadi harap hati hati para pejabat publik kita terlibat dalam kampanye terbuka. Memang unik dan beragam jenis pemilih di masyarakt kita. Jadi harus selalu dihitung pemilih diam kita karena biasanya masih majority," pungkas Surokim.
Masyarakat yang ekpresif dan reaktif sebenarnya jumlahnya belum terlalu besar dan masih kalah dengan mereka yang diam. Dan itu juga mengapa jumlah undecided dan swing selalu bisa mengalahkan strong voters dalam pemilihan.
"Kadang orang nggak mau menyampaikan pendapat karena takut beda dan juga nggak mau konflik terbuka. Ciri khas pemilih Jawa memang begitu, tidak ekspresif dan cenderung banyak memilih diam," jabarnya.
(Fatimatuz zahroh/Tribunjatim.com)