1 Tahun Serangan Bom Surabaya
Anggap Bom di Mapolrestabes Surabaya Sebagai Aib, Pihak Keluarga Enggan Bicara Banyak
Sebuah rumah yang letaknya paling ujung di Jalan Krukah Selatan XI-B, Ngagel, Surabaya itu tampak sepi dari aktivitas.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Yoni Iskandar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sebuah rumah yang letaknya paling ujung di Jalan Krukah Selatan XI-B, Ngagel, Surabaya itu tampak sepi dari aktivitas.
Tirai penghalang cahaya yang menutupi hampir separuh wajah bagian depan rumah, seakan menciptakan kesan tertutup, bagi setiap orang yang kebetulan melintas di depannya.
Dari jarak tiga meter sebelum mendekati rumah berpagar teralis besi warna putih itu, sebuah etalase kaca yang disesaki berbagai macam kemasan snack makanan ringan, terpampang begitu jelas.
Rasa penasaran yang sempat terbesit mengenai ada tidaknya penghuni di dalamnya, tandas sudah.
Setelah sebuah papan yang terbuat dari seng bertuliskan 'Buka' di depan tirai tersebut, menegaskan adanya aktivitas jual-beli di dalam rumah itu.
Rumah itu dihuni oleh sepasang suami istri berusia senja, bernama Kusen dan Supiah.
Keduanya merupakan orang tua dari seorang pelaku serangan bom yang terjadi di Mapolrestsbes Surabaya, senin (14/5/2018) silam.
• Mengenang Tragedi Kemanusiaan di Tiga Gereja Surabaya, Ini Pengakuan Weny, Ibunda Evan dan Nathan
• Terkuak Hubungan Asli Raffi Ahmad & Pedangdut, Merry Blak-blakan ke Hotman Paris, Nagita Disinggung!
• Luna Maya Termasuk, Syahrini Pilih Tamu Acara Dinner dari Orang Yang Paling Dekat, Bukti Sahabat?
Anak mereka yang menjadi pelaku ledakan bom setahun lalu itu, bernama Tri Ernawati.
Erna panggilan akrabnya, melakukan aksi tersebut tak seorang diri, tapi bersamaan dengan suami dan ketiga anaknya.
Aksi Erna terbilang berhasil, dua bom yang ia bawa bersama suami Tri Murtiono dan ketiga anaknya bernama M Dari Satri, M Dafa Amin, dan Ais, meledak tepat di depan gerbang pintu masuk Mapolrestabes Surabaya dan melukai empat orang petugas yang saat itu tengah berjaga, dan enam orang warga.
Ledakan itu menewaskan dirinya, suami dan dua anak laki-lakinya. Namun tidak dengan Ais.
Tubuh si bungsu itu tak ikut hancur seperti kedua orangtua ataupun kedua kakaknya.
Ledakan hanya membuatnya terpental sekian meter dan akhirnya selamat seusai di gendong seorang petugas polisi.
Insiden pelik itu terjadi setahun lalu. Jelang peringatan setahun insiden ledakan Bom Surabaya pada Senin (13/4/2019) mendatang, TribunJatim.com mencoba mendatangi rumah Erna dan berharap bisa menemui kedua orang tuanya.
Sesaat melewati pintu pagar depan rumah, ternyata di dalamnya terdapat tiga ruang utama yang membentuk pola huruf 'U'.
Teras halaman rumah seluas 3 m x 4 m yang menjelma rongga huruf 'U' itu tampak sesak, karena terdapat dua buah motor yang terpakir secara berdempetan di dalamnya.
Dari balik pintu di sebuah ruangan yang menghadap selatan, munculnya seorang pria mengenakan kaus berwarna merah menjawab uluksalam sekaligus menjabat tangan TribunJatim.com dengan intonasi suara yang cenderung datar dan nada bicara yang berat.
Pria itu namanya Bambang. Kakak pertama Erna.
Selama ini, Bambang tinggal mendampingi kedua orangtuanya, bersama adiknya bernama Heri.
Bambang menyambut kami cukup hangat, kendati demikian ia terbilang irit bicara.
Beberapa pertanyaan yang kami lontarkan, dijawabnya dengan singkat, meski dengan bahasa krama ngoko khas Suroboyoan.
Ia terbilang sangat berhati-hati menjawab beberapa pertanyaan pembuka yang kami ajukan.
Hingga tiba pada suatu momen yang membuat wajah sumringah Bambang berubah menjadi raut wajah murung saat nama adik ketiganya kami sebut.
"Gak mas, enggak wani aku ngomong ngunu iku mas (Tidak berani mas, bicara seperti itu)," katanya dengan nada bicara yang sangat berbeda dari beberapa menit sebelumnya, Selasa (7/5/2019).
Bambang menolak memberikan keterangan apapun perihal insiden ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya setahun lalu yang menempatkan adik kandung dan tiga keponakannya sebagai pelaku ledakan.
Ia berdalih, hal itu merupakan aib keluarga yang tak lagi ingin menjadi perbincangan di dalam rumahnya.
"iku kan aib mas, opo maneh iki yo posoan, aku gak gelem mas (itu kan aib, apalagi ini bulan puasa, saya gak mau mas)," ucapnya.
Saat ditanya perihal kondisi keluarganya selama setahun pasca insiden tersebut. Bambang menjawab, keluarganya tidak mengalami perlakuan aneh apapun dari warga sekitar.
"penolakkan teko sopo mas. Gak ada itu, mending takok Pak RT ae lho, iku yo podo ae (penolakkan dari siapa mas? Gak ada itu mending tanya Pak RT aja, itu juga sama saja)," lanjutnya.
Seraya mengakhiri percakapan dengan meminta kami menyudahi kunjungan kami, Bambang merasa pertanyaan yang kami ajukan akan menjadi masalah bagi keluarganya.
"Sampean lek krungu adikku (Heri) kate wawancara, ngamuk malahan (kamu kalau terdengar adikku mau wawancara malah dimarahi)," tukasnya.
Ketika kami kembali bertanya untuk yang terakhir kalinya, perihal kondisi keluarga pasca insiden.
Bambang semakin singkat memberikan jawaban.
"wes apik-apik ae. Pokok'e gak oleh dianu mas (udah apik-apik aja. Pokoknya jangan diungkit lagi)," katanya.
Sifat dingin dan cenderung tertutup semacam itu, bukan hal aneh bagi Ketua RT 09 RW 05 Krukuh Selatan XI-B bernama Kukuh.
"Kalau mau ngobrol sama Pak Bambang atau Pak Heri sudah saya jamin pasti ditolak," ungkapnya saat ditemui TribunJatim.com di kediamannya yang berjarak dua rumah sebelum rumah Bambang.
Semula, lanjut Kukuh, pihak keluarga sangat terbuka ketika berbagai pihak mendatangi rumahnya untuk menanyakan perihal insiden tersebut.
Pihak keluarga mengira, bahwa keterlibatan Erna sebagai satu diantara pelaku pengeboman masih belum dipastikan.
"Karena belum yakin kalau pelaku adalah adiknya. Pak Lurah, Pak Camat, Pak Kapolsek, Polda Jatim, datang ke rumah masih diterima, dan mau ngomong, wartawan pun juga," lanjutnya.
Namun sesaat usai pihak kepolisian melansir daftar nama pelaku penyerangan bom di Mapolrestabes Surabaya, dan menyebut nama Erna, suami, dan kedua anaknya sebagai pelaku.
Pihak keluarga tak lagi mau menerima permintaan wawancara dari berbagai pihak media.
Bahkan kedatangan petugas kepolisian, ungkap Kukuh, sempat ditolak oleh pihak keluarga.
"Semenjak itu langsung tertutup, udah gak mau lagi, gak mau ngomong sama sekali, sampai sekarang," tandasnya.