Kilas Balik
Jabat Presiden, Soeharto Ramalkan Kondisi Indonesia pada Abad 21, Pengamat Benarkan Ramalan Soeharto
Sesaat sebelum jatuh, Presiden Soeharto pernah meramalkan kondisi masyarakat pada abad ke-21. Pengamat pun menyebut kini Soeharto benar
Penulis: Januar AS | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM - Soeharto resmi menjadi presiden pada 1968.
Saat itu, Soeharto baru saja menggantikan Soekarno.
Soeharto menjadi Presiden ke-2 Republik Indonesia selama 32 tahun.
Pada tahun 1998, Soeharto jatuh dari kekuasannya.
• Tak Ada yang Menggubris, Ucapan Bu Tien Sebelum Wafat Jadi Bukti Kekuasaan Soeharto Bakal Berakhir
Itu terjadi setelah munculnya gelombang reformasi dan krisis multidimensi yang melanda Indonesia saat itu.
Sejumlah harga kebutuhan pokok meningkat pesat.
Kondisi itu diperparah munculnya sejumlah kerusuhan di berbagai kota di Indonesia.
Para mahasiswa pun melakukan demonstrasi besar-besaran di Jakarta.
• Ajudan Ungkap Cara Soeharto Hadapi Pembajakan Pesawat Woyla, Instruksi Keluar Jam 3 Dini Hari
Hingga pada akhirnya membuat Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya sebagai seorang presiden.
Meski demikian, saat masih menjabat sebagai presiden, Soeharto ternyata pernah meramalkan kondisi yang akan dialami Indonesia pada abad 21.
Itu seperti yang terdapat dalam buku "Sisi Lain Istana Dari Zaman Bung Karno sampai SBY", karangan J Osdar.
Dalam buku yang terbit pada tahun 2014 itu, Osdar mengungkapkan jika ramalan tersebut disampaikan Soeharto pada 5 September 1996.
Tepatnya, saat menyampaikan pidato pembukaan Pekan Kerajinan Indonesia ke-7, di Istana Negara, Jakarta.
• Pengakuan SBY Bocorkan SMS Orang yang Ingin Menghantamnya, Padahal Selama ini Terlihat Mendukung
Saat itu, Soeharto meramalkan pada abad ke-21 peranan utama dalam kehidupan, dan pembangunan bangsa Indonesia terletak di tangan rakyat.
"Beberapa tahun lagi abad ke-20 akan kita tinggalkan dan kita akan memasuki abad ke-21. Berbeda dengan abad ke-20, abd ke-21 yang akan datang adalah zaman yang mengharuskan semua bangsa meningkatkan kerja sama yang erat. Di lain pihak, juga merupakan zaman yang penuh dengan persaingan yang ketat," tulis Osdar menirukan ucapan Soeharto saat itu.
Lebih lanjut, menurut Soeharto saat itu pada tahun 2003 kawasan Asia Tenggara akan menjadi kawasan perdagangan bebas.
Selain itu, pada tahun 2010, kawasan Asia Pasifik akan membuka diri bagi masuknya barang dan jasa dari negara-negara berkembang sebagai wujud kerja sama APEC.
• Mengintip Nasib Terbaru Rumah Rp 108 Miliar SBY yang Lama Ditinggal, Lihat Sepinya Kondisi Kediaman
"Tahun 2020 kita harus membuka lebar-lebar pasar kita bagi produk-produk negara maju. Perkembangan ini akan membawa pengaruh besar bagi kehidupan dan pembangunan bangsa kita," kata Soeharto.
Soeharto seolah ingin menunjukkan pentingnya mengembangkan industri kecil dan kerajinan rakyat untuk menghadapi abad ke-21.
Kisah Keapesan Soeharto Sebelum Jadi Tentara & Presiden, Berawal dari Pinjam Sarung Kesayangan Tante
Cerita tentang kehidupan Presiden Soeharto memang tak ada habisnya untuk dikulik.
Selain soal dunia militer dan kepresidenan, ada cerita menarik saat Soeharto masih menjadi rakyat biasa.
Cerita tersebut mengungkap momen apes yang pernah dialami Soeharto, sebelum menjadi tentara dan presiden.
Simak yuk!
Dilansir dari Intisari (grup TribunJatim.com), Soeharto memiliki bapak dan ibu kandung yang tak rukun plus terlilit berbagai masalah (terutama masalah ekonomi).
Meski begitu, Soeharto yang beranjak remaja tetap banyak yang menyayangi serta memperhatikan.
Kalaupun ada yang beda dari sosok Soeharto dibandingkan dengan anak lain yang punya keluarga normal, itu adalah sifatnya yang cenderung pendiam dan tertutup.
Ceritanya, sarung yang dipakenya tiap hari udah lusuh.
Lalu, ia dipinjami oleh buliknya sarung kesayangannya.
Namun ternyata, sarung itu tidak sengaja nyangkut di jari-jari sepeda yang sedang ia tunggangi.
Dan, peristiwa tadi mengakhiri kariernya sebagai juru tulis bank desa.
Menganggur, Soeharto mencoba peruntungan ke Solo.
Sebab, seorang teman menginformasi bahwa Angkatan Laut Belanda sedang mencari juru masak.
Tapi, ternyata begitu sampai di Solo lowongan yang dimaksud tidak ada.
Dengan kecewa, Soeharto kembali ke Wuryantoro.
Dia bekerja serabutan (dari ikut membangun langgar sampai membersihkan selokan air), supaya bisa menyambung hidup.
Tak lama Soeharto mendengar informasi lowongan kerja lagi.
Kali ini lowongan bergabung dengan Angkatan Perang Belanda (KNIL).
Tanggal 1 Juni 1940 Soeharto mantap mendaftar sebagai prajurit.
Soeharto mendapat pelatihan kemiliteran yang super keras.
Tiap hari dari Subuh sampai larut malam, dia tidak henti-hentinya digembleng fisik dan mental.
Toh, Soeharto tidak merasa tertekan.
Kehidupan masa kecilnya yang serba tidak pasti justru membuatnya kepincut dengan disiplin keras dan keteraturan yang diajarkan di sana.
Karena itulah, Soeharto sukses lulus sebagai kadet terbaik di angkatannya.
Selesai pelatihan, Soeharto dikirim ke Batalyon XIII di Rampal, Malang.
Pada 2 Desember 1940 dia diberi gelar kopral.
Kemudian dia dikirim ke Gombong buat menjalani latihan lanjutan.
Dan, begitu lulus dinaikkan pangkatnya jadi sersan.
Baru saja menyandang gelar sersan, tahu-tahu Jepang udah merapat ke Indonesia.
Jepang menyerang Belanda untuk merebut Indonesia.
Belanda kalah, karier Soeharto sebagai prajurit ikut terhenti.
Dia lalu memutuskan pergi ke Yogyakarta, mencari pekerjaan baru.
Di Yogyakarta, awalnya Soeharto belajar mengetik supaya punya bekal mencari kerja lain.
Namun, tidak lama dia jatuh sakit.
Saat dia sedang memulihkan kesehatannya, dia membaca pengumuman kalo satuan polisi Jepang, Keibuho, membuka lowongan.
Soeharto langsung mendaftar.
Diterima di Keibuho, karir Soeharto cepat melesat.
Performanya yang bagus tercium ke mana-mana.
Pembela Tanah Air (PETA) sebuah kekuatan sosial yang didirikan oleh putra-putri negeri untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, membujuk Soeharto bergabung.
Terdorong rasa patriotisme yang besar, Soeharto setuju dan mulai melakukan "dualisme": tetap jadi anggota Keibuho, namun diam-diam ikut PETA.
Nah, dari PETA inilah karier militer dan politik Soeharto di Indonesia bergulir.
Sampe klimaksnya, dia bisa jadi Presiden ke-2 Rl dan berkuasa selama 32 tahun. (Intisari)