Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Jadi Bujang Banong Pertunjukan Reog, Pria Blitar Ini Puas Jika Penonton Tertawa

dalah Sauri (60), bapak dua anak dengan dua cucu, yang tinggal di Dusun Ngaglek, Desa Ngreco, Kecamatan Selorejo.

Penulis: Imam Taufiq | Editor: Yoni Iskandar
Imam Taufiq/surya
Sauri (60), saat menyelesaikan pembuatan topeng Banong di Blitar 

TRIBUNJATIM.COM, BLITAR - Sadar atau tidak sadar, dalam setiap pertunjukan Reog, penonton selalu menunggu munculnya sosok Bujang Banong. Mengapa demikian? Itu karena ia bisa menghibur, dengan gaya khasnya yang lucu.

Bahkan, setiap gerak-geriknya selalu mengundang gelak tawa. Sebab, gerakannya luwes, apalagi dengan mengenakan topeng Banong.

Namun, Kami bukan akan menceritakan sosok Bujang Banong, yang lucu itu. Namun, kami akan menceritakan siapa pembuat topeng Banong itu. Sebab, di zaman saat ini profesi seperti itu sudah susah ditemukan karena selain dianggap kurang menjanjikan, juga dianggap kerajinan yang jlimet.

Betapa tidak, karena tak hanya ketersediaan bahan dan aksesoris topeng yang langka, seperti rambut Banong, yang dari bulu ekor kuda atau sapi, namun pengecatannya juga tak mudah.

Namun, di Kabupaten Blitari itu masih ditemukan pengrajin topeng Banong. Adalah Sauri (60), bapak dua anak dengan dua cucu, yang tinggal di Dusun Ngaglek, Desa Ngreco, Kecamatan Selorejo.

Selasa (28/5) siang, Sauri terlihat sibuk mengerjakan pembuatan topeng Banong. Meski hanya berdua dengan istrinya, Ny Sukisri, ia dengan sabar menjalaninya. Karena itu, hasil yang didapat pun, tak begitu maksimal karena segala sesuatunya dikerjakan sendiri (berdua).

Kadang sehari, ya dapat dua atau tiga buah topeng. Itu pun, dengan cacatan semua bahan sudah siap. Sebab, semuanya dikerjakan sendiri, mulai dari bahan mentah (kayu) diberntuk jadi topeng, kemudian diukir, dan dihaluskan.

Cuma, yang agak rumit, menurut dia, dibandingkan pembuatan topeng lainnya, topeng banong lebih jlimet. Di antaranya, hidungnya harus memancung atau panjang sekitar 5 cm. Itu memang ciri khas topeng Banong, sehingga kian membuatnya jadi lebih lucu.

La Nyalla: Perkuat DPD dengan Jurus D.P.D.

Jelang Lebaran, Terminal Gapura Surya Pelabuhan Tanjung Perak Mulai Diramaikan Pemudik Luar Jawa

"Selain itu, pengecatannya juga harus telaten karena banyak motif seperti motif ukir-ukiran. Setelah itu, baru pemasangan aksesoris, seperti rambut. Itu pun harus rambut asli dari bulu ekor kuda atau sapi," tutur Sauri yang merupakan satu-satunya pengrajin topeng Banong di Kabupaten Blitar kepada Tribunjatim.com.

Untuk stok rambut, Sauri mengaku agak kesulitan mencarinya. Sebab, selain harus membeli, dirinya juga harus berburu ke tempat-tempat pemotongan hewan. Karena itu, ia harus bisa mengiritnya. Di antaranya, 1 kg bulu sapi, ia harus bisa dipakai sekitar 15 topeng.

Menuurutnya, 1 kg bulu sapi itu, paling tidak membutuhkan beberapa sapi karena bulunya harus benar-benar kering. Karena itu, tak heran, kalau harga topengnya agak mahal.

"Ya, rata-rata harganya Rp 250.000 sampai Rp 300.000. Kalau laku segitu, ya paling tidak, dapat untung Rp 100.000," ungkapnya.

Sepasang Kekasih Asal Surabaya Jadi Pengedar Narkoba, Ngaku Dapat Sabu dari Kenalan Lapas Porong

Mengapa ia tak merekrut karyawan, menurut Sauri, bukan tak mau punya karyawan. Cuma, pembuatan topeng ini agak jlimet, sehingga banyak orang yang tak telaten, sehingga selama ini hanya dilakukan berdua, dengan istrinya.

"Misalnya, tak hanya sekadar mengecat, atau membentuk topeng. Namun, ada bagian-bagian yang harus diukir, seperti dibagian depan atau muka," paparnya kepada Tribunjatim.com.

Sudah berapa tahun menjalani kerajinan ini, Sauri mengaku sejak tahun 2000 lalu. Itu bermula dari dirinya berprofesi sebagai pemaian ludruk. Ia jadi aktor ludruk sejak tahun 90-an, dengan keliling kampung. Bahkan, sering main ke luar kota. Nah, seiring dengan kemajuan zaman, kesenian ludruk kian ditinggalkan orang, bahkan kini hampir sudah punah.

Karena itu, ia harus memikirkan nasibnya karena sudah punya keluarga, yang harus dihidupi. Untuk teman-temannya, sebagian masih bertahan. Di antara, berpindah jadi pemukul alat kesenian seperti kendang, atau saron. Namun, mereka bukan tergabung di ludruk lagi melainkan di wayang.

"Lah, saya nggak sabar karena job-nya tak menentu, sehingga mencoba otak-atik, untuk membuat topeng. Bersamaan itu, ada teman dari Ponorogo yang menawari untuk minta dibuatkan topeng Banong. Bak gayung bersambut, kami mulai menekuninya," paparnya.

Akhirnya, lama kelamaan banyak penjual mainan anak-anak, memesannya. Entah dari mana mereka mengetahuinya, para pedagang mainan anak-anak itu datang ke rumahnya, dan memesan untuk dibuatkan topeng Banong.

"Lama kelamaan itu, itu bisa jadi mata pencaharian kami sehingga kian kami tekuni hingga sekarang. Bahkan, saat ini, kami sudah melayani permintaan ke luar kota, seperti ke kota-kota wisata. Di antaranya, ke Batu (Kota Malang), dan Ponorogo, Tulungagung," ujarnya.

Soal omsetnya, Sauri mengaku tak enak menceritakan. Cuma, katanya, setiap pekan, minimal dirinya mampu memasarkan 15 topeng.

"Ya, dibuat cukup ya cukup, kalau buat mencukupi keluarga. Asal dapur tetap ngepul," paparnya.

Dibandingkan dengan topeng Banong pada umumnya, Sauri menjamin buatannya lebih bagus. Sebab, ia tak hanya memburu untung, namun juga menjaga kualitas. Misalnya, corak catnya punya khas khusus, yang membedakan dengan topeng buatan pengrajin lain. Sebab, ia berusaha topeng buatannya harus menyerupai aslinya.

Misalnya, hidung harus berwarna kemerah-merahan. Sebab, ada buatan pengrajin lain, cat hidungnya warna hitam. Rambutnya pun, ia harus dipertahankan dengan bulu asli (dari bulu sapi), bukan bulu mainan, yang seperti dijual di pasaran.

"Makanya, topeng buatan saya, selalu diburu orang meski harganya sedikit agak mahal karena catnya juga bertahan lama atau tak mudah mengelupas walaupun sering kena benturan." pungkasnya.

Ia berharap, agar kerajinan yang ditekuni ini ada perhatian dari pemerintah setempat. Sebab, mulai dirinya menekuni profesi ini (sejak tahun 2000) hingga sekarang, belum pernah didatangi atau dibantu pemasaran oleh pemerintah setempat. Apalagi, mendapatkan binaan atau bantuan modal, katanya, tak pernah sama sekali.

"Kami ini kan menguri-uri (melestarikan) kesenian nenek moyang kami, namun kenapa kok nggak ada perhatian dari pemerintah. Semestinya, kan pemerintah itu senang, karena kami ikut memperkenalkan kesenian daerah," ujarnya.

Apa yang membuatnya bangga, menurutnya, ada pertunjukkan reog atau kesenian tradisional serupa lainnya, kalau ada sosok Bujang Banong yang mengenakan topeng buatannya. Apalagi, si pemerannya itu lucu, luwes, dan bisa membikin penontonnya ketawa hingga terpingkal.

"Ya, senang karena kami nggak sia-sia membikinnya. Sebab, kami berhasil menghibur dan membikin ketawa masyarakat, itu kesenangan yang tiada arti," pungkasnya.(Imam taufiq/TribunJatim.com).

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved