Kantor Pertanahan Masih Cari Solusi Kisruh Penerbitan Sertifikat PTSL Desa Sambirobyong Tulungagung
Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung tengah mencari solusi untuk menerbitkan sekitar 700 sertifikat program PTSL.
Penulis: David Yohanes | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Kantor Pertanahan Kabupaten Tulungagung tengah mencari solusi untuk menerbitkan sekitar 700 sertifikat program Pendataan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di tahun 2019.
Sertifikat susulan ini adalah buntut kisruh pelaksanaan PTSL di Desa Sambirobyong Tulungagung.
Sebab sebelumnya, warga merasa ada pungutan liar hingga jutaan rupiah per orang, dengan dalih untuk pembuatan akta tanah.
Kepala Kantor Pertanahan Tulungagung, Eko Jauhari mengaku, dirinya ditelepon bupati Tulungagung untuk mencari solusi di Desa Sambirobyong.
• Pembagian Sertifikat PTSL di Desa Sambirobyong Tulungagung Diwarnai Protes Warga
• Hari Raya Kupatan, Warga Desa Boyolangu Tulungagung Ramai-ramai Nikmati Ketupat Gratis Aneka Lauk
“Bahkan saya ditelepon hingga dua kali oleh bupati. Saya katakan siap mencari solusi,” ujar Eko Jauhari, Kamis (13/6/2019).
Menurut Eko Jauhari, ada pemohon susulan yang masuk 2019, sebanyak 700 berkas. Pihaknya meminta agar kelompok masyarakat (Pokmas) yang mengurus PTSL melengkapi berkas. Setelah perbaikan, berkas kembali diserahkan pada 24 April 2019, dari tenggat waktu 27 April 2019.
Ternyata berkas yang masuk tersisa 580.
Kantor Pertanahan masih memberi toleransi, hingga masuk lagi berkas dan totalnya menjadi sekitar 700 berkas.
“Sebanyak 700 pemohon baru inilah yang sedang kami cari pola penyelesaiannya,” ucap Eko Jauhari.
• Kepala BPN Tulungagung Merasa Dijadikan Kambing Hitam Pungli Sertifikat di Desa Sambirobyong
• VIRAL Pengendara Motor Perempuan Masuk Tol Madiun-Nganjuk, Simak Responsnya saat Ditanyai Polisi
Semua berkas bisa diproses meski tanpa dokumen akta tanah.
Namun pihaknya tidak mungkin memasukkan permohonan baru ini ke dalam program PTSL 2019.
Warga bisa membayar secara mandiri ke negara.
Besarnya Rp 100.000 untuk kutipan surat ukur dan Rp 50.000 untuk pendaftaran.
Selain itu membayar ke panitia, tergantung luas tanah serta jenis tanah yang disertfikatkan.
• Jorge Lorenzo Akui Makin Percaya Diri Hadapi MotoGP 2019 setelah Kunjungi Jepang
Untuk pekarangan dan lahan pertanian ada rumus tersendiri.
“Seandainya warga membayar sendiri, saya berani langsung terbitkan sertifikat. Tidak mungkin mereka saya masukkan PTSL 2019,” tegas Eko Jauhari.
Solusi lainnya adalah menunggu pendataan PTSL 2019.

Jika target 2019 belum terpenuhi, maka Desa Sambirobyong akan dimasukkan program PTSL 2019.
Kepastian ini menunggu penetapan pada bulan Agustus 2019 mendatang.
• Cerita Arumi Bachsin Bakal Diwisuda di IAIN Tulungagung, Pindah-pindah Kampus hingga Tunggu 7 Tahun
“Kalau ada kuota 2019, warga Sambirobyong bisa nol rupiah ikut program ini,” tandas Eko Jauhari.
Sebelumnya, warga Desa Sambirobyong mengaku telah dipungut jutaan rupiah untuk penerbitan akta tanah.
Warga memperkirakan, uang yang terkumpul lewat kades dan perangkat desa ini mencapai miliaran rupiah.
Sementara mereka merasa tidak pernah menerima dokumen akta tanah itu.
Kepala Desa Sambirobyong, M Akris Riyanto mengatakan, uang yang dipungut tidak mungkin dikembalikan.
Sebab menurutnya, uang itu sudah dibayarkan ke kecamatan, hingga sudah terbit akta tanah.
• Mas Ipin Beberkan Rencana Trenggalek Akan Buat Festival Kupatan Pecah Rekor MURI di Tahun Depan
Dokumen akta tanah itu kemudian diserahkan ke Kantor Pertanahan, untuk menjadi bukti penerbitan sertifikat tanah lewat program PTSL.
Dugaan pungutan liar ini sudah diadukan ke Polres Tulungagung.
Kasat Reskrim, AKP Hendro Tri Wahyono mengatakan, sudah banyak warga yang dimintai keterangan.
Namun statusnya masih Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). (Surya/David Yohanes)
Yuk Subscribe YouTube Channel TribunJatim.com: