Mengenal Eddy Hiariej yang Disebut Teuku Nasrullah Sebagai Kuasa Hukum Terselubung dari Paslon 01
Teuku Nasrullah sebut Eddy Hiariej sangat layak duduk di deretan kursi kuasa hukum Paslon 01, lantas siapakah sebenarnya Eddy Hiariej ini?
Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Adi Sasono
TRIBUNJATIM.COM - Tim Kuasa Hukum 02 Prabowo-Subianto, Teuku Nasrullah menyindir saksi ahli 01 Profesor Eddy Hiariej di sidang kelima sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (21//6/2019).
Sindiran itu berupa sematan panggilan ‘spesial’ kepada Profesor Eddy Hiariej.
Bermula setelah Profesor Eddy Hiariej menyampaikan materi makalahnya, Teuku Nasrullah kemudian memberikan tanggapan mengenai makalah milik Profesor Eddy Hiariej.
Menurut Teuku Nasrullah, makalah tersebut lebih tepat disebut sebagai eksepsi dan pleidoi kuasa hukum pasangan calon presdien dan wakil presiden nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf.
“Setelah saya mendengar makalah yang Anda sampaikan, saya melihat makalah anda itu bukanlah suatu makalah ilimah. Tetapi lebih kepada eksepsi dan pleidoi dari kuasa hukum Paslon 01,” kata Teuku Narullah dalam tayangan Kompas TV, pada Kamis (21/6/2019).
• Yusril Sebut Ada Kesaksian Palsu dari Saksi 02: Saat Sidang Selesai Kami Konsultasi ke Jokowi-Maruf
Kemudian, Teuku Nasrullah menyebut Profesor Eddy Hiariej sangat layak duduk di kursi kuasa hukum Paslon 01, Jokowi-Ma’ruf.
“Saya menyayangkan itu, soalnya saya beranggapan itu Profesor Eddy Hiariej ini sangat layak duduk di deretan kursi kuasa hukum Paslon 01,” ucap Teuku Nasrullah.
Teuku Nasrullah meminta agar Profesor Eddy Hiariej tidak marah terkait pernyataan yang disebutkan.
Bahkan, Teuku Nasrullah menyinggung sikap Profesor Eddy Hiariej yang menelisik secara mendalam permohonan yang diajukan oleh kubu 02 Prabowo-Sandiaga di sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
• Jokowi Ulang Tahun, Kaesang Pangarep Berkelakar: Mungkin Bapak Kaget Lihat Balon Pas Buka Twitter
“Terkait dengan hal tersebut, saya mohon Anda tidak marah sebagaimana saya tidak marah ketika Anda menguliti satu per satu permohonan kami seperti isi pleidoi dan eksepsi.
Dengan tegas, Teuku Nasrullah menyatakan tidak akan mengajukan pertanyaan apapun.
Teuku Nasrullah menyebut Profesor Eddy Hiariej sebagai 'kuasa hukum' terselubung dari Jokowi-Maruf Amin.
• Saksi Tim Jokowi-Maruf di Sidang MK Sebut Hairul Anas Suaidi Tak Hadir dalam Pelatihan Saksi TKN
“Oleh karena itu, saya memutuskan tidak mengajukan pertanyaan apapun kepada kuasa hukum terselubung dari Paslon 01 ini,” ucap Teuku Nasrullah dengan mantap.
Mendengar pernyataan yang disampaikan oleh Teuku Nasrullah, Profesor Eddy Hiariej hanya tersenyum tipis.
“Dan itu lah pernyataan saya bukan pertanyaan. Terima kasih,” sindir Teuku Nasrullah.
Disebut kuasa hukum terselubung dari Paslon 01 oleh Teuku Nasrullah, siapakah Eddy Hiariej sebenarnya?
Profesor Eddy Hiariej atau pemilik nama lengkap Edward Omar Sharif Hiariej ini sudah hampir 10 tahun melenggang di pengadilan untuk berbicara sebagai ahli.
Dikuti dari Hukum Online,nama Eddy Hiariej kini santer terdengar karena diminta menjadi saksi meringankan dalam pemeriksaan Denny Indrayana, mantan wakil Menteri Hukum dan HAM RI.
Eddy merupakan Guru Besar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Yogyakarta. Ia meraih gelar tertinggi di bidang akademis tersebut dalam usia yang terbilang masih muda.
Sebagai perbandingan, bila Hikmahanto Juwana mendapat gelar profesor termuda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) di usia 38 tahun, Eddy mendapatkan gelar profesornya di usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
• Saksi 01 Bikin Analogi Batuk dan Obat Konidin di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Sandi Malah Tertawa
“Saat SK guru besar saya turun, 1 September 2010, saya berusia 37 tahun. Waktu mengusulkan umur 36,” tutur pria kelahiran 10 April 1973 ini.
Eddy bercerita, gelar profesor dapat ia raih di usia muda tak lepas dari pencapaiannya menyelesaikan kuliah program doktoral yang ditempuhnya dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan kebanyakan mahasiswa lain.
“Orang biasanya begitu sekolah doktor baru mulai riset, saya tidak. Saya sudah mengumpulkan bahan itu sejak saya short course di Prancis. 2001 saya sempat di Prancis 3 bulan.
Di Strasbourg. Jadi saya katakan kepada pembimbing saya, Prof. Sugeng Istanto, ‘Prof, saya sudah punya bahan untuk disertasi’,” ujar Eddy.
• VIDEO Detik-detik Hakim MK Ancam Usir Pengacara Prabowo-Sandi: Stop, Kalau Tidak Saya Suruh Keluar
Setelah mendapat persetujuan menulis, Eddy yang pernah menjadi Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM periode 2002 – 2007, menyelesaikan draft disertasi pertamanya pada Maret 2008.
Disertasi Eddy membahas soal penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM).
Kurang dari setahun, Eddy pun siap menghadapi ujian terbuka dengan promotor Prof. Marsudi Triatmodjo – sebab Prof. Sugeng sudah meninggal terlebih dulu – dan co-promotor Prof. Harkristuti Harkrisnowo.
“Jadi saya terdaftar sebagai mahasiswa doktor itu 7 Februari 2007, saya dinyatakan sebagai doktor 27 Februari 2009,” kenang Eddy.
“2 tahun 20 hari. Dan memang Alhamdulillah rekor itu belum terpatahkan,” imbuhnya.
• Faldo Maldini Sebut Prabowo Tak Akan Menang Sidang Sengketa Pemilu di MK: Pasti Lu Pengen Bully Gue
Ketertarikan Eddy di dunia hukum
Keinginan dan ketertarikannya akan dunia hukum disampaikan Eddy sudah dimilikinya sejak lama, walaupun ia mengaku tak ingat sejak kapan.
Almarhum ayahnya pun pernah menyampaikan kepada Eddy, “Kalau saya lihat karakteristikmu, cara kamu berbicara, kamu itu cocoknya jadi jaksa,” ucap Eddy menirukan sang ayah.
Meski jadi jaksa bukanlah amanah, tetapi di akhir hayatnya ayah Eddy kembali mengatakan agar Eddy kelak tak jadi pengacara bila benar ingin masuk fakultas hukum.
Pesan itu disampaikannya ayahnya saat itu Eddy masih duduk di bangku SMA.
“Mungkin dia tahu kalau saya jadi pengacara, nanti orang yang salah dan saya bela bisa bebas. Itu juga mengapa dia bilang saya untuk jadi jaksa. Ya saya kaget juga waktu itu,” ungkap pria berdarah Ambon ini.
• Sidang Sengketa Pilpres 2019 di MK, Jokowi Pilih Hormati Proses Berjalan : Percayakan Semua ke MK
Namun, jalan Eddy untuk bisa masuk FH UGM nyatanya tak semulus itu. Di tahun 1992, begitu lulus SMA, Eddy tidak langsung lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). “Saya setahun itu gagal loh masuk Gadjah Mada itu. Jadi tahun 1992 saya tes UMPTN tidak masuk,” ujarnya.
“Saya stres tuh enam bulan. (Karena) saya stres, saya liburan ke mana-mana aja udah. Terus enam bulan kemudian, mulai Desember, saya betul-betul intens belajar sampai UMPTN berikutnya. Baru lah kemudian saya lolos, masuk FH UGM,” pungkas pemilik hobi olahraga tenis, renang, dan juga membaca ini.
Di semester lima, Prof. Maria Soemardjono – Dekan FH UGM kala itu – lah yang pertama kali mencetuskan agar Eddy menjadi dosen. Hubungan Eddy dan Prof. Maria diakui Eddy memang sangat dekat sampai-sampai orang mengatakan kalau Eddy adalah anak keempat Prof. Maria.
Faktanya bagi Eddy, Prof. Maria memang merupakan pakar hukum yang menjadi panutannya. “Dia ngomong apa saja bisa karena dia kan mempunyai background pendidikan yang memang berbeda-beda. Selain itu di usianya yang sudah 72 tahun dia masih saja menerbitkan buku dan masih melakukan penelitian di lapangan,” ucap Eddy.
• Profil-Biodata Agus Maksum, Saksi Prabowo-Sandi yang Tak Bisa Buktikan 17,5 Juta DPT Fiktif ke MK?
Satu ketika Prof. Maria mengatakan kepada Eddy, “kamu habis ini mau ke mana?” tiru Eddy. Karena saat itu Eddy juga menjawab belum tahu akan ke mana, Prof. Maria menyarankan agar Eddy menjadi dosen di kampusnya tersebut. Eddy sendiri berpengalaman menjadi pengajar di salah satu bimbingan belajar di Yogyakarta.
Pasca wisuda program sarjana yang digelar 19 November 1998, Eddy mengikuti tes penerimaan dosen. “6 Desember 1998 pengumuman dan saya diterima. Mulai 6 Desember itu saya sudah asisten sampai SK saya turun 1 Maret 1999,” papar Eddy.
• Cerita Pria yang Teriaki Jokowi di Surabaya, Ingin Sekolahkan Anak di Negeri Tapi Terhalang Zonasi
Bersaksi di Kasus Ahok
Eddy juga pernah dihadirkan penasihat hukum dari Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada persidangan kasus dugaan penodaan agama yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (14/3/2017).
Ahok merupakan terdakwa dalam kasus tersebut.
Jaksa sempat berdebat dengan tim kuasa hukum Ahok dan menolak kesaksian Eddy.
"Itu ada ceritanya tersendiri kenapa Prof Eddy ini tidak kami ajukan (pertanyaan). Di penolakan, saya mengatakan, ada sesuatu yang tidak etis," kata Ketua JPU Ali Mukartono, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, tempat sidang itu digelar.
• Kecewa Sistem Zonasi PPDB 2019, Seorang Pria di Surabaya ini Wadul Presiden Jokowi
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Sosok Guru Besar Ilmu Hukum UGM Prof Eddy yang Bikin Publik Kagum saat Bersaksi di MK