Anggap Butuh Cara Pandang Baru Hadapi #MO, Rhenald Kasali Luncurkan Buku Baru
Satu di antara ciri era MO adalah munculnya mobilisasi berbagai isu melalui media sosial dengan menggunakan tagar.
"Contoh lainnya, adalah bagaimana netizen ramai-ramai menyuarakan “unistal Bukalapak” di medsos. Ini terjadi setelah si pendiri marketplace tersebut, Achmad Zaky menuliskan di akun Twitter-nya tentang rendahnya anggaran R&D di Indonesia dan harapannya terhadap Presiden baru (terpilih)," lanjut Rhenald.
Cuitan itu menurut Rhenald, direspons beragam oleh netizen melalui mekanisme sharing-shaping.
Hingga akhirnya netizen termobilisasi dan melakukan kampanye melalui tagar #UnistalBukalapak.
Tentu banyak yang berkepentingan dengan kampanye tersebut. Pihak-pihak yang berkepentingan itu berusaha memanfaatkan isu yang sedang hangat dibahas netizen untuk mewujudkan kepentingannya.
Inilah mobilisasi. Gerakan besar yang muncul di kalangan netizen guna merespon sebuah isu. Namun demikian, hal itu tidak selalu steril dari kepentingan.
Orkestrasi
Selain mobilisasi, era MO juga ditandai dengan munculnya cara-cara baru dalam value creation yang menjadi dasar ekonomi produktif.
Bila dulu value creation bersifat internal dan didapat dari aset-aset tangible melalui skala ekonomis, kini justru didapat dari sisi permintaan melalui ekosistem.
Karena itulah timbul kebingungan-kebingungan. Salah satunya adalah menentukan siapa pemilik unicorn di Asia Tenggara. Hal lain yang juga memunculkan gagal paham adalah mekanisme valuasi akutansi tentang keuntungan dan kekayaan perusahaan digital, atau perusahaan yang mulai melakukan digitalisasi.
Berbicara mengenai model bisnis yang baru, sebelumnya perusahaan-perusahaan besar yang incumbent cenderung selalu melakukan kontrol resources dalam rantai produksinya. Namun di era sekarang hal itu sudah tak relevan lagi.
Saat ini yang diperlukan bukan lagi mengontrol resources, namun bagaimana membangun ekosistem bisnis yang memungkinkan pelaku bisnis bisa melakukan orkestrasi atas berbagai resouces yang ada di luarnya.
Untuk hal ini, kita bisa melihat bagaimana produsen ponsel Nokia yang bangkrut vs iPhone yang terus bertahan hingga saat ini.
Dalam hal ini, Nokia hanya menjual ponsel yang hanya bisa dipakai untuk telpon dan SMS. Kalaupun ada game, layanan tersebut sangat terbatas, yakni game bawaan di ponsel Nokia. Sebaliknya, iPhone mengembangkan ekosistem bisnis. Dengan ekosistem tersebut, pengguna iPhone bisa mendapatkan game dengan jumlah yang sangat banyak dan pilihan beragam dari developer di luar Apple.
Tentu tak hanya itu, pengguna iPhone juga bisa mengakses layanan lain dari pengembang aplikasi yang ada di App Store.
Demikian juga antara produsen sepatu Adidas vs Nike.