Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kilas Balik

Pengakuan Sebenarnya Dokter yang Otopsi Jasad Para Korban G30S/PKI, Tak Seperti yang Diberitakan

Dokter yang mengotopsi para korban G30S/PKI buka suara. Hasilnya berbeda banget dengan versi media saat itu.

Penulis: Januar AS | Editor: Melia Luthfi Husnika
NET/Tribun Manado
Pengakuan Sebenarnya Dokter yang Otopsi Jasad Para Korban G30S/PKI, Tak Seperti yang Diberitakan 

"Tim forensik sama sekali tak menemukan bekas siksaan di tubuh korban sebelum mereka dibunuh," tulis Peter.

Namun, saat itu media sudah gencar memberitakan para korban disiksa.

Seorang dokter yang juga ikut dalam tim otopsi, Prof Dr Arif Budianto atau Liem Joe Thay mengatakan, kondisi jenazah para jenderal itu tidak seperti diberitakan oleh media massa.

"Kami memeriksa penis-penis korban dengan teliti. Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja juga sama sekali tidak ada. Kami periksa benar itu, dan saya berani berkata itu benar. Itu faktanya," ujar Arif seperti yang dikutip dalam buku tersebut.

Seorang akademisi, Benedict Anderson juga menemukan dokumen berisi laporan yang disusun oleh tim forensik.

Mereka telah memeriksa jenazah enam orang jenderal, dan seorang perwira muda.

"Ternyata laporan tersebut berseberangan dengan pernyataan Soeharto sendiri," tulis Anderson dalam buku Tentang Matinya Para Jenderal.

Nasib Miris Sarwo Edhie Pasca G30S/PKI, Kerap Melamun hingga Dicopot dari Jabatannya: Bunuh Saja Aku

Selembar nota yang disebut Soekarno mencekam

Pasca peristiwa G30S/PKI, situasi politik, khususnya di Jakarta pun semakin memanas.

Para mahasiswa yang tergabung dalam KAMI pun melakukan aksi, dan mendesak pemerintahan Soekarno membubarkan PKI.

Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?", karangan Peter Kasenda, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No 41/Kogam/1966 yang berisi pembubaran KAMI.

Namun, hal itu tak menyurutkan desakan para mahasiswa.

Oleh karena itu, Soekarno pun memaksa mengadakan sidang kabinet untuk membicarakan tuntutan mahasiswa, pada 11 Maret 1966.

Saat itu semua menteri datang, walaupun ada gangguan karena mahasiswa kembali demo, dan mengempiskan ban-ban mobil di sekitar istana.

"Yang secara mencolok adalah ketidakhadiran Soeharto yang dikatakan sakit tenggorokan ringan,"tulis Peter.

Jawaban Pengawal Soal Sorot Mata Kartosoewiryo Saat Dieksekusi Mati Bikin Soekarno Langsung Berdoa

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved