Kisah Pilu Nenek dari Lamongan, Hidup Sebatang Kara, Hanya Jualan Tape Ketan Hingga Rumah Tak Layak
Kisah Pilu Nenek dari Lamongan, Hidup Sebatang Kara, Hanya Jualan Tape Ketan Hingga Rumah Tak Layak.
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Sudarma Adi
Kisah Pilu Nenek dari Lamongan, Hidup Sebatang Kara, Hanya Jualan Tape Ketan Hingga Rumah Tak Layak
TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Ngateni, nenek 80 tahun warga Desa Centini, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur hidup sebatang kara dan memprihatinkan.
Sudah puluhan tahun tinggal sendirian dan mengantungkan hidupnya hanya dari bagian berjualan tape ketan.
Tape ketan buatannya tidak ia jual sendiri, melainkan dititipkan pada pedagang yang ada di desanya. Ngateni tidak mampu menjual keliling lantaran kondisi kesehatan yang sudah tak kuat lagi berjalan terlalu jauh.
• Jadi Parpol Pertama Punya Bacabup, Golkar Lamongan Pastikan Usung Sekkab Yuhronur Maju di Pilbup
• Tergiur Untung Besar, Pemuda Pengembala Kambing Lamongan Nekat Edarkan Ribuan Pil Dobel L
• Sabtu Besok, KPU Umumkan Jumlah Dukungan Calon Independan Pilkada Lamongan
"Saya titipkan ke pedagang di kampung ini," kata Ngateni.
Dari jual tape yang dititipkan, Ngateni hanya memperoleh uang sebesar Rp 15 ribu rupiah. Hasil itu harus dibagi dengan pedagang yang sudah membantunya menjualkan tape buatannya sebesar Rp 5 ribu. Sisa Rp 10 ribu itulah yang ia gunakan kebutuhan sehari - hari, untuk membeli beras, lauk pauk dan modal tape ketan.
Ngateni merasakan jualannya semakin menurun."Pasarannya sudah beberapa bulan ini sepi," katanya.
Meski begitu, Ngateni harus tetap menekuni pekerjaannya untuk bisa bertahan hidup.
Maklum, ia tidak mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah.
Rumah yang ditinggalinya juga tidak layak huni.
Tak hanya memiliki penghasilan rendah, rumah berukuran 4x5 meter yang sudah ia tinggali sejak puluhan tahun itu, juga reyot.
Jika musim penghujan tiba atap rumah sering bocor dan panas saat kemarau, ditambah lagi tiang penyangga juga sudah terlihat doyong dan dinding rumah banyak yang bolong. Ngateni sebenarnya mempunyai empat orang anak, tiga diantaranya meninggal dunia dan satu anaknya merantau ke luar Jawa dan jarang pulang ke rumah.
Di usianya yang sudah udzur, Ngateni tidak bisa menikmati hidup layak, ia juga tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.
Namun Ngateni harus tetap berjuang seorang diri untuk bisa bertahan hidup ditengah kondisi tubuh yang sering sakit-sakitan karena usia tua.
Bantuan bagi masyarakat miskin dan lansia tak pernah ia dapatkan, terkendala karena dirinya tidak punya identitas kependudukan sebagai penduduk Lamongan. Ngateni sebelumnya adalah penduduk Tuban dan pulang ke Lamongan mengikuti suaminya. Ia sama sekali tidak memahami tentang pentingnya administrasi kependudukan.
Saat pindah ke Lamongan, ia tidak pindah secara administrasi kependudukan sebagi warga Lamongan lantaran faktor usia dan terkendala biaya.
Kini Ngateni harus menanggung kenyataan tidak bisa menerima bantuan dari pemerintah yang disalurkan melalui pemerintah Kabupaten Lamongan. Lantaran tidak mempunyai identitas Lamongan
Sementara Kepala Dinsos Lamongan M Kamil mengaku tidak bisa berbuat banyak, mengingat pemberian bantuan bagi masyarakat miskin juga ada aturannya.
Jika yang bersangkutan (Mbah Ngateni) selama ini tidak mendapatkan bantuan hal itu wajar saja, karena tidak terdata di dalam kependudukan Lamongan. Pihaknya tidak bisa memberikan bantuan, karena harus melalui proses, salah satunya identitas penduduk yang bersangkutan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jatim/foto/bank/originals/ngateni-di-rumah-yang-tak-layak-huni-hidup-sebatang-kara.jpg)