DPRD Jatim Ragukan Isu Telur Jatim Mengandung Dioxin: Kita Jangan Kehilangan Logika!
DPRD Jawa Timur menegaskan masyarakat tak perlu gaduh menghadapi isu telur asal Tropodo, Waru, Sidoarjo yang mengandung zat berbahaya seperti dioxin.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - DPRD Jawa Timur menegaskan masyarakat tak perlu gaduh menghadapi isu telur asal Tropodo, Waru, Sidoarjo yang mengandung zat berbahaya seperti dioxin.
Masyarakat diharap harus berpikir obyektif dengan menggunakan logika terukur.
Ketua DPRD Jatim, Kusnadi menegaskan bahwa isu lingkungan memang harus menjadi perhatian. Terutama, terkait dengan plastik. "Bahkan, DPP partai sudah menerbitkan instruksi khusus untuk itu," kata Kusnadi di Surabaya, Senin (18/11/2019).
Namun, terkait dengan isu yang mengandung tentang dioxin, pihaknya berharap masyarakat melakukan telaah mendalam. "Tentang dioxin pada telur ayam, relevan kah?," kata Kusnadi.
Pertama, pihaknya mempertanyakan jumlah sampling yang digunakan para peneliti oleh LSM hingga menemukan simpulan tersebut. "Dari sekian ratus atau katakanlah yang puluh ribu butir telur yang dihasilkan dari wilayah itu, berapa yang telah terpapar dioxin?," kata Kusnadi.
"Sehingga, secara ilmiah kita bisa mengambil kesimpulan bahwa telur-telur sudah terkontaminasi dioxin akibat pembakaran plastik yang diimpor dari negara lain," kata politisi PDI Perjuangan ini.
• Peternak Ayam Petelur Jatim Berharap Hasil Penelitian Telur Tropodo Tak Pengaruhi Omset Penjualan
• KPU Surabaya Harap Anggaran Kenaikan Honor Petugas Ad Hoc Cair Sesuai Jadwal
• Rekam Jejak Pelempar Sperma Tasikmalaya, Pernah Intip Wanita Hingga Berlaku Aneh
Ia menjelaskan bahwa ayam petelor bukanlah ayam yang hidupnya bebas diluar kandang. Ayam petelor cenderung besar di dalam kandang, dan mengonsumsi makanan yang disiapkan peternak, bukan mencari sendiri di alam.
Sehingga, konsumsi ayam petelur berasal olahan pabrik produsen makanan ayam bukan dari limbah, apalagi yang mengandung dioxin. "Jadi, ayam petelur itu bukan predator alam yang memakan apa saja. Sebab, kalau sampai terjadi, pasti mengganggu produksi telurnya yang mengakibatkan peternak rugi," tegasnya kepada Tribunjatim.com.
Sementara itu, kacang kedelai sebagai bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe (alternatif pengganti telur) saat ini adalah kacang kedelai (apapun mereknya) yang diimpor dari Amerika.
"Apakah Amerika akan merelakan impornya terganggu?," sindir Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini.
Disamping itu, dalam praktek pembuatan tahu, sampah plastik hanya dipakai sebagai pemantik api.
"Sampah plastik dalam istilah Jawa sebagai nyutek geni pada ketel uap. Setelah api menyala maka bahan bakarnya diganti dengan kayu atau batu bara (tergantung kontruksi ketelnya)," jelasnya kepada Tribunjatim.com.
Sampah plastik tidak menjadi bahan baku utama pembakaran pada katel karena memiliki beberapa kelemahan. Plastik akan membuat jelaga dari pembakaran itu sangat pekat dan setiap hari akan merusak pakaian yang dijemur warga disekitar pabrik.
Rumah warga menjadi penuh jelaga, bahkan warga yang tinggal disekitar pabrik juga bisa ikut terdampak. "Wajah dan seluruh tubuh akan hitam dipenuhi jelaga yang sulit untuk dibersihkan. Kalau itu terjadi, pabrik bisa dibakar warga," kata Anggota DPRD Jatim dari dapil Jatim 2 (Sidoarjo ini).
Selain itu, penggunaan plastik sebagai bahan baku utama pembakaran akan membuat pipa pipa ketel sering bocor. Sebab, sisa bakaran plastik akan menempel pada pipa.