Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Lebih 6.000 WNI Ketahuan Jadi Teroris di Luar Negeri, Mahfud MD Sebut Risiko Pemulangan ke Indonesia

Saat ini terdapat lebih dari 6.000 warga negara Indonesia yang teridentifikasi terlibat terorisme lintas batas atau foreign terrorist fighter (FTF).

Editor: Adi Sasono
TribunMedan.com/Danil Siregar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD. 

TRIBUNJATIM.COM, JAKARTA - Saat ini terdapat lebih dari 6.000 warga negara Indonesia yang teridentifikasi terlibat terorisme lintas batas atau foreign terrorist fighter (FTF).

Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, mereka tersebar di berbagai negara.

Hal itu disampaikannya usai melakukan pertemuan dengan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Pol (Purn) Suhardi Alius dan Direktur Jenderal Unit Penanggulangan Terorisme Jepang Shigenobu Fukumoto terkait deradikalisasi dan jaringan teroris internasional di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Jumat (10/1/2020).

Warga Kota Madiun Temukan Puluhan Amunisi dan Senjata, Polisi Sebut Tak Ada Kaitan dengan Terorisme

Antisipasi Terorisme Jelang Natal, Kapolrestabes Surabaya: Jangan Takut, Waspadai Sekitar, Lapor!

"Dari Suriah saja kita punya 187 ( WNI), pokoknya lebih dari 6.000 warga kita di luar negeri yang sekarang diidentifikasi oleh negara yang didatangi sebagai teroris," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

Mahfud MD menjelaskan, dari 187 orang FTF itu 31 di antaranya laki-laki, sisanya perempuan dan anak-anak. 

"Itu satu, coba yang ada di Suriah itu ada 187 orang kita di sana yang diduga orang Indonesia bergabung dengan teroris. Sebanyak 31 orang itu laki-laki. Sisanya itu perempuan dan anak-anak," kata Mahfud.

Terkait dengan pemulangan WNI yang terbukti tidak terlibat terorisme di Suriah tersebut, Mahfud mengatakan pemerintah masih harus membicarakannya terkait proses deradikaliasasinya.

"Kalau yang jelas terlibat teroris itu akan diadili di Suriah, itu silakan. Tapi yang bukan kan itu nanti dipulangkan di sini. Kalau dipulangkan ke sini nanti gimana. Orang berangkatnya saja tidak pamit. Terus bagaimana nanti deradikalisasinya kan itu harus dibicarakan," kata Mahfud.

Menurut Mahfud MD, FTF kini menjadi satu di antara sekian pokok bahasan pemerintah, karena mereka tetap harus dipulangkan ke Indonesia. 

Mahfud MD mengatakan, skema pemulangan teroris lintas-batas ini perlu diperhatikan. Dengan begitu, kepulangan mereka ke Indonesia tidak membahayakan keamanan dalam negeri. Dalam penanggulangan terorisme lintas-batas, Pemerintah Indonesia juga tengah menjajaki kerja sama dengan Badan Penanggulangan Teroris Jepang.

Direktur Jenderal Penanggulangan Terorisme Jepang Shigenobu Fukumoto menyambangi kantor Mahfud, Jumat (10/1/2020) siang, untuk membahas kerja sama di bidang antiterorisme.

Tak hanya itu, penjajakan kerja sama juga menyasar program deradikalisasi. "Jadi banyak ya yang akan kita kerja samakan, bahkan akan ada forum tim bersamalah yang akan membicarakan terorisme dan pengamanan kawasan," kata Mahfud.

Pengamat Gerakan Islam dari UIN Jakarta, M. Zaki Mubarak menjelaskan kasus teror yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia salah satunya mencontoh apa yang dilakukan ISIS diluar negeri.

Termaksud di antaranya melibatkan perempuan dan anak-anak dalam melakukan serangkaian aksi teror dalam keadaan terdesak.

"Apa yang dilakukan di Indonesia punya referensi dari Suriah. Misalnya kejadian Thamrin itu menyontoh serangan ISIS di Perancis" ujarnya, Sabtu (16/11/2019).

"Ketika di Suriah dan Irak, kelompok jihadis menggunakan perempuan dan anak-anak untuk melaksanakan aksi amaliah bom bunuh diri, maka di sini juga dicontoh. Dari segi ideologi mereka merujuk ke sana" lanjutnya

Kata Pengamat

Pengamat Gerakan Islam itu mengatakan faktor lain dilibatkannya perempuan dan anak-anak dalam aksi teror dikarenakan kurangnya sumber daya karena banyaknya aktivis laki-laki yang masuk penjara dan tewas.

Hal tersebut menjadikan kelompok teror menggunakan sumber daya yang siap, termaksud mengajak perempuan dan anak-anak untuk melaksanakan aksi teror.

"Karena kekurangan sumber daya, maka mereka melakukan justifikasi melalui ayat Alquran, perempuan dan anak-anak itu boleh dikerahkan untuk jadi jihadis mati syahid" ujarnya.

Zaki juga menyebut terlibatnya perempuan dan anak-anak menjadi strategi yang sederhana dan juga efektif untuk melakukan serangan teror, karena menurutnya anak-anak dan perempuan sulit terdeteksi oleh aparat.

"Anak-anak dan perempuan itu sulit dideteksi, karena aparat keamanan tidak memantau dan tidak menganggap mereka sebagai orang yang potensial melakukan aksi jihad" lanjutnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahfud MD: Lebih dari 6.000 WNI Terlibat Terorisme Lintas-batas dan  Tribunnews dengan judul Mayoritas WNI di Suriah yang Teridentifikasi Teroris adalah Anak-anak dan Perempuan

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved