Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Bedah Buku 'Menjerat Gus Dur', PWNU Jatim : Warga NU Akhirnya Bebas dari Beban Masa Lalu

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menggelar bedah buku 'Menjerat Gus Dur', Selasa (4/2/2020) di Surabaya.

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Yoni Iskandar
bobby Koloway/surya
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menggelar bedah buku 'Menjerat Gus Dur', Selasa (4/2/2020) di kantor PWNU Jatim di Surabaya. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menggelar bedah buku 'Menjerat Gus Dur', Selasa (4/2/2020) di Surabaya.

Pada kesempatan tersebut, PWNU Jatim mengapresiasi penulis buku ini, Virdika Rizky Utama.

Berlangsung di kantor PWNU Jatim, acara Bedah Buku tersebut menghadirkan sejumlah tokoh penting. Di antaranya, Virdika Rizky Utama sebagai penulis buku 'Menjerat Gus Dur'.

Kemudian, pemateri lainnya adalah KH Yahya Cholil Staquf (Jubir Presiden KH Abdurrahman Wahid), KH Anwar Iskandar (Anggota MPR 1999-2004), hingga Hermawan Sulistyo (Pengamat Politik LIPI). Bertindak sebagai moderator adalah Akhmad Muzakki (Sekretaris PWNU Jatim).

Acara yang berlangsung sore hari ini diikuti oleh dua ribu peserta yang mayoritas kalangan Nahdliyin dan umum. Sejumlah kiai dan pengurus PWNU Jatim juga terlihat hadir di forum ini.

Pada penjelasannya, Wakil Ketua Rais Syuriah PWNU Jatim, KH Anwar Iskandar, mengapresiasi buku tersebut. Buku yang bercerita tentang upaya pemufakatan pelengseran Presiden Gus Dur di 2001 tersebut dinilai telah meluruskan sejarah.

Kejari Tulungagung Belum Menetapkan Tersangka Dugaan Korupsi PDAM, Kendalanya ini

Perluasan Bandara Hang Nadim Batam, Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti Minta Libatkan Pengusaha Lokal

IAIN Jember Bakal Berganti Nama Menjadi UIN KH Achmad Siddiq

"Saya mewakili NU, mengapresiasi dan berterimakasih. Kiai dan masyarakat NU berterimakasih. Paling tidak, buku ini membebaskan NU dan Warga NU dari beban masa lalu," kata Kiai Anwar pada penjelasannya kepada Tribunjatim.com.

Menurut Kiai Anwar Iskandar, mundurnya Gus Dur dari presiden pada 2001 menyisakan sejumlah isu negatif terhadap presiden keempat RI ini. Mulai dari isu Buloggate hingga Bruneigate.

Bukan hanya Gus Dur, organisasi masa Islam terbesar di Indonesia yang juga pernah dipimpin Gus Dur, Nahdlatul Ulama juga terluka atas peristiwa ini.

"Selama ini Gus Dur dinilai bodoh, bahkan ada yang mengolok-ngolok beliau dengan berbagai isu. Namun, semua tuduhan tersebut pada akhirnya terbantahkan," katanya kepada Tribunjatim.com.

Anggota MPR RI periode 1999-2004 ini berharap masyarakat umum tercerahkan. Bahwa, Gus Dur dilengserkan bukan karena terlibat skandal, namun disebabkan permufakatan jahat beberapa elit politik.

Kiai Anwar Iskandar menyebut upaya penggulingan Gus Dur tersebut telah tercium sebelumnya. Bahkan, sejumlah kiai sudah memperingatkan mantan Ketua Umum PBNU ini.

"Gus Dur tidak bisa diatur. Artinya, Gus Dur digulingkan karena ternyata tak sesuai dengan tujuan ia dipilih sebagai presiden. Sejarah penggulingan itu memang ada," ungkap Kiai Anwar.

"Saya berharap semuanya beli dan membaca buku ini. Sedangkan untuk penulisnya, silakan dikembangkan lagi," katanya kepada Tribunjatim.com.

Kiai Anwar Iskandar berharap penelitian terhadap pemakzulan Gus Dur bisa diteruskan untuk meluruskan sejarah. "Masih banyak dokumen lain dan berbagai fakta yang bisa diulik. Termasuk, isi pertemuan kiai sepuh dengan Gus Dur jelang pemakzulan. Oleh karena itu, supaya lebih lengkap, silakan dekat dengan pesantren," katanya.

Kiai Anwar berharap kalangan Nahdliyin untuk meneruskan cita-cita Gus Dur sebelumnya. "Gus Dur ingin Indonesia menjadi negara bangsa. Indonesia harus bebas dari KKN. Pembangunan demokrasi harus egaliter," kata Kiai Anwar.

"Gus Dur memiliki cita mulia. Sehingga, sekalipun lengser dan kini telah wafat, cita-cita Gus Dur harus diteruskan," katanya.

Berkaca dari peran Gus Dur tersebut, Kiai Anwar berpesan agar warga NU tidak apolitis. "Politik itu penting untuk menyelamatkan bangsa, agama, dan negara. Itu wajib dan tidak mungkin tanpa politik. Gusdur jadi presiden juga karena politik," katanya.

"Merebut kekuasaan politik dan keinginan menyelamatkan bangsa itu belum cukup. Hal ini harus didukung oleh kekuatan politik. Artinya, harus ada kesadaran politik. Kalau ingin menyelamatkan bangsa dari oligarki, kata kuncinya warga NU harus bersatu. Jangan saling menghantam," tegasnya.

Di sisi lain, penulis buku ini, Virdika Rizky Utama, menjelaskan tiga tujuan utama pihaknya membuat buku ini. Pertama, pihaknya ingin meluruskan sejarah.

"Sebab, sejarah biasanya ditulis oleh orang yang menang. Sedangkan yang kalah hanya bisa menulis buku biografi," jelasnya.

Oleh karena itu, buku ini ditulis supaya sejarah Gus Dur bisa diketahui generasi muda. "Kami berharap setelah buku ini bisa masuk di pesantren-pesantren, generasi muda semakin yakin bahwa Gus Dur tidak bersalah," tegasnya.

Kedua, melalui buku ini generasi muda diharapkan bisa meneledani semangat Gus Dur membangun bangsa. Di antaranya, dengan memberantas KKN, mementingkan kepentingan nasional dibandingkan asing, serta melindungi minoritas.

"Kita tidak bisa pungkiri, bahwa pemakzulan Gus Dur juga ada kepentingan internasional. Perusahaan emas, tambang minyak, dan orang yang dimanjakan di orba, mulai terusik," katanya.

"Gus Dur sedang membangun landasan pemerintahan yang substantif. Dengan menghapus kebiasaan KKN di masa lalu dengan melindungi minoritas," katanya.

Tujuan ketiga, mengajak masyarakat untuk bersatu dan tidak apolitis serta menghindari mufakat jahat dalam memperoleh kekuasaan. "Generasi muda jangan takut untuk mengatakan yang salah adalah salah," katanya.

"Itu menjadi pelajaran bagi kita untuk tidak mengulangi di masa depan. Selain itu, kita harus bersatu demi kepentingan bangsa yang lebih besar dan tak terjebak dalam dendam yang bisa saja membuat kita terbelah," tegasnya. (bob/Tribunjatim.com)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved