Fakta Sebenarnya dan Detik-detik Bapak di Surabaya Bantu Anaknya Aborsi yang Kisahnya Berakhir Pilu
Akhirnya terungkap fakta sebenarnya dan detik-detik Bapak di Surabaya membantu anaknya aborsi, yang kisahnya berakhir pilu dan bikin miris
Penulis: Mujib Anwar | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Kasus dugaan praktik aborsi menjerat Eka Zulifah dan Muslich. Keduanya masih ada hubungan darah, Eka adalah anak, sedangkan Muslich merupakan ayah alias bapak dari Eka.
Bapak dan anak ini menjadi terdakwa kasus dugaan praktik aborsi dan harus duduk di kursi pesakitan.
Kasus pilu yang menjerat keduanya disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Eka Zulifah dan Muslich menjadi terdakwa, karena sang pacar tidak mau bertanggung jawab setelah perempuan ini hamil.
Dalam sidang akhirnya terungkap fakta sebenarnya dan detik-detik serta kronologi Bapak di Surabaya nekat membantu anaknya aborsi, yang kisahnya berakhir pilu dan bikin miris.
Sebelumnya, seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Malang juga melakukan praktik aborsi dengan menggugurkan janin yang dikandungnya dengan meminum pil penggugur kandungan .
Bahkan kasus praktik aborsi yang menghebohkan dan melibatkan orang tua dan anak juga terjadi di Yogyakarta.
Ketika seorang ibu membantu anaknya aborsi.
Bayi yang dikandung anaknya itu hasil hubungan incest dengan kakak kandung.
Selain itu, kasus praktik aborsi sebelumnya juga terjadi dan dilakukan oleh pasangan muda-mudi di Jepara, Jawa Tengah.
Janin yang dikandung si cewek digugurkan dengan meminum pil penggugur kandungan.
Begitu ampuhnya pil aborsi merek cytotec yang diminum Gea. Tak lama setelah meminumnya, janin sudah tak bernyawa langsung keluar.
Simak kisah selengkapnya:
Bapak Tolong Anak Aborsi Janin yang Dikandung
Eka Zulifah dan Muslich, ayah dan anak asal Surabaya ini menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya.
Keduanya didakwa telah melakukan dugaan praktik aborsi dan menjadi kisah pilu yang menimpa anak dan bapak ini.
Perbuatan ini dilakukan lantaran pacar Eka enggan bertanggung jawab dengan menikahi setelah gadis tersebut hamil.
Di persidangan, terdakwa menjelaskan kronologi, fakta sebenarnya, dan detik-detik kasus yang menjeratnya dan akhirnya mengantar bapak dan anak tersebut mendekam di penjara.
Saat menjelaskan kronologi, fakta sebenarnya, dan detik-detik kasus yang menjeratnya tersebut, Muslich mengaku, dirinya hanya berniat menolong putrinya yang mengalami kontraksi.
Tindakan yang dilakukannya dengan memijat perut Eka hingga bayinya keluar.
Dia mengklaim bayinya sudah mati sejak dalam kandungan.
"Bayinya sudah mati, rahim anak saya sudah menghitam. Nanti kalau tidak saya tolong khawatir celaka," ujarnya.
Eka yang saat itu pada September 2019 menjalani proses persalinan di rumahnya di Jalan Ketandan Surabaya yang dibantu oleh ayahnya sendiri Muslich.
Kemudian oleh Muslich, bayi tersebut justru dibuang di sungai dekat rumahnya.
Eka mengalami pendarahan dan oleh ayahnya dibawa ke rumah sakit tersebut.
Dia lalu dirawat dokter Dina.

Eka dan Muslich menjadi terdakwa kasus dugaan praktik aborsi ini.
Dalam kesaksian di Pengadilan Negeri Surabaya, dokter Dina menyebutkan, bayi yang dilahirkan meninggal saat proses persalinan.
Dina menyatakan, pendarahan yang dialami Eka karena proses persalinan yang tidak sempurna.
Masih ada sisa plasenta di dalam kandungnya yang mengakibatkan pendarahan.
"Kalau lahir secara normal dengan ditangani medis secara paripurna tidak akan ada sisa plasenta," kata dokter di RS Soewandhie itu bersaksi, Senin, (24/2/2020).
Bayi lahir setelah masa kandungannya matang setelah sembilan bulan dikandung.
Selain itu, berat bayi yang ditemukan juga normal.
Dina merawat pasiennya dengan memberikan obat-obatan.
Setelah menjalani perawatan medis untuk menghentikan pendarahannya, Eka ditangkap polisi bersama Muslich.
Kekasih Sempat Datang
Affandi, kekasih Eka Zulifah, yang tidak bertanggung jawab atas kehamilan Eka sempat datang di RSUD Soewandi Surabaya saat Eka dirawat lantaran mengalami pendarahan setelah janinnya meninggal dunia.
Muslich pun menanyakan perbuatannya itu kepada kekasih anaknya. Namun, Affandi tidak mengakui perbuatannya.
"Saya telepon dan tanya, dia tidak mengakui. Padahal siapa lagi kalau bukan dia kan pacarnya. Trus siapa yang menghamili," terang Muslich.
Eka juga tidak tahu mengapa sang pacar tidak ikut diadili. Mereka pasrah saja setelah kejadian ini, terlebih nomor mereka sudah diblokir oleh Affandi.
"Saya pasrah saja lah. Saya nggak tahu kenapa dia tidak juga diadili," sambung Muslich.
Muslich dan Eka sehari-hari tinggal berdua di Surabaya.
Eka merupakan anak tunggal. Ibunya meninggal dunia dua tahun lalu.
Semua keluarganya berada di Kalimantan.
Sehari-hari untuk menyambung hidup, Muslich membuka toko yang menjual susu di rumahnya.
Eka membantu perekonomian dengan bekerja di mal. Sejak dipenjara, keduanya tidak lagi bekerja dan tidak punya penghasilan.
Selama ditahan di Rutan Kelas I-A Surabaya di Medang, ayah dan anak ini tidak punya uang sama sekali.
Saudaranya di Kalimantan sesekali menjenguk. Pacar Eka tidak pernah sama sekali.
"Saya bilang kalau butuh biaya untuk proses hukumnya sama pacarnya saja. Kami tidak punya uang. Maunya di rutan bantu-bantu nyapu atau kebersihan, tapi prosesnya ribet harus bayar dulu," ujarnya.
Selama dipenjara di rutan, keduanya juga jarang bertemu.
Sebab, antara tahanan laki-laki dan perempuan dipisah.
Mereka hanya sesekali bertemu saat ada kegiatan di rutan.
Selain itu, saat sidang di pengadilan.
Selama menunggu disidang, keduanya saling bercakap-cakap untuk mengobati rindu.
Muslich dan Eka masih punya harapan.
Mereka akan pergi ke Kalimantan setelah bebas.
Sebab, semua saudaranya berada di sana.
Mereka juga akan bekerja di sana dan memulai kehidupan baru.
Selain itu, pilihan untuk meninggalkan Surabaya juga untuk menghapus kenangan pahit.
"Saya tidak akan lagi mencari pacar saya. Biarkan dia dengan hidupnya. Saya akan ikut bapak ke Kalimantan," kata Eka
Mahasiswi Malang Gugurkan Kandungan dengan Pil Aborsi
Sebelumnya, Polres Malang mengungkap peredaran pil penggugur kandungan yang menjadi langganan para pelajar dan mahasiswa.
Terungkapnya peredaran pil aborsi ini setelah polisi mendapati kasus aborsi yang melibatkan seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta (PTS) di Kota Malang berinisial A (20).
Kapolres Malang Kota, AKBP Dony Alexander mengungkapkan, A diketahui hamil 7 bulan dan ingin menggugurkan janinnya.
Berkat saran dari temannya berinisial B (20), A akhirnya memesan obat penggugur kandungan sebanyak 11 butir kepada tersangka berinisial T (22).
11 butir obat penggugur kandungan itu, dua di antaranya dikonsumsi B.
Kepada A dan B, T memberikan petunjuk cara penggunaan obat, di antaranya diminum dan dimasukkan ke dalam vagina.
Setelah sekian waktu dengan arahan T, janin tersebut keluar dengan sendirinya.
Kemudian A memotong ari-ari dengan gunting, sebelum membekap bayi hingga meninggal dunia.
"Keluarnya di kos-kosan, sebelum akhirnya dimakamkan di Pasuruan," terang AKBP Doni Alexander, Senin (14/10/2019).
Penguburan bayi tersebut dilakukan dengan dibantu pacar B yang saat ini masih berstatus saksi.
Polisi mendapati tulang belulang bayi berikut kain kafan pembungkus di tempat bayi tersebut dikuburkan di lokasi perkebunan di Pasuruan.
AKBP Dony juga mengatakan bahwa jenazah bayi tersebut telah diamankan.
“Jasad sudah diidentifikasi, di rumah sakit menggunakan teknik pengecekan DNA,” ujar AKBP Dony.
Dari tiga tersangka (A,B dan T) tersebut, polisi akhirnya mengembangkan kasusnya para peredaran obat-obatan penggugur kandungan.
Selain T yang mengedarkan obat-obatan penggugur kandungan tersebut juga ada I, perempuan berusia 32 tahun yang menjual obat ke T.
Kemudian, ditangkap juga TS laki-laki berusia 48 tahun pemasok obat penggugur kandungan ke salah satu Apotek yang ada di Malang.

Dony menjelaskan pasal yang diberikan kepada tersangka adalah pasal 77A Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jounto Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Di hadapan polisi, T mengaku mengedarkan pil penggugur kandungan dari teman ke teman.
Saat ditanya dari kalangan apa saja konsumennya, T memilih tutup mulut.
Hanya saja, informasi dari polisi, konsumen T kebanyakan dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
T mengaku mengedarkan pil penggugur kandungan itu sejak akhir tahun 2018.
Setiap butir pil yang dijual, dia mendapat keuntungan hingga Rp 50.000.
Ibu di Jogja Bantu Aborsi Anaknya yang Dihamili Kakak Kandung
Kasus aborsi terkejam sebelumnya terjadi di Yogyakarta (Jogja) pada Juni 2018.
AR yang berusia 18 tahun merupakan kakak kandung dari WA yang masih berusia 15 tahun.
Sebagai seorang kakak, seharusnya dia melindungi dan menjaga adiknya.
Bukan malah memaksa sang adik memenuhi keinginannya yang tak masuk akal.
Begitu teganya, AR memaksa WA untuk melayani napsu bejatnya.
AR mengaku jika dirinya terpengaruh lantaran sering menonton video porno.
Hubungan terlarang antarsaudara kandung atau incest ini terjadi di Batanghari, Jambi.
Perbuatan yang dilakukan berulang kali itu akhirnya membuat WA hamil.
Mengetahui hal tersebut, WA pun menggugurkan kandungannya.
Di usia kandungan ke-8 bulan, janin malang tersebut dilahirkan dengan paksa.
Kejamnya, janin tak berdosa itu dibuang ke kebun sawit milik warga.
Mengejutkannya lagi, aborsi yang dilakukan oleh WA dibantu oleh ibu kandungnya sendiri yang berinisial AD (38).
AD sengaja melakukan hal tersebut karena dirinya panik dan merasa malu terhadap perilaku dua anak kandungnya itu.
Jasad janin korban aborsi itu pun kemudian dibuang.
Warga menemukannya dalam kondisi yang begitu mengenaskan.
Janin telah membusuk dan bagian kepala retak, nyaris terpisah dari tubuhnya.

Sesuai hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat Polres Batanghari, WA merupakan ibu dari jabang bayi itu.
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, diketahui fakta yang mengungkapkan bahwa memang AR dan WA adalah orang tua dari bayi tersebut.
Namun, berdasarkan pengakuan AD, dia sendiri tidak mengetahui secara pasti jika dia merupakan ayah dari bayi tersebut.
Incest yang berakibat hamil itu baru ketahuan saat mereka akhirnya ditangkap.
Iptu Dimas Arki, Kasat Reskrim Polres Batanghari, menjelaskan masing-masing pelaku ditangkap dalam waktu yang berbeda.
Ibu kandung AD dan anak perempuannya pelaku aborsi WA, diamankan di rumahnnya, saat malam usai jasad janin diketemukan.
Sedangkan anak laki-lakinya, AR, diamankan sehari sesudah ditemukan janin tersebut.
Kejahatan ini membuat masing-masing tersangka terkena jeratan hukum.
AW terkena Pasal 77 ayat A junto Pasal 45 A Undang-undang Perlindungan Anak.
Sedangkan untuk pelaku laki-laki (kakaknya) yang menyetubuhi anak di bawah umur, mendapat jeratan Pasal 81 ayat (3) junto Pasal 76 Undang-undang Perlindungan Anak.
Ancaman menyetubuhi 15 tahun untuk aborsi 10 tahun, sedangkan orang tuanya turut serta Pasal 55. (TribunJogja)
Aborsi Muda-mudi di Jepara
Kasus aborsi dengan meminum pil penggugur kandungan juga terjadi di Jepara, Jawa Tengah.
Begitu ampuhnya pil aborsi merek cytotec yang diminum Gea. Tak lama setelah meminumnya, janin sudah tak bernyawa langsung keluar.
Pemilik nama asli Gea Nila Sari (21) dan pacarnya, M Syaifudin (23) membungkus janin dengan kain warna abu-abu lalu membuangnya ke tumpukan sampah pinggir sungai.
Kejadian itu terungkap setelah Satreskrim Polres Jepara mengungkap kasus penemuan janin di tumpukan sampah di pinggir Sungai Segawe, Desa Jenggotan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (1/1/2019) pagi.
Dari hasil penyidikan, janin yang ditemukan berbalut rok abu-abu dibungkus plastik itu diketahui merupakan hasil berhubungan badan antara Gea dengan pacarnya.
Polisi menangkap tiga pelaku yang terlibat yaitu Gea Nila Sari (21), M Syaifudin (23), dan Handi Warsono (35) warga Jepara.
"Ya tak sampai 24 jam kami amankan para pelaku dari hasil lidik," kata Kapolres Jepara, AKBP Arif Budiman, saat konferensi pers di Mapolres Jepara, Rabu (2/10/2019).
Arif menjelaskan, Gea yang merupakan seorang pedagang menggugurkan kandungan berusia enam bulan dengan menelan pil cytotec.

Selama ini Gea dan kekasihnya, Syaifudin sering berhubungan badan hingga akhirnya Gea hamil di luar nikah.
Karena malu kehamilan Gea akan diketahui keluarga, keduanya sepakat untuk melakukan aborsi.
Dari berbagai referensi, Syaifudin kemudian berupaya mengakses penjual gelap obat aborsi bernama Handi.
"Pil cytotec yang dibelinya dari pelaku Handi kemudian ditelan oleh Gea. Gea kemudian kontraksi hingga janin keluar dalam keadaan tak bernyawa.
Gea dan Syaifudin kemudian membuang janin tersebut di sekitar Sungai Segawe. Beberapa jam usai dibuang, mayatnya ditemukan oleh warga," ungkap Arif.
Atas perbuatannya, Gea dan Syaifudin dijerat Pasal 80 ayat 3 jo Pasal 76C UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 346 KUHPidana.
Sedangkan Handi dikenai Pasal 80 ayat 3 jo pasal 76C UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 196 UU RI No 36 tentang kesehatan.
Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pengakuan Syaifudin mengatakan, dia dan Gea tak menghendaki bayi hasil hubungan gelapnya lahir lantaran belum menikah.
Keduanya sudah berpacaran selama kurang lebih lima tahun.
"Kami belum menikah. Kami pun malu dan takut ketahuan oleh keluarga ataupun warga," ujarnya.
Syaifudin mengaku membeli pil cytotec seharga Rp 3 juta dari Handi yang dikenalnya melalui teman-temannya. Gea, kata dia, kemudian menelan pil cytotec sebanyak 16 butir.
"Karena hamil, saya suruh minum sebanyak-banyaknya biar gugur kandungannya. Ditelan 16 butir," ujar Syaifudin.
Sementara Handi berujar telah berjualan obat penggugur kandungan sejak 10 bulan lalu.
Ia mengaku berdagang pil aborsi karena tergiur keuntungannya.
"Untungnya banyak, sudah 10 bulan berjualan. Obat saya peroleh dari seseorang," ujar Hendi.
Sebelumnya diberitakan, janin bayi ditemukan di tumpukan sampah di pinggir Sungai Segawe, Desa Jenggotan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Selasa (1/10/2019) pagi.
Saat ditemukan, janin tersebut berbalut rok abu-abu SMA yang terbungkus plastik merah. (*)