Bambang Haryo: Daripada Pemerintah Tambah Utang, Lebih Baik Turunkan Harga Solar
Bambang Haryo menilai pemerintah kurang sensitif terhadap kesulitan pelaku usaha dan masyarakat karena membiarkan PT Pertamina (Persero) menjual solar
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Harga minyak dunia yang turun tajam sejak awal tahun ini seharusnya segera direspons oleh pemerintah dengan menurunkan harga bahan bakar minyak, terutama solar, guna meringankan beban rakyat di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19.
Namun hingga kini pemerintah tidak menggubris tuntutan transparansi harga solar. Padahal, penurunan harga solar bisa menjadi solusi untuk menggerakkan ekonomi secara mandiri, sehingga pemerintah tidak perlu mencari pinjaman asing untuk membiayai pemulihan ekonomi.
“Penurunan harga solar bisa menjadi insentif bagi sektor-sektor usaha yang terpukul akibat wabah corona, seperti industri manufaktur, transportasi publik dan logistik, maritim, perikanan, UMKM, serta pembangkit PLN agar tarif listrik lebih murah. Kalau sektor-sektor ini tetap hidup, PHK massal dapat dicegah dan ekonomi akan bergerak,” kata Bambang Haryo Soekartono, anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Gerindra melalui rilis yang diterima Tribunjatim.com, Rabu (3/6).
Menurut Bambang Haryo Soekartono, multiplier effect solar sangat besar bagi perekonomian sebab mempengaruhi biaya operasional semua sektor usaha.
“Sebagai contoh, 70%-80% biaya operasional transportasi logistik di Indonesia untuk pembelian solar. Jika harga solar turun, ongkos angkut tentu turun sehingga harga barang menjadi lebih murah, daya beli masyarakat pun meningkat,” kata Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur ini.
Bambang Haryo menilai pemerintah kurang sensitif terhadap kesulitan pelaku usaha dan masyarakat karena membiarkan PT Pertamina (Persero) menjual solar lebih mahal dari seharusnya, bahkan jauh di atas harga di negara tetangga seperti Singapura.
• Bambang Haryo : Solar Dijual Lebih Mahal Menzalimi Rakyat
• New Normal PKL di Thailand Jual Makanan saat Pandemi Covid-19, Meja Bersekat hingga Tongkat Uang
• Dihujat Netizen, Pemilik Akun @doMbengg Rendahkan Wanita Jawa Cocok Jadi Pembantu Keok: Demi Apapun
Sebagai informasi, berdasarkan data bunker-ex.com, bunker solar jenis MGO (HSD) di pelabuhan Singapura per 29 Mei 2020 tercatat USD298,5 per 1.200 liter atau sekitar Rp3.600 per liter (kurs Rp14.500 per dollar AS).
Harga ini lebih rendah dari harga solar nonsubsidi (HSD) di Indonesia Rp7.300 per liter (per Mei 2020), juga lebih murah dari solar subsidi di Indonesia Rp5.150 per liter.
Tuntutan penurunan harga solar juga disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.
Mantan anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Gerindra ini berharap, pemerintah menurunkan harga BBM, terutama bagi sektor usaha dan bisnis yang terdampak pandemi virus Corona atau Covid-19.
“Penurunan harga BBM merupakan hal yang wajar jika merujuk pada harga minyak mentah dunia yang turun signifikan. Penurunan harga ini dapat menjadi insentif, terutama bagi sektor usaha yang sangat terpukul akibat pandemi corona," ujarnya secara terpisah.
Pembohongan Publik
Menurut Bambang Haryo, alasan Pertamina tidak menurunkan harga BBM karena membeli minyak mentah dari dalam negeri merupakan pembohongan publik.
Sebab, BUMN itu selama ini justru mengimpor BBM yang sudah diolah untuk dijual di pasar domestik, termasuk mengimpor minyak mentah.
Dia menilai kekhawatiran Pertamina bahwa industri hulu migas akan gulung tikar jika harga BBM diturunkan juga tidak beralasan.
“Industri migas tidak akan terpengaruh karena umumnya ekspor, sehingga tidak bakal terjadi PHK massal seperti yang sudah dialami sektor-sektor lain,” tegasnya.