6 Lokasi 'Paling Bahaya' yang Diprediksi Jadi Titik Poin Medan Perang Dunia, Indonesia Termasuk?
Mari melihat enam lokasi titik paling bahaya yang akan jadi tempat terjadinya perang dunia, prediksi tersebut dirilis setelah suasana makin panas.
TRIBUNJATIM.COM - Ada enam titik lokasi yang kemungkinan besar bisa menjadi titik poin paling berbahaya untuk medan perang di dunia.
Enam lokasi tersebut rupanya menjadi perbincangan hangat belakangan ini.
Mengingat prediksi perang dunia ketiga terus menerus muncul karena berbagai aksi yang dilakukan militer beberapa negara besar di dunia.
Satu hal yang sedang hangat dibicarakan adalah konflik di Laut China Selatan yang sedang diperebutkan banyak negara.
• Siapa Bilang Indonesia Diam Soal Polemik Laut China Selatan? Lihat yang Dilakukan Tanah Air ke China
• Rapat Rahasia Korea Utara dan China, Tertangkap Basah Susun Rencana Khusus, Ada 1 Pesan Bagi Amerika

Lokasi Laut China Selatan juga begitu dekat dengan Indonesia.
Apakah mungkin Indonesia menjadi satu di antara enam titik poin paling berbahaya ini?
Mari kita simak penjelasannya.
Kekhawatiran Perang Dunia 3 dipicu setelah kematian Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani dalam serangan udara AS pada Januari.
Sekarang pandemi virus Corona yang menyebar di seluruh dunia dan kerusuhan atas kebrutalan polisi telah menyebabkan kekhawatiran Perang Dunia 3 lagi.
Mengingat hubungan yang tegang antara negara-negara di seluruh dunia, ada beberapa titik lokasi yang diprediksi menjadi titik peperangan dunia.
• Bukti Mengejutkan Virus Corona Hasil Rekayasa, 1 Kesalahan China Dikuak Agen Rahasia: Penduduknya
Dikutip TribunJatim.com dari Express.co.uk via Intisari, tim Express UK telah menyusun titik-titik kemungkinan di mana Perang Dunia 3 akan meletus pada tahun 2020:
1.AS-Iran
Pada hari Jumat, 3 Januari, AS melakukan serangan udara drone di pangkalan koalisi di Irak.
Presiden AS Donald Trump menyetujui serangan terhadap Jenderal Soleimani mengklaim tindakan itu dilakukan untuk membuat "dunia menjadi tempat yang lebih aman".
Dalam sebuah pernyataan, Pentagon mengatakan: