Soal Pemaketan BPNT di Tulungagung, Praktisi Hukum: Penyaluran Seperti itu Jelas Menyalahi Pedum
Pemaketan Bantuan Pangan Non Tunai ( BPNT ) di Tulungagung terus berjalan. Praktisi hukum sebut menyalahi Pedum.
Penulis: David Yohanes | Editor: Dwi Prastika
Seharusnya Ewarong dibebaskan menentukan supplier untuk menyediakan barang bagi KPM.
Tapi kenyataannya para supplier sudah ditetapkan, dan Ewarong diwajibkan menerima barang dari mereka.
Ewarong hanya diwajibkan bisa menyediakan barang kebutuhan KPM, dengan harga tidak melebihi harga normal.
• Setelah Keluarkan Fatwa Haram, PCNU Tulungagung Minta Warga Nahdliyin Tak Terlibat di Auto Gajian
"Tidak boleh ada kewajiban bagi Ewarong untuk menerima supplier tertentu. Ini yang menjadi pintu masuk penyelewengan," tegas Hery.
Dari semua temuan itu, Hery menilai penyaluran BPNT di Tulungagung sudah masuk ranah tindak pidana korupsi (BPNT).
Meski secara material belum ada bukti kerugian negara, namun bukti petunjuk sudah ada.
Hery menilai, polisi seharusnya sudah bisa masuk.
"Kenapa nunggu kerugian negara, kalau sudah memenuhi syarat semua (ke ranah Tipikor)?" ujarnya.
Hery juga menyebut, Timkor BPNT juga harus bertanggung jawab.
• New Normal Tulungagung, Puskesmas Penyangga Covid-19 Ditiadakan, Semua Bisa Skrining Pasien Corona
Sebab pemaketan BPNT ini sudah lama dilakukan, namun ada pembiaran dari Timkor.
KPM kerap mengeluhkan paket sembako yang dibagikan nilainya kurang dari Rp 200.000.
Biasanya komoditi telur yang sering dipermainkan, karena harga yang dipatok bukan harga hari itu.
Alasannya karena butuh beberapa hari dari kandang hingga sampai Ewarong.
Namun belakangan dicurigai, komoditi beras juga dimainkan.
Sebab ada temuan beras yang disebut premium, ternyata kualitas medium.
Selain juga jumlah beras yang beredar juga lebih besar dibanding yang keluar dari Bulog.
Editor: Dwi Prastika