Refleksikan Fenomena Metafisika dalam Karya, Seniman Miftahul Jannah Ciptakan Tari Byalak
Karya Byalak menggunakan objek Tari Gandrung Banyuwangi sebagai olah medium atau eksplorasi gerak.
Penulis: Christine Ayu Nurchayanti | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Christine Ayu
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Seniman mempunyai caranya sendiri untuk menuangkan gagasan, termasuk dalam merespons sebuah fenomena.
Seperti halnya seniman tari alumnus Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya, Miftahul Jannah atau yang akrab disapa Mita.
Besar di Banyuwangi membuatnya akrab dengan fenomena metafisika seperti praktik-praktik magis.
Hal ini pun menggelitiknya untuk menuangkannya ke dalam karya tari.
"Awalnya saya terinspriasi dari nyanyian masa remaja yakni 'bum tereret Banyuwangi santet, bum tereret'. Ditambah rasa ketertarikan saya dengan fenomena santet," katanya kepada TribunJatim.com, Rabu (12/8/2020).
Ia juga tertarik terhadap praktik magis pengasihan yang sudah menjadi rahasia umum, tidak hanya di Banyuwangi.
• Pasien Positif Covid-19 di Banyuwangi Masih Bertambah, Anas Ingatkan Warga Patuhi Protokol Kesehatan
• Lestarikan Budaya Madura, Sejumlah Tim di Sampang Madura Menggelar Karapan Sapi
"Byalak tidak hanya bicara setuju atau tidak dengan adanya praktik tersebut, melainkan memberi pandangan lain tentang kesadaran penuh pada laku hidup, apapun itu," ungkap penari kelahiran Probolinggo, 22 Maret 1995 ini.
Karya Byalak menggunakan objek Tari Gandrung Banyuwangi sebagai olah medium atau eksplorasi gerak.
"Byalak merupakan karya seni interdisipliner. Menggabungkan unsur-unsur seni mulai dari tari, musik, sampai teater. Membentuk gagasan Byalak ini perlu waktu bertahun-tahun," ungkap Mita.
Saat ini, karya Tari Byalak sedang digarap untuk mempromosikan kampus STKW Surabaya, berkolaborasi dengan salah satu kampus seni di Australia.
• 5 Bulan Tak Berpenghasilan, Pelaku Seni di Kota Batu Minta Kelonggaran Berkarya dan Berkreasi
• Keluarga Tolak Pemakaman Jenazah Covid-19 di Surabaya Sesuai Standar, Rumah Sakit Ungkap Fakta
"Pertama kali Byalak ditampilkan di Sawung Dance Festival Jawa Timur pada 2017, waktu itu namanya Sengsren. Pernah juga ditampilkan di Jakarta dan Banyuwangi di tahun yang sama," ungkapnya.
Sampai pada 8 Agustus 2017, Sengsren diganti Byalak dan ditampilkan sebagai karya tugas akhir kelulusan di STKW Surabaya.
"Nama 'Byalak' ini berarti ungkapan atau sikap terbelalak saya terhadap fenomena metafisika, khususnya ilmu pengasihan. Harapannya, penonton juga ikut bilang 'Byalak', tergantung persepsi mereka masing-masing," ungkapnya.
• Ribuan Pendemo dari Aliansi Pekerja Seni Surabaya Mulai Memenuhi Kantor Balai Kota Surabaya
• Seniman Meimura Blusukan Pasar Menur Pakai Kostum Remo, Nembang Syair Covid-19, Ini Senjata Kita
Tari Byalak memiliki makna filosofis bahwa setiap laku hidup manusia dilakukan dalam kesadaran penuh yang kelak akan ada pertanggungjawabannya.
"Sampai saat ini, karya Byalak juga sering menjadi kontrol pribadi untuk saya, saat kelewat batas, khilaf, atau berbuat salah dan dosa. Sampai saat ini pun, cara berpikir saya tentang kekaryaan gagasannya tidak jauh dari kegelisahan terkait kesadaran," tandasnya.
Editor: Dwi Prastika